TIMES MALANG, MALANG – Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR RI, Ir. Andreas Eddy Susetyo, M.M menyoroti polemik royalti musik dan UMKM yang belakangan menjadi diskursus di masyarakat.
Dalam hal ini, Andreas menilai pentingnya skema kebijakan yang mampu menyeimbangkan kepentingan pencipta lagu dan pelaku UMKM terkait kewajiban pembayaran royalti musik.
Menurutnya, pencipta lagu berhak memperoleh imbalan yang adil atas karya mereka sesuai amanat UU Hak Cipta. Sementara UMKM juga memiliki keterbatasan dalam kemampuan ekonomi, sehingga memerlukan kebijakan yang adaptif dan proporsional.
“Kita tidak boleh mengorbankan satu pihak untuk kepentingan pihak lain. Pencipta lagu memang berhak atas royalti, namun kita jangan mengesampingkan bahwa UMKM juga penggerak ekonomi yang harus kita jaga keberlangsungannya,” ujar Andreas, Rabu (13/8/2025).
Berdasarkan hasil survei Asosiasi UMKM Kreatif tahun 2024 menunjukkan bahwa 72 persen responden tidak sanggup membayar royalti tahunan jika tarifnya di atas Rp1 juta. Padahal, musik yang diputar di banyak usaha kecil umumnya hanya berfungsi sebagai pendukung suasana, bukan produk utama yang dijual.
“Tanpa kebijakan yang adaptif dan proporsional, maka kepentingan kedua pihak akan terus berbenturan. Sementara kedua pihak adalah bagian dari masyarakat yang harus dijamin hak dan keadilan ekonominya. Maka polemik ini harus diselesaikan dengan mengakomodir kepentingan keduanya” ujarnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Koperasi dan UMKM DPP PDI Perjuangan ini menggaris-bawahi empat hal yang perlu menjadi fokus pembenahan, yaitu pertama: Keseimbangan kepentingan antara pencipta lagu dan pelaku usaha dengan mempertimbangkan hak cipta sekaligus kemampuan ekonomi UMKM. Kedua: Transparansi dan akuntabilitas LMKN dalam pemungutan dan distribusi royalti. Ketiga: Edukasi publik untuk menumbuhkan budaya menghormati hak cipta. Keempat: Dialog multi-pihak antara pemerintah, dalam merumuskan kebijakan berbasis data.
Sebagai solusi, Andreas mengusulkan revisi regulasi yang akomodatif, penerapan tiered pricing atau tarif bertingkat sesuai kapasitas usaha, pengembangan sistem pelacakan digital untuk transparansi distribusi royalti, serta penyediaan platform musik bebas royalti yang dapat diakses UMKM.
“Dengan pendekatan yang proporsional, kita bisa memastikan pencipta lagu mendapatkan haknya dan UMKM tetap mampu berkembang. Intinya azas keadilan ekonomi harus menjadi prinsip utama,” tutupnya. (*)
Pewarta | : Ferry Agusta Satrio |
Editor | : Imadudin Muhammad |