https://malang.times.co.id/
Opini

Memahami Halal-Haram Menjadi Panitia Kurban

Jumat, 23 Mei 2025 - 13:47
Memahami Halal-Haram Menjadi Panitia Kurban Eko Saputro, Widyaiswara Ahli Madya-BBPP Batu

TIMES MALANG, MALANG – Sesuai nasehat dari ustadz Ammi Nur Baits, ahli fikih dan ushul fikih, alumni Al Madinah International University dan Universitas Gadjah Mada (teknik nuklir) serta pengasuh platform yang memberikan panduan hukum Islam bagi masyarakat. takmir atau setiap orang dalam panitia kurban wajib paham tentang halal dan haram terkait ibadah kurban. 

Semua pihak menghendaki kerjaasama yang baik antara sahibul kurban dengan panitia kurban. Kerja sama tersebut sangat berkaitan dengan keabsahan pelaksanaan ibadah kurban. Selain itu juga sangat berkaitan dengan kesempurnaan dalam pelaksanaan ibadah kurban. 

Halal haram terkait panitia kurban, akan lebih banyak fokus mengenai distribusi daging kurban pascapenyembelihan. Mau disalurkan ke pihak mana saja kita harus menyalurkan daging kurban.

Pertama, ditegaskan bahwa panitia kurban dan atau sohibul kurban dilarang untuk menggaji jagal dengan kulit hewan kurban atau bagian lainnya, apapun dari hasil hewan kurban. Hal ini didasarkan pada hadits shohih yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim sebagai berikut:

"Dari Ali bin Abi Thalib RA., mengatakan bahwa Nabi SAW memerintahkanku untuk menangani budn (unta-unta hadyu atau kurban) beliau, membagi dagingnya, kulitnya dan jilalnya. Dan saya dilarang memberikan upah jagal dari hasil kurban. Ali menambahkan: kami memberikan upah dari uang pribadi" (HR. Bukhari No. 1717 dan HR. Muslim No. 1317).

Jilal adalah semua aksesoris hewan kurban seperti  kaki bawah atau “kikil”, cingur, lidah, kepala. 

Kaidah fikihnya tidak boleh ada kerja yang diupah dari hasil kuban (daging, kulit, kikil, kepala dsb). Hal ini karena status dan posisi jagal komersial/profesional saat ibadah kurban adalah bekerja untuk menangani hewan kurban. 

Dengan demikian, dilarang jagal diupah dari hasil kurban. Begitu juga kerja sosial dari setiap orang dalam panitia kurban, atau siapapun yang bukan termasuk pantia yang terlibat dalam aktivitas kerja di pelaksanaan kurban dilarang diupah dari hasil kurban. 

Bahaya menjual kulit hewan kurban adalah membatalkan pahala kurban bagi sohibul kurban. Apalagi uang hasil penjualan kulit kurban dimanfaatkan oleh pribadi panitia atau sohibul kurban. Hal ini sesuai hadits yang diriwayatkan Al Hakim sebagai berikut:

“Siapa yang menjual kulit hewan kurbannya maka tidak ada kurban baginya” (HR. Al Hakim 2/390).

Kata “tidak ada kurban baginya” artinya kurbannya batal. Makna kata “menjual” bermakna ditransaksikan atau barter dengan sesuatu yang lainnya. Misalnya menjual kulit kurban dengan ditukar uang, ditukar dengan daging atau kambing, ditukar dengan jasa jagal atau ditukar dengan fasilitas atau perlengkapan kurban (pisau, tali). 

Status panitia kurban adalah wakil dari para shahibul kurban. Mereka mendapatkan amanah untuk menangani pelaksanaan ibadah kurban dan mengurus hewan kurban. Dengan demikian, lebih tepatnya perjanjian panitia kurban dan shohibul kurban adalah akad sosial bukan akad komersial. Sifatnya, panitia kurban adalah wakil shahibul kurban yang sukarela dan kerjanya bersifat sosial. 

Jika akad komersial, maka harus dilakukan di awal saat rekrutmen crew panitia kurban. Biasanya panitia kurban yang komersial adalah orang yang paling banyak kerja, pakai APD lengkap, paling rajin dan seterusnya. 

Dengan demikian kita harus bayar orang seperti ini dengan nilai tertentu. Bayarnya wajib pakai uang pribadi shohibul kurban, dilarang dibayar dengan hasil dari kurban atau uang hasil penjualan hasil kurban.

Jatah daging kurban untuk jagal komersial sebagai upah kerja adalah dilarang syaria’at. Jika jatah tersebut sebagai hadiah, diperbolehkan syari’at. 

Sementara itu, panitia atau tim hore yang biasanya paling banyak bahkan satu keluarga serumah bahkan orang sekampung ikut nimbrung dalam kegiatan kurban, maka tidak layak dibayar karena mereka sukarela dan kerja bakti sosial. Mereka juga sebaiknya tidak ada jatah daging kurban khusus panitia sebagai upah kerja. 

Panitia kurban tidak diizinkan atau dilarang menjual hasil kurban (kulit kurban, kepala, kikil) kemudian uangnya dimanfaatkan untuk biaya operasional. Hal ini karena sama dengan menjual hasil kurban yang manfaatnya kembali ke pemilik kurban. 

Termasuk juga dilarang menukar hasil kurban dengan aneka jasa atau fasilitas atau perlengkapan kurban, seperti konsumsi panitia, sewa tenda, pinjam pisau atau tali.

Panitia kurban harus amanah agar jangan terjadi jual beli hasil kurban dengan ditukar sesuatu hal yang manfaatnya kembali kepada shahibul kurban. 

*) Oleh : Eko Saputro, Widyaiswara Ahli Madya-BBPP Batu.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.