https://malang.times.co.id/
Wisata

Telaga Rambut Monte Blitar yang Terjaga karena Tradisi dan Kepercayaan Masyarakat

Senin, 28 Juli 2025 - 09:00
Telaga Rambut Monte Blitar yang Terjaga karena Tradisi dan Kepercayaan Masyarakat Air jernih Telaga Rambut Monte di Desa Krisik, Gandusari, Kabupaten Blitar. (FOTO: Ardana Pramayoga/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, BLITARTelaga Rambut Monte di Desa Krisik, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, tetap terjaga kelestariannya hingga saat ini. Lokasi telaga ini diyakini warga sebagai tempat suci, bukan tempat ritual pesugihan.

Warga dan pengelola menolak anggapan negatif tersebut. Mereka menyatakan bahwa Rambut Monte adalah kawasan spiritual yang dijaga dengan tradisi adat, bukan dikaitkan dengan praktik mistis modern.

Rambut Monte dan Sistem Kepercayaan Lokal

Rizal-Aprianto.jpgRizal Aprianto, mahasiswa Universitas Negeri Malang, menikmati suasana Telaga Rambut Monte saat berkunjung. (FOTO: Ardana Pramayoga/TIMES Indonesia)

Rambut Monte dikenal sebagai kawasan telaga jernih dengan ikan endemik bernama Ikan Dewa. Masyarakat meyakini ikan tersebut adalah perwujudan prajurit yang dikutuk pada masa lalu. Karena keyakinan itu, warga tidak berani menyakiti atau mengambil ikan dari telaga.

"Tempat ini dianggap suci. Kami masih rutin melakukan nyadran dan larung wedhus kendhit sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur," ujar Muhammad Suryo Nadi Pratama yang merupakan pemuda setempat (11/7/2025) sore.

Ia juga menegaskan bahwa tidak ada praktik pesugihan di kawasan tersebut. Telaga ini merupakan ruang spiritual yang dijaga melalui sistem kepercayaan turun-temurun oleh warga sekitar.

Pengunjung dari daerah lain juga mulai tertarik karena narasi budaya yang kuat. Salah satunya adalah Rizal Aprianto, mahasiswa Universitas Negeri Malang.

"Saya tidak tertarik datang karena kisah angkernya. Justru menarik melihat bagaimana warga menjaga lingkungan lewat tradisi," ujar Rizal saat berkunjung ke lokasi.

Keyakinan terhadap larangan adat menjadi semacam pagar tak terlihat yang melindungi kawasan dari kerusakan. Tidak ada yang berani membuang sampah atau mencemari telaga karena dianggap mengganggu kesucian alam.

Sistem ini terbukti menjaga kondisi air tetap jernih dan lingkungan sekitar tetap alami. Di tengah banyaknya tempat wisata yang rusak karena kurangnya pengawasan, Rambut Monte tetap terjaga oleh kesadaran kolektif warga.

Konservasi Budaya dan Lingkungan di Rambut Monte

Telaga-Rambut-Monte-2.jpgPemandangan Telaga Rambut Monte dari balik pepohonan rindang di kawasan wisata religi dan budaya Desa Krisik, Gandusari, Kabupaten Blitar. (FOTO: Ardana Pramayoga/TIMES Indonesia)

Konsep pelestarian berbasis budaya yang diterapkan di Rambut Monte menjadi contoh pendekatan ekologis yang lahir dari akar lokal. Ritual adat yang dijalankan bukan sekadar bentuk ibadah, tetapi juga cara efektif menjaga ekosistem.

Meski berada di wilayah hutan lindung, kawasan wisata ini tidak banyak mengalami perubahan bentuk. Penataan kawasan tetap mengacu pada nilai konservasi dan kearifan lokal.

Keberadaan telaga, pepohonan rindang, dan Ikan Dewa atau juga bisa disebut ikan sengkaring menjadi satu kesatuan ekologi yang dilindungi oleh nilai-nilai spiritual. Tidak ada pagar fisik, tetapi larangan-larangan adat membuat masyarakat patuh menjaga kelestariannya.

Rambut Monte bukan sekadar lokasi sejarah atau tempat wisata. Ia merupakan cerminan hubungan antara manusia, lingkungan, dan spiritualitas dalam satu ekosistem yang utuh.

Dalam konteks pelestarian, Rambut Monte menawarkan pelajaran tentang bagaimana warisan budaya dan nilai kepercayaan lokal mampu berperan dalam menjaga keseimbangan alam.

Pemerintah desa juga memberikan dukungan melalui kebijakan pelestarian yang sinergi dengan praktik budaya masyarakat. Upaya ini dilakukan agar nilai-nilai leluhur tetap hidup dan lingkungan tetap terjaga.

Kesadaran ekologis yang dibentuk bukan berasal dari aturan tertulis, melainkan dari rasa hormat terhadap warisan nenek moyang. Pendekatan ini menjadikan Rambut Monte berbeda dari destinasi wisata lain yang hanya berorientasi pada ekonomi.

Hingga saat ini, tidak ditemukan praktik komersialisasi berlebihan di kawasan telaga. Warga lebih memilih mempertahankan fungsi spiritualnya dibanding menjadikannya sebagai objek komersial.

Kawasan ini memberi contoh bahwa pelestarian lingkungan tidak selalu harus datang dari regulasi negara. Kepercayaan lokal dan praktik adat bisa menjadi benteng kuat dalam menjaga alam. (*)

Pewarta: Ardana Pramayoga

Pewarta : TIMES Magang 2025
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.