https://malang.times.co.id/
Opini

Ibu, Lentera Kehidupan yang Abadi

Senin, 22 Desember 2025 - 23:02
Ibu, Lentera Kehidupan yang Abadi Dr. Noer Rohmah, M.Pd.I., Ketua STIT Ibnu Sina Malang, Sekretaris LPTNU, dan Pengurus Muslimat NU Kabupaten Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Hari Ibu kerap diperingati dengan bunga, unggahan foto, dan kata-kata manis yang bertebaran di media sosial. Kita merayakannya dengan rasa haru dan kebanggaan, seolah ingin menegaskan bahwa ibu adalah sosok yang tak tergantikan. 

Namun, di balik perayaan itu, ada makna yang jauh lebih dalam dari sekadar simbol dan seremonial. Hari Ibu sejatinya adalah ruang refleksi untuk memahami betapa besar peran ibu dalam membentuk kehidupan, peradaban, dan masa depan sebuah bangsa.

Sejarah mencatat bahwa peringatan Hari Ibu berakar dari gerakan penghormatan terhadap peran perempuan. Di Amerika Serikat, Hari Ibu pertama kali diperingati pada 1908 atas inisiatif Anna Jarvis sebagai bentuk penghormatan kepada ibunya dan para ibu yang berkontribusi dalam Perang Sipil. Gagasan tersebut kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. 

Di negeri ini, tanggal 22 Desember dipilih bukan sekadar untuk mengenang sosok ibu dalam ranah domestik, tetapi juga untuk menegaskan kontribusi perempuan khususnya ibu dalam perjuangan, pembangunan, dan kehidupan sosial bangsa.

Dalam perspektif Islam, penghormatan terhadap ibu memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Rasulullah SAW secara tegas menempatkan ibu pada posisi utama dalam hal bakti seorang anak. Hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ketika Rasulullah SAW tiga kali menyebut “ibumu” sebelum “ayahmu”, bukan sekadar pengulangan kata, melainkan penegasan nilai. 

Islam memahami bahwa beban biologis, emosional, dan sosial yang dipikul seorang ibu tidak sebanding dengan siapa pun. Dari rahimnya kehidupan dimulai, dari pelukannya karakter dibentuk, dan dari doanya harapan dirawat tanpa pamrih.

Pertanyaannya kemudian, mengapa penghormatan kepada ibu begitu ditekankan? Jawabannya terletak pada pengorbanan yang sering kali tak kasat mata. Seorang ibu tidak hanya melahirkan, tetapi juga merelakan banyak hal dalam hidupnya. 

Impian pribadi kerap dikesampingkan, tenaga dan waktu dihabiskan, bahkan rasa lelah sering disimpan sendiri. Pengorbanan itu tidak selalu tercatat, tidak selalu dipuji, dan sering dianggap sebagai kewajaran. Padahal, justru di situlah letak keagungannya.

Ibu adalah sosok dengan peran yang berlapis-lapis. Ia mengelola rumah tangga, mendidik anak, menjaga harmoni keluarga, sekaligus sering kali ikut menopang ekonomi. Kemampuan seorang ibu dalam menjalani banyak peran sekaligus bukanlah sesuatu yang sederhana. Ia mengatur waktu, emosi, dan tenaga dalam satu tarikan napas kehidupan. 

Ketika situasi kacau, ibu sering kali menjadi titik tenang yang memastikan segalanya tetap berjalan. Inilah kerja sunyi yang jarang disadari, tetapi sangat menentukan.

Lebih dari itu, ibu adalah sekolah pertama bagi setiap manusia. Dalam Islam, istilah madrasatul ula bukan sekadar metafora indah, melainkan realitas nyata. Dari ibu, seorang anak belajar mengenal dunia: berbicara, berjalan, bersikap, dan memahami nilai. 

Kejujuran, empati, tanggung jawab, dan keteguhan sering kali ditanamkan bukan melalui ceramah panjang, tetapi melalui teladan hidup sehari-hari. Apa yang dilakukan ibu akan membekas jauh lebih dalam dibandingkan apa yang diucapkan.

Dalam banyak fase kehidupan, ibu juga menjadi tempat kembali. Ketika dunia terasa berat, ibu hadir sebagai pelindung; ketika langkah goyah, ibu menjadi penguat. Ia percaya pada kemampuan anaknya bahkan ketika sang anak meragukan dirinya sendiri. 

Dorongan itu sering menjadi energi tersembunyi yang mendorong seseorang melangkah lebih jauh dari batas yang ia kira mampu. Dalam diam, ibu adalah motivator paling setia dan paling tulus.

Kehebatan seorang ibu pada akhirnya menjelma sebagai jembatan antara mimpi dan kenyataan. Banyak keberhasilan lahir bukan hanya dari kerja keras individu, tetapi dari doa yang tak pernah putus dan dukungan yang tak pernah surut. 

Di balik pencapaian, sering ada sosok yang tak tampil di panggung, tetapi selalu berdiri di belakang: seorang ibu. Kekuatan batinnya, keteguhan cintanya, dan keikhlasan doanya menjadi lentera yang menerangi jalan generasi setelahnya.

Ibu memang kerap diidentikkan dengan ranah domestik, namun perannya melampaui itu semua. Ia ikut membentuk kualitas sumber daya manusia, menentukan arah moral masyarakat, dan secara tidak langsung memengaruhi kemajuan bangsa. Peradaban yang besar lahir dari keluarga-keluarga yang kuat, dan keluarga yang kuat hampir selalu bertumpu pada peran ibu yang kokoh.

Karena itu, Hari Ibu seharusnya tidak berhenti pada ucapan terima kasih dan perayaan simbolik. Ia harus menjadi pengingat bahwa menghormati ibu berarti menghargai kerja-kerja sunyi, mendukung peran strategisnya, dan menciptakan lingkungan sosial yang adil bagi perempuan. Ibu adalah lentera kehidupan, ia mungkin tak selalu disorot, tetapi tanpanya, jalan masa depan akan kehilangan cahaya.

***

*) Oleh : Dr. Noer Rohmah, M.Pd.I., Ketua STIT Ibnu Sina Malang, Sekretaris LPTNU, dan Pengurus Muslimat NU Kabupaten Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.