TIMES MALANG, TUBAN – Pendidikan di Indonesia saat ini tengah mengalami berbagai perubahan kebijakan yang signifikan, terutama yang berkaitan dengan profesi guru. Kebijakan baru dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (disingkat Kemendikdasmen) menyiratkan adanya upaya penyederhanaan administrasi dan penguatan profesionalisme guru, baik ASN (Aparatur Sipil Negara) maupun non-ASN.
Penyederhanaan administrasi ini bertujuan agar guru dapat lebih fokus pada tugas utama mereka, yaitu mengajar dan mendidik. Proses administratif yang selama ini dianggap membebani, kini dimaksudkan untuk lebih efektif dan efisien, memberikan waktu yang lebih banyak bagi guru untuk berinteraksi dengan murid dan mengembangkan metode pengajaran yang lebih inovatif.
Namun, meski penyederhanaan administrasi diharapkan dapat meringankan beban kerja guru, tantangan terbesar yang masih ada adalah terkait dengan penguatan profesionalisme guru itu sendiri. Profesionalisme guru tidak hanya dilihat dari seberapa banyak sertifikasi yang mereka miliki, tetapi juga dari bagaimana mereka terus berkembang dalam bidang pendidikan, menerapkan metode pengajaran yang up-to-date, dan mampu menjadi teladan bagi muridnya.
Penguatan ini, salah satunya, diwujudkan dalam kebijakan sertifikasi yang diperkenalkan untuk ASN dan non-ASN. Sertifikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap guru memiliki kompetensi yang sesuai dengan standar pendidikan yang ditetapkan. Meskipun demikian, masih ada tantangan besar terkait dengan pelaksanaan sertifikasi tersebut, mengingat adanya disparitas antara guru yang sudah berpengalaman dan yang baru mengajar.
Selain itu, kesejahteraan guru juga menjadi perhatian penting dalam kebijakan ini. Kesejahteraan yang lebih baik diharapkan dapat meningkatkan motivasi guru untuk bekerja lebih optimal dan berkontribusi pada kemajuan pendidikan di Indonesia. Namun, kesejahteraan yang dimaksud tidak hanya sebatas pada gaji, tetapi juga pada fasilitas kerja yang memadai, perlindungan hukum yang jelas, dan dukungan psikologis agar guru tidak merasa terisolasi.
Masih banyak guru yang merasa belum mendapatkan kesejahteraan yang layak, terutama yang berada di daerah terpencil dan daerah dengan kondisi ekonomi yang kurang mendukung. Di sinilah peran pemerintah sangat penting untuk memastikan adanya pemerataan kesejahteraan bagi seluruh guru, tanpa terkecuali.
Di sisi lain, fenomena yang kerap terjadi belakangan ini, yaitu permasalahan hukum yang menyangkut guru, menjadi salah satu tantangan yang perlu segera diselesaikan. Kasus kriminalisasi terhadap guru yang terlibat dalam persoalan hukum, meski dengan niat baik, seringkali memperburuk citra profesi guru. Hal ini menambah beban psikologis yang dirasakan oleh guru.
Padahal, seorang guru sejatinya adalah figur yang melindungi dan mendidik generasi penerus bangsa, bukan pihak yang harus berhadapan dengan hukum hanya karena menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, kebijakan yang dikeluarkan harus memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi guru.
Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap guru memiliki jaminan hukum, sehingga mereka tidak merasa terancam dalam menjalankan profesinya. Perlindungan hukum ini juga penting agar guru tidak merasa takut memberikan pendidikan yang terbaik bagi muridnya, termasuk dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
Penyederhanaan administrasi dan penguatan profesionalisme guru yang diupayakan dalam kebijakan ini tentu harus dilihat secara holistik. Tak hanya mengurangi beban administratif, tetapi juga memberikan ruang bagi guru untuk lebih fokus pada pengembangan diri dan peningkatan kualitas pengajaran.
Pembenahan dalam kebijakan ini harus dilaksanakan dengan memperhatikan kesenjangan antara guru di kota besar dan di daerah terpencil. Perhatian terhadap perbedaan ini penting agar tidak terjadi ketimpangan dalam kualitas pendidikan yang diberikan. Oleh karena itu, diperlukan upaya nyata untuk memperbaiki distribusi guru, memberikan pelatihan yang merata, serta menyediakan akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan oleh seluruh guru.
Sebagai bagian dari kebijakan baru ini, juga sangat penting untuk mengedepankan prinsip inklusivitas dan keadilan bagi semua guru. Hal ini mencakup pemenuhan hak-hak dasar mereka, seperti akses terhadap pelatihan berkelanjutan, pengakuan terhadap pengalaman mengajar yang sudah dimiliki, serta adanya sistem penilaian yang objektif dan transparan.
Sistem sertifikasi yang baik tidak hanya mengutamakan kuantitas tetapi juga kualitas kompetensi guru itu sendiri. Penguatan ini dapat mencakup berbagai bidang, mulai dari pemahaman kurikulum terbaru, keterampilan dalam penggunaan teknologi pendidikan, hingga kemampuan dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif.
Dalam hal ini, pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya berfokus pada aspek administratif, tetapi juga pada kebutuhan nyata guru di lapangan. Misalnya, dengan memberikan akses kepada guru di daerah terpencil untuk mengikuti pelatihan dan sertifikasi yang lebih mudah diakses dan terjangkau. Selain itu, kebijakan ini juga harus melibatkan para pemangku kepentingan di tingkat lokal untuk memahami dan merespons kebutuhan guru dengan lebih tepat.
Melihat berbagai fenomena yang terjadi belakangan ini, termasuk kasus-kasus hukum yang melibatkan guru, penting bagi kebijakan yang ada untuk menciptakan iklim yang mendukung dan menguatkan profesi guru, bukan malah melemahkan.
Dengan adanya kebijakan yang memperhatikan perlindungan hukum, pengakuan terhadap kompetensi, dan peningkatan kesejahteraan, diharapkan profesi guru dapat tetap menjadi profesi yang dihargai dan dihormati. Guru tidak hanya diharapkan untuk mendidik, tetapi juga diberikan dukungan untuk berkembang, berinovasi, dan melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Adaptasi kebijakan pendidikan yang mengarah pada penguatan profesionalisme guru dan penyederhanaan administrasi memang menjadi langkah yang sangat positif, namun perlu diimbangi dengan implementasi yang realistis, merata, dan tidak diskriminatif. Hal ini akan memastikan bahwa guru dapat menjalankan tugasnya dengan baik tanpa merasa terbebani, dan yang terpenting, profesi guru tetap terjaga kehormatan dan integritasnya di mata masyarakat.
***
*) Oleh : Ida Fauziyah, Mahasiswa PPG Calon Guru, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |