TIMES MALANG, JAKARTA – Era digital banyak memberikan kemudahaan bagi umat manusia, tetapi juga menghadirkan berbagai masalah, termasuk tantangan bagi kerukunan umat beragama.
Melalui media sosial misalnya, warga masyarakat dapat dengan mudah tergelincir untuk terlibat dalam penyebaran misinformasi, berita palsu (hoaks) dan ujaran kebencian yang berpotensi memecah-belah kerukunan umat beragama.
Konten media sosial tak jarang bersifat kasar, agresif, atau menyinggung umat beragama yang berbeda sehingga dapat memicu kecurigaan, permusuhan bahkan konflik antaragama.
Dunia digital juga memunculkan otoritas baru, baik individu maupun kelompok, di luar struktur keagamaan tradisional.
Tak jarang "otoritas baru" itu mendayagunakan teknologi informasi dan perangkat digital serta media sosial untuk memperkuat statusquo dan popularitas dirinya dengan dengan cara menyebarkan ideologi ekstremis yang menimbulkan sikap intoleran, bahkan aksi-aksi terorisme bermotif agama.
Peran Data Induk dalam Mewujudkan Bangsa Indonesia yang Religius
Sejalan dengan tren semakin menguatnya pemanfaatan big data dan analisis data bagi pengambilan kebijakan publik, data induk atau sistem satu data keagamaan memainkan peran yang semakin penting.
Data induk pendidikan agama dan keagamaan misalnya dapat berperan sebagai titik tolak bagi pemerintah/Kemenag dalam membuat keputusan dan kebijakan terkait kebutuhan publik yang lebih berkualitas.
Saat ini Kemenag berupaya untuk mengintegrasikan data pendidikan agama dan keagamaan melalui Education Management Information System (EMIS) 4.0 Berdasarkan data induk EMIS, pemerintah (Kemenag) dapat melakukan analisis data guna menemukan akar masalah dan solusi untuk meningkatkan mutu pendidikan agama dan keagamaan lewat pembangunan infrastruktur pendidikan, pengadaaan/peningkatan fasilitas pembelajaran, mengalokasi tunjangan bagi guru/dosen dan beasiswa bagi peserta didik.
Sama seperti tujuan pendidikan nasional yang diamanatkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan agama dan keagamaan pun bertujuan mendidik peserta didik supaya menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, menjunjung tinggi nilai-nilai moral seperti kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan empati, bersikap inklisif dan berpikiran kritis.
Dengan kata lain, data keagamaan membantu Kemenag menyusun kebijakan yang memungkinkan sekolah/perguruan tinggi membentuk peserta didik atau generasi muda bangsa yang religius.
Upaya membangun generasi muda bangsa yang religus dapat dilakukan melalui kegiatan kurikuler (pembelajaran agama di ruang kelas, atau melalui kegiatan intrakurikuler yang menekankan pembiasaan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Atau pun melalui kegiatan kegiatan kokurikuler, dan ekstrakurikuler yang mengedepankan semangat toleransi melalui pergaulan/interaksi yang inklusif, dan kerja sama lintas agama.
Berdasarkan data induk keagamaan pula, Kemenag dapat meningkatkan kualitas pegawai KUA sehingga dapat menyelenggarakan Bimbingan Perkawinan bagi Calon Pasangan Pengantin, pelaksanaan akad Nikah, pembinaan bagi keluarga muda supaya dapat menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.
Data induk keagamaan juga membantu Kemenag memporoses izin dan menyediakan bantuan pembangunan atau renovasi rumah ibadah. Keberadaan rumah ibadah yang layak memungkinkan umat beragama dapat menjalankan ibadatnya dengan nyaman, sehingga menjadi insan yang semakin religius.
Data Haji, Zakat, dan Wakaf sebagai Penguat Nilai Spiritualitas
Selanjutnya, guna memperkuat nilai spiritualitas dan kesejahteraan hidup umat, Kemenag membutuhkan data induk keagamaan yang memuat data sheet mengenai data haji, data zakat, infaq dan sedekah (ZIS) dan data dana sosial keagamaan lainnya (DSKL).
Data haji misalnya dapat memudahkan Kemenag menyusun kebijakan dan merancang program layanan terpadu seperti pendaftaran haji, persiapan ibadah haji, perjalanan haji dan pelaksanaan ibadah haji, sehingga semua jemaah haji dapat meraih haji mabrur atau ibadah yang diterima oleh Allah SWT dan memberikan kebaikan bagi diri sendiri serta orang lain.
Bagi umat Islam ibadah haji, ZIS-DSKI dan wafaf adalah hal spirittual dan ekspresiki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt. Oleh Data ZIS-DSKL sangat penting karena dapat menjadi penguat nilai spiritual.
Berdasarkan data itu Kemenag dapat menyusun kebijakan, memastikan pengeolaan ZIS-DSKL dan wakaf berlangsung transparan dan akuntabel.
Dengan data itu Kemenag dapat melakukan koordinasi dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan Perkumpulan Organisasi Pengelola Zakat (POROZ) untuk mengoptimalisasi pengolaan ZIS dan DSKL serta wakaf.
Terkait itu, Kemenag pun dapat merancang kerja sama kolaboratif dengan Bappenas dan Bapeda dan BPS untuk mengintegrasikan angka kemiskinan BPS, data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) dengan data mustahik (penerima zakat).
Hal ini untuk memastikan distribusi ZIS-DSKL, tepat sasaran dalam menanggulangi masalah kemiskinan di Indonesia.
Integrasi Data untuk Toleransi dan Harmoni Sosial
Data induk keagamaan juga bermanfaat untuk penguatan pendidikan lintas agama, baik melalui pendidikan formal maupun non-formal.
Pendidikan lintas agama dalam pendidikan formal, dapat dilakukan di sekolah non-agama dan pendidikan agama. Untuk maksud ini, Kemenag dapat bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan untuk menyusun kurikulum pendidikan lintas agama yang berkualitas.
Pendidikan lintas agama juga dapat dilakukan untuk masyarakat umum melalui pendidikan non-formal di berbagai lembaga seperti masjid, pondok pesantren, sekolah minggu, gereja, vihara, klenteng, lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, dan majelis taklim, juga melalui lokakarya dan seminar.
Salah satu topik pendidikan lintas agama yang banyak dibahas adalah tentang moderasi beragama. Tema ini relevan karena dalam beberapa tahun terakhir, kecenderungan sikap intoleran makin hari makin menguat, baik di dalam internal umat beragama ataupun eksternal (Bdk.Alya Mutiara Khansa (2022).
Dalam artikelnya di Jurnal Mubtadiin (2021), Mustaqim Hasan dari UIN An Nur Lampung menyebutkan, ciri moderasi beragama rahmatan lil’alaamiin meliputi, aspek Wasathiyah (Mengambil jalan tengah); aspek I’tidal (Adil); Tasamuh (Toleransi), Syuro (Musyawarah), dan Ishlah (Reformasi).
Jadi, data keagamaan berperan membantu Kemenag merancang berbagai program untuk memperkuat toleransi, harmoni sosial, dan kerukunan antaragama.
Kolaborasi antar Lembaga Keagamaan dalam Pengelolaan Data
Data keagamaan akan bermanfaat secara optimal, apabila pengelolaan (pengumpulan data, pengorganisasian data, pemanfaatan data, pengawasan data, penegakan peraturan dan regulasi) dilakukan secara efektif.
Pengelolaan data yang efektif memastikan bahwa data terpercaya dengan tingkat ketelitian yang memadai, terintegrasi, dan menganut "prinsip data terbuka".
Prinsip data terbuka adalah pedoman untuk menyediakan data bagi publik dengan cara yang mudah diakses dari/di mana saja, kapan saja, dapat digunakan kembali, dan bebas dari batasan.
Supaya memiliki data dengan kualitas disebutkan di atas, semua unit kerja di Kemenag perlu berkolaborasi secara efektif.
Kolaborasi hendaknya terjadi baik secara internal unit kerja, maupun antar unit dan antar kelompok agama(Islam, Katolik, kristen, Hindu, Budha, Konghucu). Kolaborasi juga hendaknya bermuara pada terbangunnya data induk keagamaan atau sistem satu data Kemenag.
Bahkan, belakangan ini Kemenag telah berkolaborasi dengan Bapemas, Bapeda dan BPS mengsinergikan data mustahik dengan data Regsosek untuk memastikan bahwa melalui distribusi ZIS-DSKL tepat sasar.
Tantangan dan Solusi
Tantangan utama dalam pengelolaan data Kemenag adalah adanya perbedaan standar data antar lembaga agama. Dengan kata lain, data kemenag belum terstandarisasi.
Standardisasi data adalah proses mengubah data ke dalam format umum agar pengguna dapat memproses dan menganalisisnya.
Sebagian besar organisasi dan lembaga publik, termasuk Kemenag, memanfaatkan data dari sumber yang beragam. Kemudian, data itu diarsip di gudang data, lake, penyimpanan awan (cloud), dan menjadi basis data.
Data dari sumber yang berbeda dapat menjadi masalah jika tidak diformat secara seragam dengan standar tertentu.
Hal tersebut dapat menyebabkan kesulitan di kemudian hari, misalnya, saat data tersebut hendak digunakan untuk membuat dasbor dan visualisasi, dan untuk hal lain.
Standarisasi data sangat penting karena berbagai alasan. Pertama-tama, ini membantu Kemenag menetapkan elemen dan atribut yang didefinisikan secara konsisten, serta menyediakan katalog data yang komprehensif.
Apa pun wawasan yang ingin Kemenag peroleh atau masalah yang ingin lembaga ini pecahkan, memahami data dengan benar merupakan titik awal yang penting.
Oleh karena itu, Kemenag perlu mengubah data dimilikinya ke dalam format yang seragam, dengan definisi yang logis dan konsisten. Definisi ini akan membentuk metadata Kemenag, label yang mengidentifikasi apa, bagaimana, mengapa, siapa, kapan, dan di mana data itu disimpan. Itulah dasar dari proses standardisasi data.
Dari perspektif akurasi, standarisasi cara akan memberi label pada data yang akan meningkatkan akses ke informasi yang paling relevan dan terkini. Hal ini juga akan membantu mempermudah analisis data dan pelaporan hasil analisis.
Dari segi keamanan, katalogisasi yang cermat membentuk dasar pendekatan autentikasi dan otorisasi yang kuat, yang akan menerapkan pembatasan keamanan pada item data dan pengguna data sebagaimana mestinya.
Sayangnya, hingga kini unit-unit kerja di Kemenag belum menerapkan standardisasi data.
Menggunakan data yang tidak terstandarisasi atau tidak ternormalisasi secara tidak sengaja dapat menimbulkan risiko bias dan varians yang tinggi, terutama ketika Kemenag hendak melakukan analisis data menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) seperti model pembelajaran mesin (machine learning).
Hasil analisis dari data yang bias tidak layak dipakai untuk menjadi basis pengambilan keputusan atau pembuatan kebijaksanaan. Jadi, data yang tidak terstandardisasi adalah data yang kurang bermanfaat.
Sebagai solusi atas masalah tersebut, Kemenag perlu segera melakukan harmonisasi standar data. Berkenaan dengan itu, Kemenag juga perlu meningkatkan kerjasama lintas unit kerja dan lintas agama untuk bersama-sama mengembangkan standardisasi data.
Dan, terakhir, Kemenag perlu segera mewujudkan pembangunan data induk atau sistem satu data Kemenag, sehingga data Kemenag terintegrasi dan memenuhi prinsip data terbuka.
Ingat, data induk keagamaan yang berintegritas adalah fondasi yang kuat bagi upaya pembangunan bangsa yang religius dan toleran. Oleh karena itu, Kemenag harus terus memperkuat kolaborasi antar agama demi terciptanya sisten pengelolaan data yang efektif.
***
*) Oleh : Mubasyier Fatah, Koordinator Bidang Ekonomi Kreatif, Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU), Bendahara Umum PP MATAN, dan Pelaku Industri TI.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |