https://malang.times.co.id/
Opini

Pemangkasan DBH yang Menguji Keadilan Fiskal Kutai Timur

Jumat, 19 Desember 2025 - 07:14
Pemangkasan DBH yang Menguji Keadilan Fiskal Kutai Timur Ogie Anang Albanjari, Mahasiswa Magister Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.

TIMES MALANG, MALANG – Rencana pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Kabupaten Kutai Timur menghadirkan kegelisahan serius bagi masa depan pembangunan daerah. DBH selama ini bukan sekadar pos anggaran, melainkan penopang utama kapasitas fiskal daerah penghasil sumber daya alam. 

Ketika wacana pemangkasan itu mencuat ke ruang publik, yang dipertaruhkan bukan hanya keseimbangan APBD, tetapi juga relasi kekuasaan antara pusat dan daerah dalam kerangka desentralisasi fiskal yang selama ini diklaim sebagai fondasi keadilan pembangunan.

Dalam perspektif jaringan kebijakan, pemangkasan DBH tidak bisa dibaca sebagai keputusan teknokratis semata. Ia merupakan hasil interaksi berbagai aktor dengan kepentingan dan posisi yang tidak setara. Pemerintah pusat, khususnya otoritas fiskal nasional, memegang kendali dominan dalam perumusan kebijakan dengan dalih stabilitas makro dan efisiensi anggaran. 

Sementara itu, pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten berada pada posisi reaktif, berusaha mempertahankan ruang fiskal yang kian menyempit melalui pernyataan politik, advokasi publik, bahkan ancaman gugatan hukum.

Ketimpangan dalam jaringan perumusan kebijakan ini terlihat jelas ketika informasi pemangkasan DBH beredar lebih cepat dibanding proses konsultasi formal dengan daerah terdampak. Kutai Timur, sebagai daerah penghasil, menghadapi risiko besar akibat keputusan yang dirancang jauh dari konteks lokal. 

Di sinilah problem klasik desentralisasi fiskal muncul kembali: daerah diberi tanggung jawab pembangunan yang luas, tetapi ruang pengambilan keputusan fiskal tetap terkonsentrasi di pusat. Jaringan kebijakan yang seharusnya bersifat kolaboratif justru bergerak secara hierarkis, dengan daerah ditempatkan sebagai penerima dampak, bukan mitra setara.

Ketika kebijakan memasuki tahap implementasi, tekanan terhadap daerah menjadi semakin nyata. Ketergantungan Kutai Timur pada DBH membuat pemangkasan ini berpotensi memicu tekanan fiskal yang serius. Pemerintah daerah dipaksa melakukan efisiensi anggaran, menunda program pembangunan, dan melakukan refocusing belanja dalam waktu singkat. 

Pernyataan pejabat daerah yang menyebut perlunya “mengencangkan ikat pinggang” mencerminkan situasi darurat fiskal yang bukan disebabkan oleh lemahnya tata kelola lokal semata, melainkan oleh guncangan kebijakan vertikal dari pusat.

Dalam jaringan kebijakan yang sehat, implementasi kebijakan seharusnya disertai mekanisme mitigasi, koordinasi, dan kompensasi yang jelas. Namun, pemangkasan DBH yang bersifat mendadak tanpa skema transisi berpotensi menimbulkan disfungsi jaringan. 

Hubungan antara pusat dan daerah menjadi tegang, kepercayaan melemah, dan efektivitas kebijakan dipertanyakan. Daerah penghasil berada dalam posisi dilematis: di satu sisi dituntut menjaga kinerja pembangunan, di sisi lain kehilangan sebagian besar sumber pembiayaannya.

Dampak implementasi ini tidak berhenti pada angka-angka fiskal. Pemangkasan DBH berisiko menggerus belanja infrastruktur, layanan publik, dan program sosial yang menyentuh langsung masyarakat. Tekanan fiskal berulang juga dapat menurunkan minat investasi publik dan memperlambat proyek strategis daerah. 

Dalam jangka panjang, kondisi ini justru berpotensi memperlebar ketimpangan antarwilayah, baik di dalam Kalimantan Timur maupun antara daerah penghasil dan non-penghasil di tingkat nasional.

Tahap evaluasi kebijakan menjadi krusial, namun sering kali diabaikan atau dipersempit menjadi laporan administratif. Dalam kerangka jaringan kebijakan, evaluasi seharusnya menjadi ruang umpan balik kolektif yang melibatkan pusat, daerah, dan masyarakat. 

Jika evaluasi dilakukan secara sepihak oleh pusat tanpa mendengar pengalaman daerah penghasil, legitimasi kebijakan akan terus menurun. Daerah seperti Kutai Timur dapat merasa diperlakukan secara tidak adil, meskipun secara formal kebijakan tersebut sah secara hukum.

Lebih jauh, pengalaman menunjukkan bahwa transfer fiskal, termasuk DBH, tidak otomatis meningkatkan kesejahteraan tanpa tata kelola yang kuat. Namun, kesimpulan ini tidak boleh digunakan sebagai justifikasi untuk memangkas DBH secara serampangan. 

Pemangkasan tanpa perbaikan desain jaringan kebijakan justru memindahkan risiko dari pusat ke daerah, tanpa menyentuh akar persoalan tata kelola fiskal nasional.

Karena itu, kebijakan DBH perlu dikembalikan pada semangat awal desentralisasi: keadilan fiskal dan pengakuan terhadap kontribusi daerah penghasil. Pemerintah pusat perlu membangun proses konsultasi yang bermakna, menggunakan formula alokasi yang transparan, dan membuka ruang negosiasi berbasis data. 

Di sisi lain, pemerintah daerah juga dituntut memperkuat kapasitas fiskal internal dan mengurangi ketergantungan ekstrem pada DBH, agar posisi tawarnya dalam jaringan kebijakan semakin kuat.

Pemangkasan DBH bukan sekadar soal pengurangan angka transfer, melainkan ujian bagi komitmen negara terhadap keadilan pusat-daerah. Tanpa jaringan kebijakan yang setara, transparan, dan partisipatif, kebijakan fiskal berisiko menjadi sumber konflik baru dan menggerus kepercayaan publik. 

Jika desentralisasi ingin tetap relevan, maka daerah tidak boleh terus-menerus diposisikan sebagai objek kebijakan, melainkan sebagai subjek yang didengar dan dihargai.

***

*) Oleh : Ogie Anang Albanjari, Mahasiswa Magister Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.