TIMES MALANG, YOGYAKARTA – Beberapa waktu yang lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan Langkah tegas dengan memblokir 35.395 rekening yang terkait dengan pinjaman online (Pinjol) illegal dengan total akumulasi dana mencapai Rp 1,7 triliun. 

Jumlah ini menggambarkan betapa massif dan seriusnya persoalan pinjol ilegal di Indonesia, yang selama ini telah menjebak jutaan Masyarakat dalam hutang berbunga tinggi dan penagihan yang tidak manusiawi. 

Pinjol ilegal hadir dengan menawarkan pencairan dana hanya dalam hitungan menit atau jam tanpa perlu datang ke kantor atau membawa dokumen fisik. Cukup unggah KTP dan isi data di aplikasi, dana bisa langsung cair. 

Ini sangat menarik bagi masyarakat yang butuh uang cepat. Tapi di balik itu semua, banyak Masyarakat yang akhirnya terjebak dalam lingkaran utang dan tekanan mental. 

Fenomena ini membuka fakta penting, masih banyak masyarakt Indonesia yang mengalami kesulitan mengakses pembiayaan ke Lembaga keuangan formal, termasuk ke bank syariah. 

Lantas, pertanyaannya bagaimana bank syariah mampu menjangkau kelompok masyarakat yang rentan tergoda pinjol ilegal-karena kebutuhan mendesak atau karena minimnya literasi keuangan? Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan. 

Pertama, memperkuat edukasi keuangan berbasis syariah. Bank syariah perlu aktif melakukan literasi keuangan kepada masyarakat, khususnya kelompok rentan. 

Edukasi ini bukan hanya soal mengenalkan produk, tapi juga membangun kesadaran tentang pentingnya memilih pembiayaan yang halal, adil, dan transparan. Program literasi bisa dilakukan melalui media sosial, webinar komunitas, hingga kolaborasi dengan pesantren dan organisasi keagamaan.

Kedua, digitalisasi layanan. Bank syariah dapat mengadopsi kemudahan layanan ala pinjol tanpa meninggalkan prinsip syariah. Misalnya, dengan menghadirkan aplikasi mobile banking syariah yang user-friendly, proses verifikasi digital berbasis biometrik, serta pembiayaan mikro instan berbasis akad syariah yang lebih cepat dan transparan. Kecepatan dan kemudahan inilah yang menjadi kunci agar bank syariah mampu bersaing dalam ekonomi digital. 

Ketiga, kolaborasi dengan platform digital halal. Bank syariah bisa memperluas jangkauannya melalui kerjasama dengan marketplace syariah, aplikasi UMKM halal, atau ekosistem digital berbasis komunitas muslim. 

Dengan masuk ke dalam ekosistem yang memang sudah mengutamakan prinsip halal dan thayyib, bank syariah dapat lebih efektif menyasar target pasar yang memang memiliki kesadaran menghindari transaksi berbasis riba.

Keempat, peran aktif OJK dalam pengawasan pinjol ilegal. Selain upaya dari industri perbankan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu meningkatkan volume early warning dalam pengawasan dan penindakan tegas pinjol ilegal.

Sosialisasi bahaya pinjol ilegal, pemutakhiran daftar pinjol resmi, serta kampanye anti-pinjol ilegal harus terus digencarkan untuk memutus akses masyarakat ke jalur pembiayaan ilegal.

Dengan Langkah-langkah strategis ini,ke depan, bank syariah bisa menjadi garda terdepan pembiayaan memutus rantai pinjol ilegal dan menjadi solusi layanan keuangan masyarakat yang mudah dijangkau, cepat dalam pelayanan, dan tetap berlandaskan nilai-nilai syariah.

***

*) Oleh : Rofiul Wahyudi, Dosen Perbankan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.