https://malang.times.co.id/
Opini

Australia-Indonesia, Transformasi Digital GovTech

Minggu, 13 April 2025 - 15:29
Australia-Indonesia, Transformasi Digital GovTech Munawir Aziz, Penerima Beasiswa AIFIS untuk Studi dan Riset di Amerika Serikat, Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom (2020-2023)

TIMES MALANG, JAKARTA – Transformasi digital telah menjadi arus utama dalam reformasi pemerintahan di berbagai negara. Dari sistem layanan publik yang dahulu berbasis kertas dan tatap muka, kini dunia menyaksikan evolusi menuju birokrasi digital yang cepat, efisien, dan transparan. Di antara negara-negara yang paling progresif dalam mengadopsi pendekatan ini adalah Australia. 

Melalui pembentukan Digital Transformation Agency (DTA) dan peluncuran berbagai kebijakan digital, Australia telah menempatkan teknologi sebagai fondasi tata kelola pemerintahan modern.

Indonesia, yang saat ini sedang mengakselerasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), dapat belajar banyak dari pendekatan Australia dalam membangun ekosistem GovTech yang kokoh dan inklusif.

Australia mendirikan ‘Digital Transformation Agency (DTA)’ pada tahun 2016 dengan mandat yang jelas: mempercepat transformasi layanan publik melalui digitalisasi dan mendorong pendekatan yang berpusat pada warga negara. Lembaga ini tidak hanya menjadi motor penggerak inovasi, tetapi juga regulator tata kelola proyek teknologi digital lintas lembaga pemerintah federal.

Salah satu inisiatif kunci yang dilakukan DTA adalah pembangunan platform ‘Digital Identity’, sistem autentikasi daring yang memungkinkan warga mengakses berbagai layanan pemerintah dengan aman dan efisien. 

Selain itu, Australia juga menerbitkan ‘Digital Government Strategy’ dan kerangka kerja ‘Digital Service Standard’ yang mewajibkan lembaga pemerintah untuk mendesain layanan berbasis pada kebutuhan pengguna, bukan sekadar efisiensi internal.

Platform teknologi dibangun secara terbuka dan modular, memungkinkan interoperabilitas antarlembaga dan kolaborasi dengan sektor swasta. Pemerintah Australia juga sangat mendorong prinsip open data, yang menjadi fondasi dalam mendorong inovasi berbasis data oleh publik dan sektor bisnis.

Tantangan yang Dihadapi

Namun, transformasi digital di Australia tidak tanpa hambatan. Fragmentasi sistem IT antar lembaga pemerintah federal dan negara bagian menjadi tantangan besar, terutama dalam hal interoperabilitas dan konsistensi layanan. 

Selain itu, resistensi birokrasi terhadap perubahan, keterbatasan talenta digital di sektor publik, serta kekhawatiran terhadap keamanan dan privasi data pribadi menjadi isu-isu yang perlu terus dikelola.

Untuk menjawab tantangan ini, Australia menerbitkan ‘Data Availability and Transparency Act 2022’, serta menyusun ‘Cyber Security Strategy 2023–2030’ yang tidak hanya berfokus pada perlindungan infrastruktur digital pemerintah, tetapi juga membangun kepercayaan publik terhadap sistem digital.

Indonesia saat ini tengah mendorong percepatan transformasi digital birokrasi melalui kebijakan SPBE yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018. Pemerintah juga telah menerbitkan UU Perlindungan Data Pribadi (UU No 27 tahun 2022) dan mempersiapkan regulasi lain terkait keamanan siber. Namun dalam praktiknya, transformasi ini masih menghadapi tantangan mendasar.

Pertama, fragmentasi digital antar instansi masih sangat tinggi. Banyak kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah yang membangun sistem secara silo, tanpa mempertimbangkan interoperabilitas dan efisiensi jangka panjang. Hal ini menyebabkan duplikasi data, ketidakefektifan pelayanan, hingga pemborosan anggaran.

Kedua, kesenjangan kapasitas digital aparatur sipil negara (ASN) menghambat adopsi teknologi secara merata. Di banyak daerah, teknologi canggih seperti dashboard data atau AI belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena keterbatasan SDM. 

Ketiga, literasi digital publik yang masih rendah membuat sebagian masyarakat belum sepenuhnya merasakan manfaat transformasi digital pemerintah.

Di sinilah Indonesia dapat mengambil pelajaran dari Australia. Digitalisasi pemerintahan bukan sekadar proses migrasi layanan ke platform daring, tetapi transformasi menyeluruh dalam desain, logika, dan semangat pelayanan publik. Australia menekankan pada pendekatan berbasis pengguna (citizen-centric), dengan desain layanan yang sederhana, intuitif, dan responsif terhadap kebutuhan warga.

Mengapa GovTech Penting?

GovTech (Government Technology) lebih dari sekadar penggunaan teknologi oleh pemerintah. Ia merupakan pendekatan sistemik untuk mengintegrasikan layanan publik, menyederhanakan proses birokrasi, meningkatkan partisipasi warga, dan membuka ruang inovasi melalui teknologi. Di Australia, pendekatan ini telah menciptakan peluang baru bagi bisnis teknologi, mendorong efisiensi fiskal, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap negara.

Bagi Indonesia, penguatan GovTech akan membawa sejumlah manfaat. Dari sisi ekonomi, digitalisasi birokrasi dapat mengurangi biaya logistik, mempercepat perizinan, dan mendorong partisipasi UMKM dalam ekosistem digital. 

Dari sisi politik-pemerintahan, layanan publik yang responsif dan transparan akan memperkuat legitimasi pemerintah serta membuka ruang partisipasi warga secara lebih luas.

Namun, untuk mewujudkan hal ini, Indonesia perlu melakukan reformasi kelembagaan. Kita memerlukan ‘badan khusus transformasi digital pemerintahan’ yang memiliki otoritas lintas kementerian/lembaga, seperti DTA di Australia. Badan ini harus mengoordinasikan peta jalan digital nasional, memastikan interoperabilitas sistem, serta mengawasi standar layanan digital.

Selain itu, penguatan talenta digital dalam birokrasi menjadi keharusan. Pemerintah perlu mengadopsi strategi rekrutmen dan pelatihan ASN yang adaptif terhadap perkembangan teknologi. Skema insentif untuk ASN berbasis inovasi digital perlu dikembangkan agar transformasi ini tidak hanya top-down, tetapi juga bottom-up.

Peta Jalan Govtech

Transformasi digital pemerintahan bukan proyek jangka pendek, melainkan agenda strategis jangka panjang yang menentukan masa depan tata kelola publik. Pelajaran dari Australia menunjukkan bahwa keberhasilan GovTech tidak hanya ditentukan oleh kecanggihan teknologi, tetapi oleh keseriusan dalam membangun sistem yang terbuka, inklusif, dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat.

Indonesia memiliki semua prasyarat untuk mengakselerasi agenda ini: populasi digital yang besar, komunitas teknologi yang dinamis, serta dorongan politik untuk mempercepat layanan publik. Namun, semua itu perlu diarahkan dalam satu visi yang konsisten dan dijalankan dengan disiplin kebijakan.

Ke depan, Indonesia perlu menyusun peta jalan transformasi digital yang menyeluruh, solid dan jelas, membangun platform digital identitas dan layanan terpadu, serta memastikan kolaborasi yang erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. 

Dengan belajar dari praktik baik Australia dan mengadaptasinya sesuai konteks lokal, Indonesia dapat memantapkan langkah menuju pemerintahan digital yang efektif, akuntabel, dan partisipatif.

***

*) Oleh : Munawir Aziz, Penerima Beasiswa AIFIS untuk Studi dan Riset di Amerika Serikat, Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom (2020-2023).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.