TIMES MALANG, PEKALONGAN – Konsep wakaf telah melampaui batas-batas tradisional pembangunan masjid dan pemakaman. Mengingat lanskap ekonomi digital yang berkembang, wakaf sedang didefinisikan ulang sebagai entitas ekonomi produktif yang mampu membiayai pendidikan, perawatan kesehatan, dan inisiatif pemberdayaan masyarakat.
Inisiatif strategis penting yang muncul dari pergeseran paradigma ini adalah Danantara. Platform digital yang mensintesis pengelolaan zakat dan wakaf melalui penerapan teknologi keuangan yang sesuai syariah (fintech).
Inovasi ini menandakan munculnya zaman baru yang ditandai dengan peningkatan transparansi, skalabilitas, dan keberlanjutan dalam pemerintahan filantropi Islam. Danantara berfungsi sebagai elemen dasar dalam mengejar peta jalan ekonomi masyarakat yang lebih inklusif dan tangguh.
Namun demikian, bagi Danantara untuk melampaui fungsi administrasi dan seremonial belaka, diperlukan ekosistem yang mendukung. Dalam konteks ini, peran lembaga akademik sangat penting. Universitas bukan semata-mata lembaga pendidikan tetapi juga inkubator inovasi, pusat penelitian, dan katalis untuk kemajuan sosial ekonomi.
Potensi intrinsik ini dapat dimanfaatkan untuk mengaktualisasikan wakaf produktif digital sebagai kekuatan ekonomi yang tangguh dengan implikasi yang luas. Sangat penting bagi lembaga akademik untuk tidak hanya memberikan pengetahuan teoritis ekonomi Islam tetapi juga untuk mengkontekstualisasikan teori ini dalam kerangka praktis.
Keterlibatan lembaga akademik dalam ekosistem Danantara dapat dimulai dengan upaya penelitian terapan. Misalnya, penyelidikan terhadap kemanjuran model wakaf digital, prospek sektor usaha kecil dan menengah yang didanai Waqf, dan perumusan indeks dampak sosial untuk inisiatif wakaf produktif dapat dilakukan.
Mahasiswa yang mengkhususkan diri dalam ekonomi syariah, teknologi informasi, dan humaniora sosial dapat berpartisipasi dalam proyek-proyek kolaboratif yang menyelaraskan data Danantara dengan kebutuhan masyarakat. Akibatnya, Danantara tidak akan dianggap sebagai kerangka kerja statis, melainkan sebagai entitas yang berkembang secara dinamis dalam menanggapi kebutuhan masyarakat.
Selain itu, lembaga akademik dapat memimpin dalam merumuskan model bisnis wakaf digital yang relevan dengan masyarakat sekitar. Melalui inkubasi bisnis dan inisiatif teknopreneurship, siswa dapat dibimbing dalam pembentukan perusahaan berbasis dana wakaf yang dikelola secara profesional dan akuntabel.
Pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan ini dapat dialokasikan untuk mendanai beasiswa, membangun fasilitas pendidikan, dan memberdayakan masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi. Visi ini bukan sekadar idealisme; melainkan mewakili peluang nyata jika didekati dengan komitmen yang sungguh-sungguh.
Peningkatan peran lembaga akademik dalam wakaf digital juga dapat dicapai melalui integrasi kurikulum yang relevan. Kursus seperti Manajemen Wakaf Produktif, Wakaf Digital dan Teknologi Keuangan Syariah, dan Hukum Filantropi Islam Digital harus dimasukkan ke dalam program akademik, menekankan pembelajaran praktis berbasis proyek di samping instruksi teoritis.
Siswa harus didorong untuk mengembangkan prototipe aplikasi, menyiapkan laporan keuangan wakaf, dan menyusun proposal yang layak untuk proyek wakaf yang produktif. Pendekatan ini akan menumbuhkan lulusan yang tidak hanya mahir dalam literasi keuangan syariah tetapi juga memiliki pandangan visioner dalam aplikasi praktis mereka.
Di luar pengaturan kelas tradisional, inisiatif pengabdian masyarakat seperti KKN harus berorientasi pada identifikasi dan pemetaan aset wakaf potensial dalam daerah tertentu. Lembaga akademik dapat bekerja sama dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Nazir lokal untuk mengotentikasi data aset wakaf, mengidentifikasi peluang pengembangan, dan melaksanakan uji coba untuk monetisasi aset non-produktif.
Melalui pemanfaatan teknik pemetaan digital dan inovasi teknologi, lahan yang sebelumnya terabaikan yang telah menimbulkan tantangan administrasi dapat diubah menjadi sumber daya produktif yang mendukung keberlanjutan ekonomi umat.
Danantara, yang berfungsi sebagai platform digital nasional, memiliki kapasitas untuk memfasilitasi integrasi data kampus dengan basis data wakaf nasional. Aplikasi ini dapat ditingkatkan dengan fitur tambahan yang memungkinkan lembaga pendidikan untuk secara langsung mendaftar dalam program wakaf produktif di kampus, selain memantau kemanjuran ekonomi dan sosial dari inisiatif tersebut.
Selain itu, Danantara memiliki potensi untuk berfungsi sebagai pasar wakaf yang produktif, di mana mahasiswa dan fakultas dapat mempresentasikan konsep bisnis wakaf kepada pemangku kepentingan yang mencari proyek yang berdampak.
Sebaliknya, fungsi kampus sebagai agen literasi tidak boleh diabaikan. Banyak masyarakat terus menganggap wakaf hanya sebagai bentuk amal pasif. Melalui penyelenggaraan seminar, lokakarya, dan penyediaan konten digital pendidikan, mahasiswa dan fakultas dapat memimpin upaya untuk menumbuhkan pemahaman baru bahwa wakaf merupakan investasi sosial jangka panjang yang mampu dikelola secara profesional dan digital. Ini merupakan keharusan etika kampus dalam mengubah persepsi publik tentang filantropi Islam.
Di ranah ekonomi masyarakat, Danantara melampaui alat belaka; itu adalah komponen integral dari strategi komprehensif yang bertujuan membangun ekonomi alternatif yang adil, inklusif, dan didasarkan pada nilai-nilai. Institusi pendidikan tinggi menempati posisi yang berbeda sebagai entitas yang dihormati secara sosial, kredibel secara ilmiah, dan dapat diandalkan secara moral.
Melalui partisipasi aktif kampus, Danantara berkembang menjadi lebih dari sekadar inisiatif pemerintah; ia berubah menjadi gerakan sosial nasional yang mewujudkan syariah maqashid dalam konteks digital.
Selain itu, kampus dapat memantapkan dirinya sebagai pusat sertifikasi nazir profesional dan pusat pelatihan untuk transformasi digital wakaf. Lulusan institusi dapat ditawari jalur karir sebagai nazir digital, manajer investasi wakaf, atau auditor keuangan filantropi Islam.
Ini menciptakan sektor ketenagakerjaan baru yang mendorong pengembangan ekonomi yang berakar pada prinsip-prinsip etika dan keadilan distributif, sesuai dengan prinsip ekonomi Islam.
Merevitalisasi esensi wakaf di era digital merupakan upaya kolaboratif. Meskipun demikian, untuk memastikan umur panjang dan dorongannya, kerangka kelembagaan yang kuat sangat penting.
Kampus muncul sebagai komponen yang paling penting dalam peta jalan strategis ini. Ini memiliki sumber daya manusia yang diperlukan, kredibilitas akademik, dan kapasitas inovatif yang penting untuk mengatur transformasi ini secara sistemik.
Sangat penting bagi kampus untuk berkembang melampaui peran tradisionalnya sebagai produsen lulusan belaka, dan untuk mengambil mantel katalis bagi ekonomi masyarakat. Danantara hanya berfungsi sebagai konduktor yang akan memperoleh signifikansi ketika dilalui oleh wawasan progresif dari para intelektual yang bercita-cita tinggi dan pendidik visioner.
Saat ini tidak lagi cocok untuk diskusi tentang potensi; sekarang saatnya untuk memulai tindakan nyata. Danantara beroperasi. Pertanyaan terkait tetap: apakah kampus siap untuk muncul sebagai pusat inovasi wakaf digital Indonesia? (*)
***
*) Oleh : Agus Arwani, SE, M.Ag., Dosen UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |