TIMES MALANG, JAKARTA – Ombak menerjang profesi wartawan. Dunia kuli tinta pun tercoreng dan memprihatinkan. Nama baik profesi mulia menjadi menjadi tercemar. Dua insiden yang menampar wajah pers tersebut terjadi hampir bersamaan. Di Bojonegoro dan Tuban, kurang dari dua bulan terakhir terdapat kasus hukum yang mencatut nama wartawan.
Kali pertama perkara pembacokan di lokasi tambang yang terjadi di wilayah hukum Polres Tuban. Di mana korban dari aksi brutal pembacokan tersebut mengaku sebagai wartawan dari salah satu media online.
Perkara kedua yakni penangkapan dua tersangka pemerasan di wilayah hukum Polres Bojonegoro. Keduanya diduga melakukan pemerasan terhadap rekanan atau kontraktor. Dari dua tersangka, salah satunya juga mengaku sebagai wartawan dari sebuah media online.
Dari dua perkara tindak kriminal di atas, penulis berasumsi dan berkesimpulan setidaknya hal ini membuktikan adanya ketidakberesan yang terjadi pada kedua belah pihak yang berperkara. Baik pelaku tambang, kontraktor, maupun pelaku pemerasan yang menyatu sebagai wartawan itu sendiri.
Ada benang kusut yang harus diurai. Ada sengkarut persoalan yang harus ditangani aparat. Ada permainan yang harus dituntaskan dengan mengacu regulasi. Tidak ada impunitas terhadap pelanggar undang-undang, mengingat semua warga sejajar dalam regulasi dan aturan yang ada.
Benang hitam terkait adanya oknum wartawan yang meresahkan dan memeras acapkali bersiul dari ciutan para aparatur negara hingga perangkat desa. Terutama bagi kontraktor yang mengerjakan proyek fisik maupun pelaku tambang yang nakal.
Mengacu pada dua perkara di atas, tentu ketidakberesan pada pelaku tambang bisa saja gegara legalitas atau perizinan. Terutama izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) maupun persoalan sosial lainnya yang rentan terjadi di wilayah terdampak tambang.
Sementara perkara di Bojonegoro, ketidakberesan pada kontraktor ini cukup kuat. Sebab, sudah sempat terjadi transaksional dengan angka nominal yang disepakati antara kontraktor dan pelaku pemerasan. Ini tentu cukup menguatkan bahwa adanya dugaan ketidakberesan pada kontraktor dalam pengerjaan proyeknya.
Dibutuhkan sikap tegas dari aparat penegak hukum (APH). Jika petugas mampu bertindak tegas, setidaknya pertumbuhan pelaku tambang yang diduga ilegal yang marak terjadi tentu bisa diminimalisir. Bukan justru memberikan celah atau peluang (86) kepada pelaku tambang nakal.
Perusahaan tambang atau kontraktor juga sepatutnya tidak sengaja menciptakan "lubang-lubang". Artinya, kinerja perusahaan tambang maupun kontraktor harus tepat dan baik. Tidak menyalahi aturan proyek. Sepatutnya kontraktor mengerjakan proyek berkualitas sesuai rencana anggaran biaya (RAB).
Bukan sebaliknya memainkan material hingga mengurangi kualitas proyek demi keuntungan. Begitu pula, perusahaan tambang harus memenuhi perizinan. Maklum perizinan tambang cukup banyak. Apalagi tambang rentan bersinggungan pada kerusakan lingkungan.
Jika kontraktor dan perusahaan tambang bekerja sesuai aturan dan regulasi yang utuh tentu tidak ada celah bagi oknum wartawan yang hendak melakukan tindakan kejahatan.
Dewan Pers Harus Bersikap Tegas
Sikap tegas ini juga perlu dilakukan oleh Dewan Pers. Sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan khusus, Dewan Pers harusnya mampu untuk menuntaskan ketidakberesan terhadap media-media yang wartawannya terlibat tindak pidana.
Selain itu pertumbuhan media yang tidak dibarengi dengan legalitas serta sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan mumpuni maka sangat berpotensi melahirkan "pemeras-pemeras" baru. Dan kebijakan tegas itu ada di tangan Dewan Pers.
Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) Dewan Pers, terkait banyaknya penyalahgunaan profesi wartawan yang menjelma sebagai pemeras. Filter dan ketegasan kebijakan diperlukan. Jika dibiarkan atau tidak menjadi isu utama, tentu menjamurnya media abal-abal ini akan terus berkembang. Subur.
Mirisnya media-media yang tidak kompeten ini hanya dibutuhkan dan digunakan sebagai kedok untuk melakukan pemerasan maupun tindak kriminal lainnya yang mengatasnamakan media. Sebuah itikad buruk yang menodai wajah pers Indonesia.
Padahal, betapa sulitnya seorang wartawan melahirkan sebuah berita. Butuh waktu untuk mencari referensi. Butuh tenaga untuk liputan di lokasi. Butuh pengetahuan untuk mengoneksikan dengan riset atau kajian ilmiah.
Setiap hari, pengguna smartphone membaca berita dari media-media digital. Atau di rumah menonton televisi menampilkan tajuk-tajuk berita yang up-date. Atau membaca koran bagi masyarakat yang berlangganan. Betapa berharganya sebuah berita. Ditulis secara cermat dengan angle yang akurat dan tulisan tanpa salah ketik.
Jurnalisme menjadi pilar keempat demokrasi atau fourth estate sejak abad 18. Menjadi pilar dan fungsi kontrol ketika pemerintah menyimpang dari norma etika dan aturan. Mengingat jurnalis sebagai profesi, tentu ada seperangkat aturan yang mengaturnya.
Dari berbagai referensi, kerja jurnalistik tidak ada hubungannya dengan suap dan pemerasan. Dua kutub yang berbeda dan terpisahkan. Tentu, jika ada oknum wartawan meminta suap dan memeras, sudah sewajarnya ditangani secara hukum pidana oleh kepolisian. Hal tersebut sudah termasuk pelanggaran cukup berat dan fatal, serta menyalahi khittah profesi jurnalis.
Sebaliknya, jika ada dugaan pelanggaran dalam kerja-kerja jurnalistik, ada jalur-jalur tersendiri ketika terjadi sengketa pers. Semua sudah diatur dalam regulasi. Tentu, jika ada pengaduan dalam kerja-kerja jurnalistik, menjadi lembaran baru bagi wartawan atau media untuk berbenah.
Berdasar data yang dihimpun dari Dewan Pers, pengaduan sengketa pemberitaan ke Dewan Pers masih marak terjadi. Pada 2024 (Januari-Juni) ada 320 pengaduan dan 221 perkara selesai. Angka ini diprediksi akan terus meningkat, dari tahun ke tahun.
Pada 2023 ada 813 pengaduan sengketa pers diterima Dewan Pers. Dan, 794 perkara tuntas. Pada 2022 ada 691 sengketa pers diadukan ke Dewan Pers. Dan, 95 persen perkara tuntas atau 663 perkara selesai. Pada 2021, ada 774 pengaduan pers, dan 681 perkara selesai. Pada 2020 ada 567 perkara pers dan 479 sengketa selesai.
Mengacu kode etik jurnalistik, perilaku dan tindakan wartawan dalam kegiatan jurnalistik termaktub pada pasal 2 berkaitan wartawan Indonesia menempuh cara-cara profesional dalam tugas-tugas jurnalistik. Meliputi berita tidak plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri. Tidak menyuap hingga menghormati hak privasi.
Pasal 6 menjelaskan, wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Sedangkan, pasal 9 menjabarkan, wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Heruthahjo Soewardojo dalam buku Mengadu(kan) Pers: Kumpulan Untold Story Penanganan Pengaduan di Dewan Pers menyebutkan, bahwa pengaduan ke Dewan Pers setiap tahun cenderung meningkat. Tingginya angka pengaduan masyarakat ke Dewan Pers, juga disebabkan karena meningkatnya kesadaran masyarakat terkait sosialisasi dan literasi.
Di sisi lain, sejak 9 Februari 2012, Dewan Pers dan Polri menyepakati nota kesepahaman penyelesaian kasus sengketa pers sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Isi nota kesepahaman ini prinsipnya menegaskan, siapa pun yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers semestinya mengadukan perkaranya ke Dewan Pers, bukan ke polisi.
Arus informasi terus bergulir. Kebebasan pers menjadi elemen tsunami informasi. Beratnya proses jurnalistik, harus menjadi fondasi bagi semua saja yang hendak mendirikan perusahaan pers.
Wartawan harus lulus uji kompetensi. Begitu pun, media harus lulus verifikasi. Faktual maupun secara administrasi. Nama wartawan sudah bersertifikasi dapat diakses di laman Dewan Pers. Begitu pun, media sudah lulus verifikasi juga bisa dipantau melalui aplikasi. (*)
***
*) Oleh : Bambang Yulianto, Jurnalis Metro TV.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |