https://malang.times.co.id/
Opini

Kebijakan Deforestasi Industri Sawit Berkelanjutan

Senin, 14 April 2025 - 20:31
Kebijakan Deforestasi Industri Sawit Berkelanjutan Cornelius Corniado Ginting, Founder Center of Economic and Law Studies Indonesia Society (CELSIS)/Presidium Pusat Ikatan Sarjana Khatolik Indonesia (ISKA) Bidang Hukum dan Ham/Wakil Sekertaris Jenderal Pengurus Pusat Pemuda Khatolik

TIMES MALANG, JAKARTA – Kelapa sawit telah menjadi salah satu komoditas utama Indonesia sejak abad ke-19 dan terus berkembang pesat hingga saat ini. Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia yang dapat menghasilkan beragam macam produk industri untuk kebutuhan makanan, kosmetik, dan biofuel. Oleh Karena Itu, dengan industri ini memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Gabungan Pengusahan Sawit Indonesia (GAPKI, 2025), disebutkan total konsumen Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) didalam negeri mencapai 23, 85 juta ton atau naik 2,78% dari tahun sebelumnya. 

Serta Nilai Eskpor minyak sawit sepanjang 2024 mencapai USD 27,76 % miliar atau lebih rendah 8,44%. Namun disisi lain, berkurangnya volume ekspor bisa menjadi tantangan bagi industri sawit Indonesia, terutama terkait dengan menghadapi dinamikan pasar global.

Kegiatan deforestasi sawit telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat parah, termasuk kehilangan biodiversitas, perubahan iklim, dan penurunan kualitas hidup masyarakat lokal. 

Selama periode ini, tahun 2001-2023 dikutip dari (Gaveau et al. (2022) Total Deforestasi untuk Industri Sawit  mencapai 2,2 juta hektare hutan yang telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit, hal tersebut menyebabkan hilangnya sepertiga hutan Indonesia dalam dua dekade terakhir. 

Persebaran tertinggi di Indonesia terdiri  atas wilayah Kalimantan Barat deforestasi mencapai 35.162 hektare, Kalimantan Tengah, sebesar 30.433 hektare Kalimantan Timur 28.633 hektare pada tahun 2023, Sulawesi Tengah 16.679 hektare pada tahun 2023 dan Riau 9.000 hektare.

Oleh Karena itu, Pemerintah dan sektor swasta harus berupaya membangun keseimbangan antara ekspansi industri sawit dan perlindungan ekosistem hutan. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi laju deforestasi dengan mengontrol ekspansi sawit, meningkatkan praktik berkelanjutan, serta memperbaiki tata kelola dan transparansi industri sawit.

Deforestasi sawit Indonesia telah menjadi isu yang sangat penting dan hangat dibahas dalam beberapa tahun terakhir. Menurut European Union Deforestation Regulation (EUDR), deforestasi didefinisikan sebagai: "Konversi hutan menjadi lahan pertanian atau penggunaan lainnya yang menyebabkan hilangnya tutupan hutan secara permanen."

Dalam konteks regulasi ini, deforestasi mencakup segala bentuk perubahan dari ekosistem hutan alami menjadi penggunaan lain, seperti perkebunan kelapa sawit, pertanian kedelai, peternakan sapi, atau produksi kayu ilegal.

European Union Deforestation Regulation (EUDR), didirikan oleh Uni Eropa (European Union/UE) melalui Komisi Eropa (European Commission). Regulasi ini mulai disahkan pada 19 April 2023 dan akan berlaku penuh pada 30 Desember 2024. 

Tujuan utama EUDR  terkait deforestasi dan degradasi hutan khususnya bagi negara Indonesia adalah menekan deforestasi dari sektor ekspor komoditas, sambil mendorong produksi yang lebih berkelanjutan dan transparan.

Hal tersebut bisa jadi tantangan besar serta juga peluang untuk memperbaiki tata kelola lahan dan memperkuat posisi dalam perdagangan global yang lebih hijau.

Berdasarkan hal tersebut, Indonesia nantinya diharuskan mengikuti regulasi dan menerapkan UEDR dengan pertimbangan sebagai berikut: 

Pertama, Akses ke Pasar Uni Eropa. Dimana Uni Eropa adalah salah satu pasar utama bagi produk Indonesia, terutama kelapa sawit, kayu, kopi, karet, dan kakao. Jika Indonesia tidak mematuhi EUDR, produk dari Indonesia bisa ditolak masuk ke Eropa, yang bisa merugikan ekonomi dan eksportir Indonesia. 

Kedua, Meningkatkan Daya Saing Global. Dalam hal ini Dunia semakin fokus pada keberlanjutan dan lingkungan, bukan hanya Uni Eropa. Banyak negara lain seperti Amerika Serikat dan Inggris juga mulai menerapkan kebijakan serupa. Jika Indonesia mengikuti standar EUDR, produk Indonesia akan lebih mudah diterima di pasar global. 

Ketiga, Mencegah Deforestasi dan Meningkatkan Keberlanjutan. Meskipun EUDR datang dari Uni Eropa, prinsipnya sejalan dengan upaya Indonesia untuk mengurangi deforestasi. Maka dari itu, Pemerintah Indonesia juga sudah memiliki kebijakan serupa, seperti ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) untuk memastikan produksi sawit yang berkelanjutan. 

Keempat, Menghindari Sanksi dan Larangan Ekspor. Jika eksportir tidak mematuhi EUDR, Uni Eropa bisa melarang impor produk dari Indonesia. Oleh karena itu, hal tersebut bisa berdampak besar pada industri yang bergantung pada ekspor ke Eropa.

Kelima, Menjaga Reputasi Indonesia. Sebagai Produsen Berkelanjutan artinya Indonesia adalah salah satu eksportir utama kelapa sawit di dunia. Apabila Indonesia tidak mematuhi standar keberlanjutan seperti EUDR, negara ini bisa mendapatkan citra negatif di mata pembeli internasional, hal ini menjadi  penting bagi industri sawit Indonesia untuk bertransformasi dan menentukan langkah menuju berkelanjutan ekosistem.

Langkah Menuju Keberlanjutan Ekosistem

Tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana pemimpin perusahaan industri kelapa sawit dapat menjaga lingkungan dengan baik. Perusahaan sawit harus menjaga keberlanjutan yang tidak hanya sekedar tagline.

Namun harus juga mencapai dengan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) tanpa mengorbankan kepedulian terhadap lingkungan dan sosial. Oleh karena itu, perusahaan sawit harus mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan dan menjaga lingkungan dengan baik."

Dengan diberlakukannya European Union Deforestation Regulation (EUDR), Indonesia perlu mengambil langkah strategis untuk memastikan produksi sawit tetap tumbuh dan berkelanjutan agar bisa masuk ke pasar global.

Maka dari itu, Indonesia segera mungkin membuat langkah dan instrument kebijakan mengutamakan prinsip keberlanjutan sebagai upaya berdaya saing dan dapat berkontrubusi dalam hal keberlanjutan industri sawit.

Hal ini menjadi wajib untuk dilakukan Pemerintah sekarang ini dalam Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis domestic, oleh karena itu Industri kelapa sawit merupakan sektor strategis, tetapi harus selaras dengan prinsip keberlanjutan.

Maka dari itu, Fokus Utama Kebijakan Deforestasi sawit Indonesia terkait dengan beberapa hal diantaranya: Pertama, Penghentian Deforestasi dalam hal ini Melarang pembukaan lahan baru di kawasan hutan primer dan lahan gambut serta Mendorong penggunaan lahan yang sudah terdegradasi untuk ekspansi sawit.

Kedua, Sertifikasi & Kepatuhan Regulasi. Terkait dengan Mewajibkan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). dan Meningkatkan pengawasan terhadap perizinan perkebunan sawit. 

Ketiga, Rehabilitasi & Restorasi Hutan. Dalam hal ini Reforestasi area yang rusak akibat perkebunan sawit ilegal. Dan Program konservasi keanekaragaman hayati di sekitar perkebunan.

Keempat, Pemberdayaan Petani Kecil. Terkait Meningkatkan kesejahteraan petani sawit melalui praktik pertanian berkelanjutan. Dan Mendorong inklusi petani kecil dalam rantai pasok yang berkelanjutan. 

Kelima, Kolaborasi Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat tujuan untuk melakukan Kerja sama lintas sektor untuk mendukung praktik sawit ramah lingkungan. Dan Penguatan peran masyarakat adat dalam pengelolaan lahan berkelanjutan.

Pemerintah Indonesia perlu menyeimbangkan kepentingan keberlanjutan ekosistem terkait ekonomi dan lingkungan dengan hal memperkuat regulasi, meningkatkan sertifikasi sawit berkelanjutan, dan mendorong inovasi dalam sektor ini agar industri sawit tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga ramah lingkungan serta melakukan negosiasi dengan Uni Eropa. 

Kebijakan ini sebagai upaya Indonesia untuk Proaktif dan Komprehensif dalam "membangun jembatan ekosistem berkelanjutan", yaitu menciptakan keseimbangan antara industri sawit yang menggerakkan ekonomi nasional dengan upaya konservasi social dan lingkungan.

Keberhasilannya bergantung pada sinergi antara pemerintah, pelaku industri, petani, dan masyarakat dalam menerapkan praktik yang lebih bertanggung jawab.

Berdasarkan hal tersebut, Indonesia terus berkomitmen untuk memperjuangkan Rancangan Undang–Undang Komiditas Startegis yang tertuang dalam Prolegnas tahun 2025-2029 dengan tujuan untuk memberikan dasar hukum yang kuat guna melindungi dan mendorong komoditas-komoditas startegis di bidang perkebunan dan industri pengolahannya agar dapat dikelola secara optimal dalam hal memberikan kontribusi devisa maupun penciptaan lapangan kerja secara berkelanjutan. 

Maka dari itu, dengan komitmen yang kuat terhadap prinsip keberlanjutan, industri sawit Indonesia dapat terus bertumbuh tanpa merusak ekosistem, sehingga Indonesia tetap menjadi pemimpin global dalam produksi minyak sawit yang berkelanjutan serta memberikan manfaat jangka panjang bagi ekonomi nasional.

***

*) Oleh : Cornelius Corniado Ginting, Founder Center of Economic and Law Studies Indonesia Society (CELSIS)/Presidium Pusat Ikatan Sarjana Khatolik Indonesia (ISKA) Bidang Hukum dan Ham/Wakil Sekertaris Jenderal Pengurus Pusat Pemuda Khatolik.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

____________

**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

 

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.