https://malang.times.co.id/
Opini

Infrastruktur Kutai Timur dan Rapuhnya Jaringan Kebijakan

Jumat, 19 Desember 2025 - 08:25
Infrastruktur Kutai Timur dan Rapuhnya Jaringan Kebijakan Mario, Mahasiswa Magister Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.

TIMES MALANG, MALANG – Pembangunan infrastruktur kerap diposisikan sebagai simbol kehadiran negara di daerah. Jalan, jembatan, dan sarana publik lainnya tidak hanya merepresentasikan kemajuan fisik, tetapi juga menjadi penentu akses ekonomi, pelayanan dasar, dan kualitas hidup masyarakat. 

Di Kabupaten Kutai Timur, pembangunan infrastruktur sejak pemekaran daerah membawa harapan besar untuk mengejar ketertinggalan dan menghubungkan wilayah-wilayah yang sebelumnya terisolasi. 

Namun, di balik geliat pembangunan tersebut, terdapat persoalan mendasar yang kerap luput dari perhatian, yakni rapuhnya jaringan kebijakan yang menopang proses perencanaan, implementasi, hingga evaluasi pembangunan infrastruktur.

Kutai Timur memiliki karakter wilayah yang luas dengan kepadatan penduduk yang relatif rendah. Sejarahnya sebagai daerah yang terdiri dari kecamatan-kecamatan yang terpencar membuat infrastruktur jalan menjadi kebutuhan paling mendesak. Pada masa awal, konektivitas antarwilayah masih bergantung pada jalan berbatu dan sebagian kecil jalan beraspal. 

Kondisi ini tentu menghambat distribusi hasil pertanian, pertambangan, serta mobilitas sosial masyarakat. Kesadaran akan ketertinggalan infrastruktur inilah yang mendorong pemerintah daerah menjadikan pembangunan sarana dan prasarana sebagai prioritas utama.

Namun, pembangunan infrastruktur tidak pernah sekadar urusan teknis atau persoalan ketersediaan anggaran. Ia adalah produk dari kebijakan publik yang lahir melalui interaksi banyak aktor dengan kepentingan, kapasitas, dan posisi yang tidak selalu setara. 

Dalam perspektif jaringan kebijakan, pembangunan infrastruktur di Kutai Timur memperlihatkan bagaimana pemerintah daerah, DPRD, pemerintah provinsi, hingga aktor non-pemerintah seperti masyarakat dan sektor swasta saling terhubung dalam satu arena kebijakan yang kompleks. Masalahnya, keterhubungan tersebut belum sepenuhnya berjalan secara setara dan kolaboratif.

Pada tahap perumusan kebijakan, pembangunan infrastruktur kerap dimulai dari identifikasi masalah yang sebenarnya sudah lama dirasakan masyarakat: ketimpangan antarwilayah, buruknya akses jalan, serta terbatasnya sarana pendukung aktivitas ekonomi. 

Sayangnya, proses identifikasi ini masih didominasi oleh aktor pemerintah, sementara suara masyarakat sering kali hadir secara formalitas melalui forum perencanaan yang kurang substansial. Jaringan kebijakan yang seharusnya membuka ruang dialog justru cenderung hierarkis, sehingga kebutuhan riil di tingkat lokal tidak selalu terakomodasi secara utuh dalam desain kebijakan.

Ketika kebijakan memasuki tahap implementasi, persoalan lain muncul. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur memang mengalokasikan anggaran besar untuk pembangunan infrastruktur dan terus mendorong percepatan proyek-proyek fisik. Jalan dibangun, diperbaiki, dan sarana publik ditambah. Namun, luasnya wilayah membuat pemerataan pembangunan menjadi tantangan serius. 

Tidak semua wilayah dapat disentuh dalam satu tahun anggaran, dan kondisi ini memunculkan persepsi ketidakadilan di tengah masyarakat. Di sisi lain, lemahnya pengawasan serta keterbatasan koordinasi antaraktor sering kali menyebabkan ketidaksesuaian antara rencana dan pelaksanaan di lapangan.

Dalam jaringan kebijakan yang sehat, implementasi seharusnya menjadi ruang negosiasi dan penyesuaian yang dinamis. Kenyataannya, relasi antaraktor masih bersifat sektoral dan kurang terintegrasi. 

Pemerintah daerah berjalan dengan logika administratif, DPRD dengan kepentingan politik, sementara masyarakat berada pada posisi sebagai penerima dampak tanpa ruang kontrol yang memadai. Akibatnya, pembangunan infrastruktur berisiko kehilangan orientasi jangka panjang dan terjebak pada pencapaian fisik semata, bukan pada keberlanjutan dan manfaat sosial.

Tahap evaluasi kebijakan pun belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran bersama. Evaluasi sering kali berhenti pada laporan administratif dan serapan anggaran, tanpa membuka ruang refleksi kritis terhadap kualitas pembangunan.

Dalam kerangka jaringan kebijakan, evaluasi semestinya bersifat partisipatif, melibatkan masyarakat, akademisi, dan aktor non-pemerintah lainnya. Tanpa evaluasi yang terbuka dan akuntabel, proyek infrastruktur berisiko tidak berkelanjutan, minim pemeliharaan, dan gagal menjawab kebutuhan nyata masyarakat.

Pembangunan infrastruktur di Kutai Timur pada akhirnya memperlihatkan satu pelajaran penting: keberhasilan kebijakan tidak hanya ditentukan oleh besarnya anggaran atau banyaknya proyek, tetapi oleh kualitas jaringan kebijakan yang mengikat para aktor di dalamnya. 

Tanpa komunikasi yang setara, transparansi yang kuat, dan partisipasi yang bermakna, pembangunan berpotensi menciptakan ketimpangan baru di tengah upaya mengurangi ketertinggalan.

Karena itu, penguatan jaringan kebijakan menjadi agenda mendesak. Pemerintah daerah perlu membuka ruang kolaborasi yang lebih luas dengan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya sejak tahap perencanaan. 

Transparansi data proyek dan anggaran harus diperkuat agar publik dapat berperan sebagai pengawas. Di saat yang sama, kapasitas aktor lokal perlu ditingkatkan agar mereka tidak sekadar menjadi objek pembangunan.

Jika pembangunan infrastruktur ingin benar-benar menjadi motor kesejahteraan, maka kebijakan tidak boleh dipahami sebagai instruksi sepihak dari atas. Ia harus lahir dari jaringan yang hidup, setara, dan saling percaya. Di sanalah masa depan pembangunan Kutai Timur dipertaruhkan: bukan hanya pada beton dan aspal, tetapi pada kualitas relasi kebijakan yang menopangnya.

***

*) Oleh : Mario, Mahasiswa Magister Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.