https://malang.times.co.id/
Opini

Saat Komunikasi Digital Tak Lagi Sehat

Jumat, 11 April 2025 - 19:06
Saat Komunikasi Digital Tak Lagi Sehat Ziya Ibrizah, S.I.Kom., M.I.Kom., Story Teller Nasional, Dosen Ilmu Komunikasi

TIMES MALANG, KALIMANTAN TIMUR – Di era digital yang serba terhubung 24/7, konsep "produktif" telah bergeser menjadi tuntutan konstan untuk selalu aktif, cepat tanggap, dan hadir di semua ruang komunikasi—baik itu email, WhatsApp grup kantor, Slack, hingga media sosial profesional. 

Fenomena ini memunculkan istilah baru: toxic productivity, di mana seseorang merasa bersalah jika tidak bekerja atau tidak terlihat sibuk. Ironisnya, komunikasi digital yang awalnya dirancang untuk memudahkan interaksi justru kian mendorong banyak individu ke dalam jurang burnout.

Menurut laporan dari International Labour Organization (ILO) dan WHO tahun 2022, lebih dari 745.000 orang di seluruh dunia meninggal setiap tahun akibat jam kerja berlebihan, dan sebagian besar kasus berasal dari pekerjaan berbasis digital dan hybrid. 

Di Indonesia, survei dari Populix (2023) mencatat bahwa 68% pekerja usia 25–40 tahun merasa stres karena beban kerja digital yang terus-menerus, terutama akibat tuntutan untuk selalu online bahkan di luar jam kerja.

Fenomena ini juga diperparah oleh budaya komunikasi instan yang tanpa batas waktu. Pakar komunikasi digital dari Universitas Indonesia, Dr. Ade Armando, menyebutkan bahwa "komunikasi yang terus-menerus tanpa henti telah menghapus batas antara ruang kerja dan ruang privat. 

Orang sulit membedakan mana waktu kerja dan mana waktu istirahat karena perangkat digital terus menuntut atensi." Ia menambahkan bahwa komunikasi digital yang tidak sehat dapat menyebabkan disorientasi sosial dan kelelahan psikologis kronis.

Begitu pula, Dosen Psikologi Komunikasi dari UGM, Dr. Sri Hastjarjo, menjelaskan bahwa toxic productivity erat kaitannya dengan digital narcissismkeinginan untuk terus menunjukkan performa dan pencapaian di ruang digital agar terlihat produktif. 

“Kita masuk ke era di mana ‘terlihat sibuk’ lebih penting daripada efisiensi dan well-being. Ini sangat berbahaya karena menormalisasi overwork dan mengabaikan sinyal tubuh dan mental kita sendiri,” jelasnya.

Bahkan Kementerian Kesehatan RI turut menggarisbawahi urgensi isu ini. Dalam pernyataannya pada Hari Kesehatan Mental Dunia 2023, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa “kesehatan mental harus menjadi prioritas dalam transformasi sistem kesehatan. Dunia kerja dan pendidikan kita harus mengadopsi pola komunikasi yang mendukung keseimbangan hidup, bukan justru memicu stres baru dari ruang digital.”

Masalahnya, meskipun banyak yang sadar akan dampak buruk toxic productivity, tidak sedikit individu dan perusahaan yang masih mengagungkan prinsip hustle culture. 

Di media sosial, konten tentang "grind terus-terusan", "kerja 18 jam sehari", atau "tidur itu untuk yang gagal" masih menjadi glorifikasi yang berbahaya, terutama bagi generasi muda yang sedang mencari arah karier.

Solusinya bukan sekadar membatasi waktu layar atau cuti tahunan, melainkan mengubah budaya komunikasi digital di organisasi dan masyarakat. Harus ada aturan yang jelas tentang jam kerja dan jam komunikasi. 

Beberapa perusahaan di Eropa bahkan menerapkan “right to disconnect”, yaitu hak karyawan untuk tidak menjawab komunikasi pekerjaan di luar jam kerja, yang terbukti menurunkan stres dan meningkatkan produktivitas jangka panjang.

Sebagai individu, kita juga perlu membangun literasi komunikasi digital yang sehat. Menyadari bahwa “offline” bukan berarti malas, bahwa “diam” bukan berarti tidak berkontribusi, dan bahwa menjaga kesehatan mental adalah bentuk produktivitas tertinggi.

Jika komunikasi digital terus berlangsung tanpa empati dan batasan, maka bukan efisiensi yang kita dapat, melainkan generasi yang lelah secara kolektif.

***

*) Oleh : Ziya Ibrizah, S.I.Kom., M.I.Kom., Story Teller Nasional, Dosen Ilmu Komunikasi.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.