TIMES MALANG, BLITAR – Galeri Barong Dwijaloka di Kelurahan Tawangsari, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, masih eksis memproduksi perlengkapan seni barongan dengan inovasi bentuk dan pembuatan barongan khusus yang bisa disesuaikan oleh pemesan, Setyo Budi perajin asal Blitar yang dikenal dengan nama Budi Landak, konsisten mengembangkan produksi barongan dengan sentuhan lokal dan pesanan khusus dari pelanggan berbagai daerah.
Didirikan sejak 2018, Galeri Barong Dwijaloka menjadi tempat produksi dan pameran barongan di Blitar. Setiap bulan, minimal tiga barongan diproduksi secara handmade dengan durasi pengerjaan 15 hingga 20 hari.
Bahan yang digunakan antara lain kayu waru dan dadap cangkring. Jenis barongan yang diproduksi juga semakin beragam, dari model singa klasik hingga bentuk kodok, babi, dan kerbau.
Menurut Budi, sebagian besar pelanggan datang karena tertarik pada bentuk barongan unik yang jarang dijual di tempat lain. Untuk mempertahankan kualitas, pengecatan dan finishing tetap dikerjakan langsung olehnya.
Widia Fitri Susanti, seorang seniman tari senior di Blitar, menjadi salah satu pelanggan tetap Galeri Dwijaloka. Ia memesan barongan kodok dan barongan kucing secara custom untuk mendukung pertunjukan tari tradisional yang menjadi karyanya
“Bentuknya presisi, kualitas catnya bagus dan awet. Yang paling saya suka, Mas Budi mau diajak diskusi desain dari awal sampai jadi,” ujarnya, Minggu (3/8/2025).
Menurutnya, pelayanan seperti itu sangat jarang ditemukan di pengrajin lain. Ia menilai karya barongan di Dwijaloka tidak diperlakukan sebagai produk massal, melainkan sebagai karya yang memiliki nilai seni tinggi.
Galeri Barong Dwijaloka yang menjadi ruang produksi sekaligus edukasi bagi pengunjung. (FOTO: Ardana Pramayoga/TIMES Indonesia)
“Pelayanan seperti ini yang bikin saya balik lagi. Karya yang dibuat terasa personal dan dihargai sebagai bagian dari tradisi,” tambahnya.
Galeri Dwijaloka tidak hanya melayani pesanan dari dalam kota Blitar. Pemesan juga datang dari luar kota hingga luar pulau, salah satunya dari Sumatera. Sebuah karya Dwijaloka bahkan pernah dibeli oleh Pemerintah Kabupaten Blitar dan dipamerkan dalam acara Amazing Blitar di Los Angeles, Amerika Serikat, pada 2018.
Harga barongan untuk keperluan pentas jaranan dibanderol mulai Rp3 juta. Untuk model hiasan dan mainan anak, tersedia versi mini dengan harga terjangkau.
Tak hanya berfokus pada produksi, Setyo Budi juga aktif menularkan keterampilannya kepada generasi muda. Ia melibatkan para remaja pecinta jaranan di sekitarnya dalam melestarikan kebudayaan leluhur
Widia Fitri Susanti turut mengapresiasi langkah edukatif ini. Menurutnya, keterlibatan perajin dalam dunia pendidikan adalah bentuk tanggung jawab budaya yang berdampak luas bagi pelestarian seni tradisional.
“Mas Budi tidak hanya menjual, tapi mendidik. Itu yang membuat barongan tetap hidup dan berkembang,” katanya.
Meski barongan bukan produk modern, Setyo Budi membuktikan bahwa dengan inovasi dan pelayanan, perajin tradisional tetap bisa bertahan di tengah era digital. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Budi Landak Pengrajin dari Blitar Pertahankan Barongan Lewat Galeri Barong Dwijaloka
Pewarta | : TIMES Magang 2025 |
Editor | : Deasy Mayasari |