https://malang.times.co.id/
Opini

Keluarga Tangguh di Tengah Zaman yang Rapuh

Kamis, 25 Desember 2025 - 16:13
Keluarga Tangguh di Tengah Zaman yang Rapuh Mohammad Afifulloh, Dosen Fakultas Agama Islam dan Pascasarjana Unisma Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Di tengah dunia yang berlari cepat dan sering kali kehilangan arah, keluarga adalah pelabuhan pertama sekaligus terakhir. Di sanalah manusia belajar berdiri sebelum melangkah, belajar jatuh tanpa kehilangan harap. Namun hari ini, ketika zaman terasa rapuh ekonomi goyah, nilai cair, dan relasi mudah retak keluarga dituntut bukan sekadar bertahan, melainkan menjadi tangguh.

Keluarga tangguh bukan keluarga tanpa masalah. Ia justru ditempa oleh masalah. Ketangguhan lahir bukan dari rumah yang selalu terang, melainkan dari rumah yang tahu cara menyalakan lampu saat gelap. 

Di dalamnya ada kemampuan berdialog, kesediaan saling mendengar, dan keberanian mengakui salah. Ketangguhan adalah kerja bersama, bukan slogan.

Tekanan ekonomi menjadi ujian paling nyata. Harga kebutuhan naik, pekerjaan tidak selalu pasti, dan masa depan sering tampak kabur. Dalam situasi ini, keluarga mudah terbelah oleh kecemasan. Namun keluarga tangguh memilih merajut solidaritas. 

Mereka mengelola keterbatasan dengan kebersamaan membagi peran, mengatur prioritas, dan menumbuhkan rasa cukup. Bukan kaya yang membuat keluarga kuat, melainkan cara menghadapi kekurangan dengan kepala dingin dan hati hangat.

Di sisi lain, gawai dan media sosial mengubah lanskap relasi. Rumah yang sama bisa menjadi pulau-pulau sunyi, masing-masing tenggelam dalam layar. Percakapan tergantikan notifikasi; kehadiran fisik tidak selalu berarti kehadiran batin. 

Keluarga tangguh menyadari bahaya ini. Mereka menciptakan ruang jeda waktu makan bersama, obrolan tanpa layar, dan kebiasaan saling menyapa. Hal-hal sederhana yang merawat kelekatan.

Pendidikan karakter bermula dari keluarga. Nilai kejujuran, empati, dan tanggung jawab tidak efektif diajarkan lewat ceramah panjang, tetapi lewat teladan sehari-hari. Anak-anak membaca sikap orang tua lebih jujur daripada kata-kata mereka. Keluarga tangguh paham: menjadi contoh lebih berat daripada memberi nasihat, tetapi dampaknya jauh lebih dalam.

Peran orang tua hari ini juga kian kompleks. Mereka bukan hanya pencari nafkah, tetapi juga pendamping emosional. Anak-anak tumbuh di dunia yang kompetitif dan penuh perbandingan. 

Keluarga tangguh hadir sebagai tempat aman ruang di mana gagal tidak berarti ditolak, dan berbeda tidak berarti disalahkan. Dari rasa aman itulah keberanian anak bertumbuh.

Tak kalah penting, keluarga tangguh merawat spiritualitas dalam arti yang luas dan membumi. Bukan semata ritual, tetapi nilai-nilai yang menuntun sikap: syukur, sabar, dan rendah hati. Spiritualitas memberi keluarga kompas moral saat keputusan sulit harus diambil. Ia menenangkan, bukan menghakimi; menguatkan, bukan membebani.

Konflik, tentu, tak terhindarkan. Perbedaan pendapat, luka lama, dan ego kerap menguji. Keluarga tangguh tidak menumpuk konflik di bawah karpet. Mereka memilih menyelesaikan dengan dialog, bukan diam berkepanjangan; dengan maaf, bukan dendam. Memaafkan bukan berarti melupakan, tetapi memutus rantai luka agar tidak diwariskan.

Keluarga juga hidup dalam jejaring sosial yang lebih luas. Dukungan komunitas tetangga, kerabat, dan lingkungan menjadi penyangga ketangguhan. Keluarga yang kuat tidak menutup diri; ia tahu kapan harus meminta bantuan dan kapan memberi. Ketangguhan tidak identik dengan kesendirian.

Negara dan masyarakat memiliki peran penting. Kebijakan ramah keluarga akses kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan layak adalah fondasi struktural. Namun kebijakan saja tidak cukup tanpa budaya saling peduli. Keluarga tangguh tumbuh subur di lingkungan yang menghargai waktu bersama, bukan hanya produktivitas.

Keluarga tangguh adalah karya harian. Ia dibangun dari keputusan-keputusan kecil: mendengar lebih lama, menghakimi lebih sedikit; bekerja keras tanpa melupakan pulang; berdoa tanpa melupakan usaha. Di tengah zaman yang rapuh, keluarga yang tangguh menjadi benteng paling manusiawi tempat kita belajar menjadi kuat tanpa kehilangan lembut.

***

*) Oleh : Mohammad Afifulloh, Dosen Fakultas Agama Islam dan Pascasarjana Unisma Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.