https://malang.times.co.id/
Opini

Pajak untuk Gaji Buzzer dan Influencer, Kita Ikhlas?

Rabu, 12 Februari 2025 - 16:48
Pajak untuk Gaji Buzzer dan Influencer, Kita Ikhlas? Moh Ramli, Penulis Buku Tragedi Demokrasi.

TIMES MALANG, JAKARTA – Di Indonesia, media-media mainstream yang sudah terverikasi Dewan Pers kini tak terlalu diperhitungkan lagi oleh pemerintah. Pilar demokrasi ini seperti telah di anak-tirikan, kalau tidak mau disebut dihempaskan ke lorong gelap kematian.

Kalau pun media-media resmi ini masih bernafas, keberadaannya cukup mengenaskan. Media-media yang miskin, hanya menjadi pengunggah setia rilis-rilis mentah yang dibuat oleh para humas lembaga-lembaga negara.

Alih-alih melakukan investigasi serius dan kritik terhadap kebijakan pemerintah agar tak salah arah, media-media justru akhirnya terjerat karena isi perutnya 100 persen hasil dari kerja sama dengan rezim berkuasa. 

Lembaga pers pun mau tidak mau, suka tidak suka, membebek dan melakukan apapun yang diinginkan oleh pihak yang telah membayarnya tersebut. 

Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers, yang fungsinya untuk mendidik publik, melakukan pengawasan terhadap penguasa pun lumpuh total dan tak ada artinya lagi. 

Siapa penggantinya dan yang kini paling diistimewakan? Anda pun sudah tahu: influencer dan buzzer. Merekalah yang kini menyiarkan, meng-iklan-kan, bahkan jadi pagar besi dari pihak-pihak yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan rezim.

Mereka-mereka ini bukan lagi layaknya Anjing penjaga, melainkan seperti Serigala yang memangsa siapa saja yang tidak pro terhadap kepentingan tuan-nya itu.

Lewat merekalah semua kebohongan dan kealpaan penguasa bisa terjaga dengan baik. Mereka menjadi pencuci di media sosial atau pun di depan publik secara keseluruhan. Kebohongan dan kealpaan akhirnya menjelma  kebenaran palsu karena terus didengungkan secara terus menerus.

Masyarakat yang notabeni pendidikannya kurang baik, masyarakat yang masih kurang edukasi tentang media sosial, menjadi mangsa empuk. Psikologis mereka terseret arus kicauan demi kicauan dari influencer dan buzzer tersebut. Kebenaran akhirnya menjadi nampak salah. Kesalahan pun akhirnya bisa nampak benar.

Kerja-kerja keras influencer dan buzzer tentu tidak gratis. Rezim memberikan porsi besar "makan bergizi." Jabatan penting lalu diberikan kepada mereka, seperti kursi Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus, dan lain sebagainya. Menyedihkan memang, tapi itulah kenyataan di depan mata kita saat ini.

Kita Ikhlas?

Apa yang saya paparkan di atas bukan omon-omon. Pada Selasa (22/10/2024) di Istana Negara Jakarta, Presiden Prabowo Subianto melantik Raffi Ahmad jadi Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni pada Selasa (22/10/2024). 

Sang influencer dilantik oleh Kepala Negara berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 76/M tahun 2024 tentang Pengangkatan Utusan Khusus Presiden RI tahun 2024-2029.

Rudi Sutanto alias Rudi Valinka dilantik menjadi staf khusus Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid pada Senin (13/1/2025). Sang buzzer dilantik menjadi Staf Khusus Menteri Bidang Strategis Komunikasi. Rudi Valinka adalah pendengung alias buzzer era pemerintahan Presiden Jokowi.

Lalu terbaru, di tengah teriakan-teriakan tentang efisensi anggaran, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin justru melantik Deddy Corbuzier sebagai Staf Khusus pada Selasa (11/2/2025). Anda sudah tahu, ia adalah influencer setia dari Presiden Prabowo Subianto.

Gaji buzzer dan influencer tersebut bukan diambil dari uang pribadi Kepala Negara. Namun dipungut dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alias dari pajak-pajak yang dikumpulkan dari keringat rakyat Indonesia. Ya, dari kita semua.

Hal itu mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 137 Tahun 2024 Pasal 6 yang mengatur soal Penasihat Khusus Presiden, Utusan Khusus Presiden, dan Staf Khusus, hak keuangan yang diterima oleh Utusan Khusus Presiden setingkat dengan jabatan menteri. 

Apabila mengacu pada perpres tersebut, bila mengambil contoh jabatan Raffi Ahmad, maka  ia menerima gaji pokok sebesar Rp5.040.000 dan tunjangan Rp13.608.000 per bulan. Jika ditotal, gaji yang diterimanya itu adalah Rp18.648.000.

Lalu, pertanyaannya adalah, apa kita ikhlas dengan semua kenyataan pahit itu? Menurut saya, rakyat Indonesia masih memiliki kewarasan untuk terus bersuara tentang semua kebobrokan. (*)

***

*) Oleh: Moh Ramli, Penulis Buku Tragedi Demokrasi.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi TIMES Indonesia.

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.