https://malang.times.co.id/
Berita

Mahasiswa Program Doktor UB Malang, Temukan Konsep Mudah Mengelola Ekowisata

Sabtu, 01 Maret 2025 - 11:26
Mahasiswa Program Doktor UB Malang, Temukan Konsep Mudah Mengelola Ekowisata Riyad, SH., MH., Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Salah satu Mahasiswa jurusan Ilmu Hukum Universitas Brawijaya (UB) Malang menemukan konsep Gotong Royong ala Pancasila sebagai solusi mudah mengelola Ekowisata.

Konsep Gotong Royong dalam mengelola Ekowisata tersebut di temukan oleh Riyad, SH., MH., dalam disertasinya saat menyelesaikan program Doktoral di Universitas Brawijaya Malang. Disertasi tersebut berfokus pada Model Kelembagaan Ekowisata Taman Laut Nasional Bunaken.

Menurut Riyad, Disertasi yang dihasilkannya sangat membantu, utamanya dalam memberikan solusi bagi Masalah tata kelola Ekowisata yang kurang berkembang maju. Hal itu ia sampaikan saat ujian terbuka program Doktoral Universitas Brawijaya Malang, Kamis (27/02/2025).

Riyad juga menjelaskan bahwa tata kelola kelembagaan ekowisata Taman Nasional Bunaken saat ini lebih fokus pada aspek konservasi, yang merupakan kewenangan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Menurutnya, hal tersebut telah mengabaikan aspek keadilan sosial dan kearifan lingkungan masyarakat adat seperti Sangihe, Borgo, dan Bajo, serta stakeholder lainnya.

"Tata kelola kelembagaan Taman Nasional Bunaken saat ini hanya menitikberatkan pada faktor konservasi saja. Padahal, dalam aspek multidimensi seperti keadilan sosial dan kearifan lingkungan masyarakat adat, hal tersebut tidak terakomodir dengan baik," ujarnya saat mempresentasikan hasil penelitiannya.

Doktoral-2.jpg

Riyad akrab disapa itu mengaku bahwa temuan fakta empirisnya selama melakukan penelitian, telah mengidentifikasi dua pokok permasalahan utama yang menghambat laju Ekowisata di Taman Nasional Bunaken.

Salah satunya adalah dominasi ego sentris kelembagaan yang hanya mengutamakan kepentingan Kementerian Lingkungan Hidup dan adanya legal gap antara beberapa undang-undang yang saling bertentangan.

Selain itu, legal gapnya karena ketidaksesuaian antara UU No. 32 Tahun 2024 tentang perubahan, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, serta UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU PA No. 5 Tahun 1965. Hal ini berpotensi menimbulkan disharmoni dalam implementasi kebijakan.

"Disini letak permasalahannya yang menyebabkan lambatnya pertumbuhan dalam aspek ekonomi, infrastruktur, sosial, dan budaya masyarakat setempat," ungkap Riyad dengan nada menegaskan.

Tak hanya itu, Riyad juga menyarankan agar dilakukan rekonstruksi kelembagaan ekowisata Taman Laut Nasional Bunaken dengan menerapkan prinsip gotong royong ala Pancasila.

Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk model kelembagaan ekowisata yang responsif, berbasis pada keadilan sosial dan kearifan lingkungan masyarakat hukum adat.

"Rekomendasi saya adalah pembentukan Badan Ekowisata Terpadu Nasional di tingkat pusat yang bertanggung jawab kepada Presiden, serta Unit Balai Ekowisata Terpadu Taman Nasional Bunaken yang bertanggung jawab kepada Kepala Badan Ekowisata Terpadu Nasional," tambahnya.

Sementara itu, Riyad sebagai seorang peneliti, atas konsep yang ia temukan juga menawarkan beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan untuk mewujudkan model kelembagaan ekowisata nasional yang lebih responsif.

Menurutnya, melalui perubahan pada beberapa pasal dalam UU No. 32 Tahun 2024 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem dan pengesahan undang-undang yang mengakui eksistensi masyarakat hukum adat dan kearifan lokal mereka.

Lebih lanjut, pada kesempatan yang sama Prof. Dr. Rachmad Syafa’at, M.Si, selaku promotor, turut menanggapi bahwa kebijakan pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan konstitusi dalam masalah ekowisata tidak benar-benar berjalan sebagaimana mestinya.

Pihaknya menilai bahwa tata kelola ekowisata saat ini terlalu sentralistik, dikuasai oleh pemerintah pusat dan oligarki, yang mengakibatkan marginalisasi masyarakat adat di daerah berbasis ekowisata rendah.

"Di banyak daerah berbasis ekowisata, seperti Bali, masyarakat adat yang seharusnya mengelola ekosistem lokal malah tersisih. Pemilik hotel justru didominasi oleh pihak asing, seperti orang Perancis dan Italia," ujar Rachmad sembari menegaskan adanya gejolak nyata di lapangan.

Ia juga mengungkapkan meskipun Indonesia dikenal sebagai negara terindah di dunia menurut PBB, kenyataannya ekonomi masyarakat setempat tidak berkembang dengan baik.

Melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh Riyad, Ia berharap menjadi solusi dan dapat mendorong pemerintah untuk merubah kebijakannya, dengan lebih menghargai dan memberi akses kepada masyarakat adat untuk terlibat dalam pengelolaan ekowisata.

"Melalui ekowisata, masyarakat yang selama ini terpinggirkan harus diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan. Dengan demikian, kondisi sosial ekonomi mereka bisa meningkat," pungkasnya. (*)

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.