TIMES MALANG, MALANG – Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Malang jadi atensi serius Fraksi di DPRD Kabupaten Malang. Pasalnya, dalam kurun waktu terakhir, target PAD Kabupaten Malang, diketahui tidak pernah tercapai 100 persen.
Ketua Fraksi PDIP Kabupaten Malang, Abdul Qodir mengungkapkan, rapor merah realisasi PAD beberapa OPD didapati jeblok, dan terungkap saat Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Malang, pada Rabu (23/4/2025) lalu.
Dimana, dari hasil pembahasan DPRD Kabupaten Malang terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Malang Tahun Anggaran 2024, tercatat capaian PAD rendah dari beberapa sektor pendapatan berikut:
Dari target Rp 1.039.565.414.636, PAD Pemkab Malang hanya terealisasi 90,12 persen. Jika dirupiahkan, sebesar Rp 936.840.695.343.
Capaian PAD yang paling memperihatinkan adalah retribusi daerah pelayanan kesehatan RSUD Ngantang. Dari target Rp 3,1 miliar, hanya terealisasi sebesar Rp 4,7 juta atau 0,15 persen.
Sementara retribusi parkir jalan umum dari target Rp 17.877.875. 974, hanya terealisasi sebesar Rp 2,7 miliar atau 15,50 persen.
Pada tahun yang sama, retribusi pelayanan tempat rekreasi dan pariwisata Wendit, tercatat dari target Rp 5,240 Miliar, hanya terealisasi sebesar Rp 264 Juta atau 5,04 persen.
Kemudian retribusi penyediaan tempat pelelangan ikan (TPI), dari target Rp 9,964 miliar, hanya terealisasi Rp 2, 402 miliar atau setara 24,12 persen.
"Dari fakta tersebut bisa disimpulkan, Pemerintah Kabupaten Malang kurang cermat dalam hal penentuan target retribusi. Tidak didasarkan kajian data potensi yang ada, atau memang kurang serius mendongkrak PAD," tandas Abdul Qodir.
Abdul Qodir atau karib disapa Adeng menilai, secara keseluruhan Pemkab Malang menunjukkan pengelolaan keuangan yang cukup hati-hati. Namun, pendapatan yang tidak sepenuhnya tercapai, menurutnya perlu dilakukan perbaikan menyeluruh.
"Di sisi lain, rasio pajak yang rendah dan rasio kemandirian daerah yang masih kecil menjadi aspek yang perlu difokuskan untuk meningkatkan keberlanjutan fiskal dan kemandirian ekonomi daerah," tandasnya.
Adeng menambahkan, perencanaan anggaran secara realistis, harus menggunakan pendekatan Zero Based Budgeting, untuk memastikan anggaran disusun sesuai dengan kebutuhan dan proyeksi yang realistis, mempertimbangkan faktor eksternal seperti inflasi dan krisis.
Menurutnya, Pemkab Malang juga harus mampu melakukan pemanfaatan ruang fiskal dengan bijaksana untuk merespons kebutuhan mendesak tanpa mengganggu program prioritas. Termasuk juga, menyiapkan cadangan fiskal untuk kejadian tak terduga.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat penting dan strategis sebagai penunjang desentralisasi fiskal dan pembangunan daerah.
Jika PAD dan fiskal daerah tidak sehat, kata Adeng, hal itu berdampak buruk kepada neraca APBD Kabupaten Malang secara keseluruhan. Serta, akan mengganggu pelaksanaan program yang telah direncanakan.
Fraksi PDIP, lanjut Adeng, merekomendasikan perlunya efisiensi penggunaan anggaran dengan pengawasan ketat dan evaluasi berkelanjutan.
"Haris ada evaluasi berkala dan alihkan dana yang tidak terpakai ke program lebih mendesak. Juga melakukan pengawasan anggaran dan transparansi penggunaannya, memanfaatkan teknologi informasi seperti e-Budgeting, untuk bisa memantau anggaran secara realtime," ujarnya.
Terkait masalah ini, kata Adeng, juga diperlukan peningkatan kapabilitas SDM melalui bimtek terkait pengelolaan BMD tidak hanya oleh BKAD. Akan tetapi, hal itu juga penting untuk semua penanggung jawab BMD di seluruh OPD, yang selama ini kurang mendapat perhatian.
TIMES Indonesia mengkonfirmasi pihak Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Malang perihal rendahnya capaian pendapatan retribusi parkir dari target yang dipatok di tahun 2024.
Kepala Dishub Kabupaten Malang, Bambang Istiawan tidak menampik realisasi retribusi parkir jalan umum sebesar Rp 2,7 miliar. Capaian target yang rendah ini menurutnya bahkan sudah terjadi beberapa tahun belakangan.
"Capaian retribusi parkir memang segitu (Rp 2,7 miliar) untuk tahun lalu. Bahkan, sejak tahun 2022 tercapai sejumlah itu. Tetapi, pada 2021 lalu sebenarnya ada peningkatan, lebih besar," terang Istiawan dalam sambungan ponselnya.
Menurut Bambang, jumlah capaian Rp 2,7 miliar itu, karena memang potensinya berdasarkan setoran juru parkir sejumlah itu. Meski, diakuinya jumlah titik parkir tepi jalan umum ada kurang lebih 600 titik lokasi.
"Tiap titik parkir jalan umum, setoran dari jukir rata-rata mampu Rp 10-15 ribu per hari. Dan, setoran retribusi parkir dihitung berdasarkan pengakuan jukirnya," jelasnya.
Bambang juga menyampaikan fakta kekurangan personel perparkiran di Dinas Perhubungan, untuk bisa mengcover ratusan titik parkir tepi jalan umum se Kabupaten Malang.
Karena itu pula, pola pengelolaan parkir dengan digitalisasi sudah lama direncanakan, dan sampai hari ini terus coba diwujudkan. Beberapa kali komunikasi juga sudah dilakukan Dishub Kabupaten Malang dengan menggandeng pihak swasta untuk penerapan pola seperti e-parking.
Konsekuensi yang harus dipikirkan, lanjutnya, bagaimana bisa menyiapkan perangkat sistem, sekaligus memberi honor petugas atau operator yang menjaga operasional e-parking.
"Sistem pengelolaan parkir digital seperti e-parking memang bisa meminimalisir kebocoran, sekaligus mengatasi kekurangan personel untuk pengawasan titik-titik parkir. Semoga tahun ini bisa terealisasikan," demikian Bambang Istiawan. (*)
Pewarta | : Khoirul Amin |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |