https://malang.times.co.id/
Pendidikan

Tim Doktor Mengabdi UB Kembangkan Pupuk Organik Ramah Lingkungan

Rabu, 27 Agustus 2025 - 18:25
Tim Doktor Mengabdi UB Kembangkan Pupuk Organik Ramah Lingkungan Tim Doktor Mengabdi (DM) Universitas Brawijaya (UB) melaksanakakan program pengabdian kepada masyarakat di Desa Campurasri, Kecamatan Karangjati, Kabupaten Ngawi pada 26-27 Agustus 2025. (Foto: Rita Parmawati for TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Tim Doktor Mengabdi (DM) Universitas Brawijaya (UB) melaksanakakan program pengabdian kepada masyarakat di Desa Campurasri, Kecamatan Karangjati, Kabupaten Ngawi pada 26-27 Agustus 2025. Kabupaten Ngawi menjadi lumbung padi terbesar kedua di Jawa Timur yang potensial untuk dikembangkan Pertanian Ramah Lingkungan Berkelanjutan (PRLB). 

Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Ngawi juga berfokus pada peningkatan hasil panen khususnya padi dengan menggunakan pupuk organik. "Gunanya untuk menjaga kesuburan tanah jangka panjang. Hal ini sejalan dengan visi misi Bupati Ngawi untuk mewujudkan PRLB,“ ujar Kepala DKPP Kabupaten Ngawi.

Mayoritas petani di Kabupaten Ngawi khususnya Kecamatan Karangjati sudah menerapkan pertanian organik. Mereka memanfaatkan pupuk organik pada 50% lahan yang diolah dan 50% sisanya menggunakan pupuk kimia. 

Sebenarnya masyarakat menginginkan menggunakan pupuk organik namun mereka masih belum yakin dengan hasil panen apakah bisa sama dengan pupuk kimia. Selain itu, regenerasi petani muda di Kabupaten Ngawi juga menjadi tantangan besar kedepan. Oleh sebab itu, kolaborasi dengan Perguruan Tinggi menjadi salah satu upaya mendorong PRLB di sana.

Tim-Dokter-Mengabdi-UB-a.jpgPembuatan pupuk organik oleh Tim Doktor Mengabdi (DM) Universitas Brawijaya (UB) dan petani Ngawi. (Foto: Rita Parmawati for TIMES Indonesia)

Tim Doktor Mengabdi ini berasal dari lintas fakultas yang dipimpin oleh Dr. Rita Parmawati, S.P., M.E dari Fakultas Pertanian (FP). Beberapa anggota antara lain Prof. Amin Setyo Leksono, Ph.D (FMIPA), Dr. Prisca Kiki Wulandari, M.Sc (FISIP), dan Santi Kusuma Fajarwati, M.Pd (FP) juga ikut terjun ke lapangan.

Mereka menginisiasi pembuatan pupuk organik yakni ecoenzym dan MOL (Mikroorganisme Lokal) dan katalisator pupuk organik yakni biosaka yang dapat dimanfaatkan oleh para petani di Desa Campurasri. 

Desa ini dipilih karena mayoritas petaninya telah memanfaatkan pupuk organik MOL. Namun, MOL yang dibuat masih sebatas MOL buah. Padahal ada beberapa macam MOL yang dapat dibuat dari bahan rempah-rempah.

Tim Doktor Mengabdi juga menyerahkan modul yang berisi resep pembuatan pupuk organik dan katalisatornya. Kegiatan ini mendorong terwujudnya SDGs no 12 yakni Konsumsi dan Produksi yang bertanggung jawab.

Sebanyak 50 petani bergabung dan memperaktekkan ilmu yang pembuatan pupuk organik. ;Dr. Rita Parmawati, S.P., M.E mempraktikkan pembuatan ecoenzym dengan bahan limbah organik buah dan sayur. Selain bahan-bahan tersebut perlu juga ditambahkan gula merah serta air dengan komposisi 10:3:1 yang berarti 10 L air, 3 kg limbah organik, dan 1 kg gula merah. 

Dirinya menambahkan bahwa ada beberapa buah dan sayur yang tidak bisa dimanfaatkan untuk ecoenzym. Diantaranya yang mengandung minyak tinggi (alpukat), berkulit keras (salak, kelapa), mengandung antibakteri tinggi (kulit bawang merah) dan buah atau sayur yang busuk atau berlendir.

Ecoenzym baru bisa dipanen menjadi pupuk organik setelah difermentasi selama 3 bulan. Dalam kegiatan tersebut Rita dan tim juga membawa ecoenzym yang sudah siap panen untuk dicoba oleh para petani.

Tim-Dokter-Mengabdi-UB-b.jpgTim Doktor Mengabdi (DM) Universitas Brawijaya (UB) bersama DKPP Ngawi. (Foto: Rita Parmawati for TIMES Indonesia)

Kegiatan kedua adalah pembuatan pupuk dari MOL yang dipraktikkan oleh Prof. Amin Setyo Leksono, Ph.D. Ia mempraktikkan pembuatan MOL buah dan Mol rempah-rempah.

"Komposisi yang diperlukan masih sama 10 L air bisa menggunakan air cucian beras, air bersih, atau air kelapa, 3 kg buah manis atau rempah-rempah dan 1 kg gula merah atau molase (tetes tebu). Pupuk MOL dapat dipanen lebih cepat daripada ecoenzym yakni 2 minggu setelah pembuatan," ungkapnya.

Ketiga adalah pembuatan katalisator pupuk organik yang disebut biosaka. Praktik pembuatan biosaka dipraktikkan oleh Ibu Santi Kusuma Fajarwati, M.Pd. Adapun bahan biosaka adalah rumput yang masih sehat dan air. 

Produk-produk pupuk organik dan katalisator yang sudah jadi dari kegiatan Doktor Mengabdi ini diserahkan kepada petani untuk dicoba pada lahan pertanian mereka. Kegiatan ini juga didukung oleh mahasiswa KKN dari Fakultas Pertanian PSDKU Kediri sebanyak lima orang.

Setelah praktik pembuatan pupuk, mahasiswa KKN yang memantau keberhasilan ecoenzym dan MOL yang telah dibuat selama dua minggu. Pada bulan November 2025, Tim Doktor Mengabdi dan mahasiswa KKN akan kembali untuk melihat keberhasilan pembuatan ecoenzym.

Rita mengakui bahwa tantangan terbesar dalam penggunaan pupuk organik adalah mengubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat untuk beralih dari pupuk kimia ke pupuk organik. 

“Oleh karena itu, perlu adanya kolaborasi antar stakeholder khususnya pemerintah (Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, Pemerintah Desa, PPL), akademisi dan masyarakat untuk saling mendorong dan mendukung penggunaan pupuk alami,” pungkas ketua kelompok Doktor Mengabdi UB tersebut. (D)

Pewarta : Khodijah Siti
Editor : Khodijah Siti
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.