TIMES MALANG, MALANG – Tim dosen dan mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) berhasil mengembangkan media inovatif untuk membantu remaja lebih terbuka dalam berkomunikasi dan terhindar dari hubungan tidak sehat (toxic relationship). Media tersebut bernama TESTER (Tell, Listen, & Resolve), sebuah permainan interaktif yang dirancang khusus untuk layanan bimbingan kelompok di sekolah.
Ketua tim peneliti, Awalya Siska Pratiwi, S.Pd., M.Pd, menjelaskan bahwa ide ini lahir dari keprihatinan terhadap rendahnya keterbukaan diri (self disclosure) di kalangan remaja.
“Kurangnya keterbukaan diri dapat menghambat terciptanya komunikasi yang sehat dan meningkatkan risiko masuk ke toxic relationship,” ujarnya.
Sebelum dikembangkan, tim melakukan survei terhadap 126 siswa SMA di Kota Malang. Hasilnya, rata-rata kemampuan self disclosure berada pada kategori sedang. Hal ini menjadi dasar bagi pengembangan media TESTER menggunakan model Borg & Gall yang dimodifikasi hingga lima tahap, mulai dari perancangan hingga uji coba lapangan.
Media ini telah melalui uji ahli media, ahli materi, dan calon pengguna (guru BK/konselor). Hasilnya, TESTER dinilai sangat memuaskan, tepat sasaran, menarik, mudah digunakan, dan bermanfaat.
TESTER terdiri dari buku panduan, beberan permainan, kartu permainan, dadu, serta bidak pemain. Ada tiga jenis kartu yang digunakan, yakni kartu informasi berisi pengetahuan singkat seputar keterbukaan diri dan hubungan sehat, kartu pertanyaan yang memancing siswa untuk bercerita, serta kartu tantangan yang memberi misi atau aksi positif.
Efektivitas media ini diuji pada dua kelompok siswa SMA. Kelompok eksperimen yang menggunakan TESTER menunjukkan peningkatan skor keterbukaan diri dari rata-rata 45,2 (kategori sedang) menjadi 50,0 (kategori tinggi), dengan hampir seluruh peserta berpindah kategori.
Sementara itu, kelompok kontrol yang tidak menggunakan media ini tetap berada di angka rata-rata 41,6, bahkan sebagian mengalami penurunan.
“Hasil uji coba membuktikan bahwa TESTER efektif membantu siswa lebih percaya diri dan terbuka secara sehat,” kata Awalya.
Dia menambahkan, keterbukaan diri yang dibangun dengan metode bimbingan yang tepat dapat menjadi pondasi bagi hubungan remaja yang lebih sehat. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |