https://malang.times.co.id/
Opini

Ormas Preman Pembunuh UMKM

Selasa, 29 April 2025 - 14:14
Ormas Preman Pembunuh UMKM Hilma Fanniar Rohman, Dosen Perbankan Syariah Universitas Ahmad Dahlan. Peneliti ICONS.

TIMES MALANG, YOGYAKARTA – Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah tulang punggung perekonomian Indonesia. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, lebih dari 60% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia disumbang oleh sektor ini. 

UMKM juga menyerap lebih dari 90% tenaga kerja nasional. Dengan angka sebesar ini, seharusnya UMKM mendapatkan dukungan penuh dari seluruh elemen bangsa. 

Namun, realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya. Salah satu tantangan terbesar yang kerap diabaikan adalah ancaman dari keberadaan ormas preman, yang menjadi "pembunuh senyap" bagi pertumbuhan UMKM.

Premanisme dalam balutan organisasi masyarakat kerap kali menghambat ruang gerak UMKM untuk berkembang. Modus yang digunakan pun beragam, mulai dari pungutan liar, pemaksaan kontrak kerja sama, intimidasi terhadap pelaku usaha, hingga penguasaan lokasi usaha secara ilegal. 

UMKM yang baru tumbuh dan membutuhkan stabilitas justru dihadapkan pada tekanan non-ekonomi yang menggerogoti modal kerja mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam teori ekonomi, biaya transaksi (transaction cost) yang tinggi akan menurunkan efisiensi dan menghambat pertumbuhan usaha. Premanisme meningkatkan biaya transaksi ini melalui jalur informal: pelaku UMKM harus membayar "uang keamanan", memberikan setoran bulanan, atau bahkan "berbagi hasil" secara paksa kepada pihak-pihak yang tidak berhak. 

Setiap rupiah yang seharusnya digunakan untuk mengembangkan usaha, memperbesar produksi, atau membuka lapangan kerja baru, justru terbuang sia-sia untuk membiayai praktik ilegal ini. Dampaknya bersifat sistemik. 

Pertama, daya tahan UMKM menurun. Dalam kondisi normal saja, UMKM sudah menghadapi berbagai tantangan seperti keterbatasan modal, akses pasar yang sempit, dan persaingan ketat. Tambahan tekanan dari premanisme membuat banyak UMKM memilih gulung tikar lebih cepat. 

Kedua, iklim usaha menjadi tidak sehat. Ketika intimidasi menjadi hal biasa, keberanian masyarakat untuk membuka usaha baru menurun. Ini berujung pada lambatnya regenerasi wirausaha dan terhambatnya inovasi lokal. 

Ketiga, terjadinya ketimpangan ekonomi. UMKM yang bertahan biasanya adalah mereka yang mampu "berkompromi" dengan tekanan sosial ini, bukan yang paling inovatif atau produktif.

Premanisme yang menyerang UMKM juga memperparah ketidakadilan dalam distribusi peluang ekonomi. Di banyak wilayah, sektor-sektor usaha kecil seperti pedagang kaki lima, warung makan, atau pengusaha jasa lokal menjadi sasaran utama. 

Mereka adalah pihak yang secara ekonomi lemah, memiliki akses terbatas terhadap perlindungan hukum, dan sering kali tidak memiliki pilihan selain tunduk pada tekanan. Akibatnya, potensi ekonomi lokal yang seharusnya berkembang justru mati di tangan kekuatan informal yang rakus.

Mengatasi persoalan ini membutuhkan pendekatan yang komprehensif. Pertama, negara harus memastikan bahwa supremasi hukum ditegakkan secara konsisten. Aparat penegak hukum harus memiliki keberanian dan independensi untuk bertindak terhadap ormas preman, tanpa terpengaruh kepentingan politik atau tekanan sosial. 

Kedua, pemerintah daerah perlu menyediakan ruang-ruang usaha yang aman dan terjangkau untuk UMKM, sehingga pelaku usaha tidak lagi bergantung pada pihak-pihak informal untuk mendapat akses berjualan atau berproduksi. 

Ketiga, pemberdayaan UMKM perlu dipadukan dengan penguatan kapasitas hukum. Edukasi tentang hak-hak usaha dan saluran pengaduan yang efektif harus diperluas agar pelaku UMKM tidak merasa berjuang sendirian.

Lebih jauh, pemberantasan premanisme juga harus dilihat sebagai bagian integral dari strategi pengembangan ekonomi nasional. Tanpa ekosistem usaha yang sehat dan berkeadilan, berbagai program bantuan modal, pelatihan, maupun digitalisasi UMKM tidak akan menghasilkan dampak maksimal. Modal terbesar dalam berusaha bukan hanya uang, tetapi juga rasa aman.

UMKM adalah pahlawan ekonomi yang sesungguhnya. Mereka menjaga denyut nadi perekonomian di saat krisis, menciptakan lapangan kerja, dan menjadi motor penggerak ekonomi daerah. 

Namun, potensi besar ini akan sia-sia jika negara membiarkan mereka berjuang sendirian melawan kekuatan liar di luar hukum. Melindungi UMKM dari ancaman ormas preman bukan hanya soal ketertiban umum, melainkan soal masa depan ekonomi Indonesia itu sendiri.

Sudah saatnya Indonesia membersihkan jalan bagi para pejuang ekonomi kecil ini. Karena tanpa mereka, kita kehilangan fondasi sejati dari kemajuan bangsa.

***

*) Oleh : Hilma Fanniar Rohman, Dosen Perbankan Syariah Universitas Ahmad Dahlan. Peneliti ICONS.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.