TIMES MALANG, JAKARTA – Di awal Februari 2025, sebuah kebijakan baru mengenai pendistribusian LPG ukuran 3 kilogram mulai diberlakukan. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan agar subsidi gas ini tepat sasaran, hanya diterima oleh rumah tangga dan usaha mikro yang benar-benar membutuhkan.
Sebelumnya, masyarakat dapat dengan mudah membeli gas ukuran 3 kilogram dari pengecer di warung-warung atau pedagang di sekitar rumah mereka. Kini, pemerintah hendak menata distribusi gas tersebut dengan menetapkan pangkalan dan pengecer yang jelas.
Namun, perubahan regulasi ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Banyak yang merasa kebijakan ini justru menambah masalah, dengan terjadinya kelangkaan gas di pasar. Seperti hukum ekonomi yang berlaku, ketika permintaan tinggi dan pasokan terbatas, harga barang akan naik.
Sering kali, masyarakat merasa perubahan kebijakan tersebut tidak diantisipasi dengan baik, dan informasi yang cukup mengenai kebijakan baru ini tidak sampai ke masyarakat.
Masalah ini tak hanya menyangkut distribusi, tetapi juga menyentuh aspek sosial yang lebih luas. Gas 3 kilogram selama ini banyak digunakan oleh rumah tangga berpendapatan rendah dan usaha mikro, yang mana pembeliannya mudah dan cepat. Kebijakan baru ini, meskipun berniat baik untuk menata distribusi, menyulitkan masyarakat yang terbiasa dengan cara lama.
Pentingnya Kejelasan dan Transparansi dalam Distribusi
Sebagai dasar kebijakan, pemerintah merujuk pada Peraturan Presiden No. 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kilogram. Dalam regulasi tersebut, gas 3 kilogram hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro, dengan harga yang ditetapkan untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan mengalihkan penggunaan minyak tanah bersubsidi. Namun, permasalahan muncul ketika distribusi yang tadinya fleksibel, kini menjadi lebih ketat.
Distribusi gas yang sebelumnya bisa diakses dengan mudah oleh hampir semua kalangan, kini dibatasi. Pemerintah berencana menunjuk SPBU sebagai pangkalan distribusi.
Hal ini dapat menambah beban bagi SPBU yang sudah penuh sesak dengan antrian kendaraan. Meskipun tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengatur harga dan subsidi, implementasinya bisa menambah kesulitan bagi masyarakat.
Pemerintah juga mengusulkan sistem pendaftaran dengan menggunakan KTP untuk memastikan subsidi tepat sasaran. Meskipun niatnya baik, kebijakan ini juga dianggap kurang sesuai dengan kebiasaan masyarakat yang terbiasa membeli gas tanpa prosedur rumit.
Solusi dari Perspektif Islam
Islam mengajarkan kepada kita pentingnya prinsip amanah dan keadilan dalam setiap urusan. Sebagai umat beriman, kita diajarkan untuk jujur, bertanggung jawab, dan menjaga kepercayaan yang diberikan. Dalam konteks ini, amanah mengharuskan pemerintah untuk memastikan bahwa gas subsidi sampai kepada yang berhak, tanpa ada pihak yang merugikan.
Kebijakan distribusi gas ini harus didasari oleh kejujuran dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Sebagaimana diajarkan dalam Al-Quran (QS. An-Nisa: 58), amanah harus disampaikan kepada yang berhak, dan setiap keputusan harus diambil dengan adil. Hal ini juga tercermin dalam hadis Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan untuk tidak mengkhianati amanah yang diberikan.
Selain itu, pemerintah juga perlu bijak dalam menghadapi perubahan regulasi. Bijaksana berarti mempertimbangkan segala konsekuensi dari kebijakan baru, seperti kesiapan infrastruktur distribusi dan pengawasan yang memadai. Penerapan kebijakan baru harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian, melihat segala kemungkinan dampaknya bagi masyarakat.
Mitigasi Masalah dan Keterlibatan Masyarakat
Mitigasi menjadi kata kunci untuk menyelesaikan masalah kelangkaan gas 3 kilogram ini. Sebelum kebijakan baru diterapkan, pemerintah perlu melakukan identifikasi risiko dan merencanakan solusi yang tepat jika kebijakan tersebut tidak berjalan sesuai rencana.
Misalnya, memetakan kebutuhan gas per wilayah, membangun jaringan distribusi yang efisien, dan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai cara penggunaan gas subsidi.
Selain itu, masyarakat juga harus memahami bahwa perubahan regulasi ini bukan semata-mata untuk membatasi hak mereka, tetapi untuk memastikan agar subsidi lebih tepat sasaran. Dengan pemahaman yang baik, masyarakat dapat lebih menerima kebijakan tersebut, dan dapat beradaptasi dengan sistem yang baru.
Pendidikan Agama Sebagai Pondasi Moral
Dalam menghadapi gejolak sosial yang mungkin timbul akibat kebijakan baru ini, penting bagi setiap individu untuk kembali pada ajaran agama. Pendidikan agama, terutama yang mengajarkan kesabaran, ketulusan, dan kejujuran, dapat membantu masyarakat untuk tetap tenang dan bijak dalam bersikap.
Shalat, sebagai ibadah utama dalam Islam, mengajarkan umatnya untuk menahan diri dari perbuatan buruk dan menjaga sikap baik dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana ditegaskan dalam hadis Nabi Muhammad SAW, orang yang baik akhlaknya adalah orang yang dapat menjaga perilaku dan berbuat adil dalam segala situasi.
Membangun Indonesia Emas 2045
Dalam menghadapi permasalahan distribusi gas 3 kilogram ini, pemerintah, masyarakat, dan semua pihak terkait perlu bersikap bijak dan amanah. Masing-masing pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya untuk memastikan kebijakan yang diterapkan tidak merugikan banyak orang. Pemerintah harus memperhatikan kebutuhan dan kenyamanan masyarakat dalam proses transisi kebijakan ini, serta memastikan bahwa subsidi gas tepat sasaran.
Dengan mengedepankan prinsip-prinsip Islam yang mengajarkan keadilan, amanah, dan kebijaksanaan, kita dapat menyelesaikan masalah ini dengan cara yang lebih damai dan harmonis.
Pada akhirnya, kita semua harus bersama-sama membangun negara ini menuju Indonesia Emas 2045, dengan berinovasi dan terus belajar untuk menciptakan sistem distribusi yang lebih baik dan lebih efisien.
***
*) Oleh : Abdul Rohman, Mahasiswa Institut Agama Islam Al Ghuraba Jakarta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |