TIMES MALANG, MALANG – Aktivis lingkungan mendesak Pemkot Malang segera menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) yang melarang penggunaan plastik sekali pakai. Desakan ini disuarakan oleh organisasi lingkungan Ecoton saat menggelar aksi demonya di depan Balaikota Malang, Rabu (13/8/2025).
Dalam aksi tersebut, mereka membawa sejumlah spanduk atau banner dengan berbagai tulisan, sampah-sampah plastik yang di susun menjadi sebuah patung perempuan hingga patung bayi yang menjadi sorotan utama.
Divisi Edukasi Peneliti Ecoton, Alaika Rahmatullah mengatakan, pihaknya sudah memiliki banyak temuan mengkhawatirkan terkait pencemaran mikroplastik di Malang.
Dalam penelitian Ecoton di wilayah rentan Malang, termasuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA), timnya mengambil sampel darah dan plasenta ibu hamil. Hasilnya, ditemukan mikroplastik pada plasenta dan cairan ketuban dengan kadar rata-rata 15 partikel per sampel.
“Penelitian lain juga menunjukkan bayi lebih rentan mengonsumsi mikroplastik dibanding orang dewasa. Partikel ini ditemukan di usus, ginjal, hingga paru-paru,” ujar Alaika, Rabu (13/8/2025).
Ecoton juga menemukan bahwa udara di Malang mengandung sekitar 50 partikel mikroplastik setiap dua jam. Sumber utama pencemaran ini, kata Alaika, berasal dari sampah plastik yang dibuang sembarangan, termasuk ke Sungai Brantas.
“Di daerah Muharto, Kedungkandang, setiap pagi dan sore, warga membuang sampah ke sungai. Dari 40 titik timbunan sampah di bantaran sungai yang kami teliti, hampir 70 persen adalah plastik atau kresek,” ungkapnya.
Menurut Alaika, paparan mikroplastik berpotensi memicu kanker, gangguan hormonal hingga melemahkan sistem imun, terutama pada anak-anak. Kondisi ini, lanjutnya, menjadi darurat sehingga Malang perlu memiliki aturan pembatasan plastik sekali pakai, seperti yang sudah dilakukan Surabaya dan Bali.
Tak hanya itu, ia juga menilai Indonesia cukup tertinggal dalam regulasi pengendalian mikroplastik, sementara negara lain seperti California, Korea Selatan dan sejumlah negara Eropa telah melarang atau menetapkan baku mutu mikroplastik.
“Sebelum ada baku mutu nasional, Malang harus punya perda pembatasan plastik sekali pakai,” katanya.
Ecoton bersama organisasi Marapaimo dan Aksi Buruh UB, serta akademisi dari UB, UM, ITN dan UIN Malang, saat ini tengah menyusun naskah akademik untuk mendukung perda tersebut. Draft awal sedang digodok dan akan menggelar audiensi dengan Komisi C DPRD Kota Malang.
“Solusinya jelas, batasi akses plastik sekali pakai, dorong penggunaan alternatif seperti tumbler dan wadah makan yang dapat digunakan berulang,” tandasnya. (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |