TIMES MALANG, YOGYAKARTA – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Republik Indonesia, Abdul Mu’ti, telah secara resmi mengesahkan Peraturan nomor 1 tahun 2025 tentang redistribusi guru Aparatur Sipil Negara (ASN) pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat, atau biasa disebut sekolah swasta.
Peraturan perdana dalam periode kepemimpinan Abdul Mu’ti ini secara tegas dan lugas menetapkan bahwa guru ASN yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dapat diperbantukan di sekolah swasta.
Kebijakan ini tentu menjadi angin segar bagi penyelenggara sekolah swasta yang dalam beberapa tahun terakhir harus tertatih-tatih berjuang memenuhi kebutuhan guru.
Mengubah Paradigma
Kebijakan Menteri kelahiran Kudus 2 September 1968 ini tercatat sebagai keputusan yang berani, karena berbeda dengan regulasi sebelumnya. Sejak Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN diberlakukan, pemerintah secara berangsur menarik guru ASN dari sekolah swasta untuk mengajar di sekolah negeri.
Kebijakan ini berdampak signifikan terhadap banyak sekolah swasta, khususnya yang berkemampuan finansial terbatas, terseok-seok mencari guru pengganti.
Selain itu, kebijakan penempatan guru yang lulus PPPK tidak di sekolah asal tetapi di sekolah negeri juga menjadi persoalan bagi sekolah swasta. Terdapat puluhan ribu guru dari sekolah swasta yang lulus PPPK berpindah menjadi pengajar di sekolah negeri.
Mereka yang bermigrasi tidak hanya berstatus guru, tetapi juga ada Kepala atau Wakil Kepala Sekolah. Padahal, mencari guru pengganti dengan jumlah sangat banyak dan dalam waktu bersamaan tidak semudah membalik telapak tangan.
Oleh karena itu, kebijakan yang dikeluarkan Menteri Dikdasmen ini sejatinya menunjukkan perhatian pemerintah terhadap sekolah swasta. Sekalipun redistribusi guru ASN hanya berlaku maksimal delapan tahun, tetapi secara substansi kebijakan tersebut perlu mendapat apresiasi secara memadai.
Kenapa? Karena kebijakan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir cenderung absen memberi perhatian serius terhadap sekolah swasta. Pemerintah hanya fokus pada sekolah negeri, dan kurang peduli pada sekolah swasta, karena dianggap sudah ada penyelenggaranya.
Paradigma dikotomis ini tampaknya sedang diubah oleh Abdul Mu’ti, sehingga penting kita ketahui bersama tentang motivasi yang menjadi dasar pengambilan kebijakan redistribusi guru ASN ke sekolah swasta.
Tiga Dasar Kebijakan
Menurut hemat penulis, setidaknya ada tiga pilar yang menjadi dasar kebijakan tersebut, yaitu pertama, aspek historis. Abdul Mu’ti sebagai akademisi dan professor di bidang pendidikan Islam sangat paham dengan peran sekolah swasta dalam lintasan sejarah bangsa.
Sekolah-sekolah swasta telah tampil sebagai garda terdepan dalam mendidik anak bangsa jauh sebelum negara dan bangsa ini merdeka. Tugas mencerdaskan anak bangsa yang semestinya menjadi tanggungjawab negara telah diambil alih sekolah swasta.
Karena itu, tidak berlebihan jika Menteri Dikdasmen memberi perhatian terhadap sekolah swasta melalui redistribusi guru ASN, mengingat kontribusinya dalam sejarah bangsa ini sangat besar.
Kedua, aspek yuridis. Keberadaan sekolah swasta di Indonesia telah diakui secara yuridis, khususnya melalui Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003.
Dalam regulasi ini bahkan disebutkan sekolah swasta dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana dan sumber daya lainnya (termasuk guru-guru ASN) secara adil dan merata dari pemerintah. Dalam konteks ini, kebijakan Abdul Mu’ti tentang redistribusi guru ASN merupakan bagian dari pelaksanaan amanat Undang-undang Sisdiknas.
Ketiga, aspek sosiologis. Abdul Mu’ti menyadari betapa besar jumlah penduduk yang harus mendapat sentuhan pendidikan. Mereka tidak dapat sepenuhnya ditampung di sekolah negeri yang jumlahnya tidak sebanding dengan kebutuhan.
Pada titik ini, keberadaan sekolah swasta sejatinya membantu pemerintah dalam menunaikan salah satu tugas utamanya, yakni mencerdaskan anak bangsa.
Dengan demikian, tatkala ada sekolah swasta mengalami kekurangan guru, maka tidak heran jika Menteri Dikdasmen berupaya hadir membantu dan menyelesaikan masalah itu. Sebab, bantuan yang diberikan pada hakikatnya untuk memperlancar penunaian tugas pemerintah sendiri.
Semangat dan komitmen Menteri Dikdasmen yang tersirat dalam kebijakan tersebut tentunya perlu dikawal sampai tataran implementasinya. Sebab, pelaksana kebijakan redistribusi guru ASN adalah tim pertimbangan yang terdiri dari unsur Dinas Pendidikan Propinsi dan Kabupaten/Kota serta Badan Kepegawaian Daerah.
Semoga kebijakan redistribusi guru ASN ini memiliki dampak positif dan berhasil menumbuhkan asa baru bagi sekolah swasta yang juga berperan membantu pemerintah dalam mencerdaskan anak bangsa.
***
*) Oleh : Dr. Farid Setiawan, M.Pd.I., Direktur Yayasan Pegiat Pendidikan Indonesia, Anggota Dewan Pendidikan DI Yogyakarta, dan Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |