TIMES MALANG, PADANG – Tingkat pengangguran di Provinsi Bengkulu masih menjadi luka lama yang belum juga sembuh. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada kuartal pertama 2025, tingkat pengangguran terbuka di Bengkulu mencapai 5,67 persen, lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional yang berada di 5,29 persen.
Yang lebih mengkhawatirkan, mayoritas pengangguran berasal dari kalangan usia muda, terutama lulusan SMA dan perguruan tinggi.
Rendahnya ketersediaan lapangan kerja formal dan minimnya industri padat karya menjadi biang kerok utamanya. Bengkulu belum mampu menarik investasi industri dalam skala besar. Sektor unggulan seperti pertanian, perikanan, dan kehutanan masih didominasi pola kerja informal tanpa perlindungan sosial yang memadai.
Sementara itu, sektor jasa dan perdagangan tak berkembang optimal akibat keterbatasan infrastruktur dan konektivitas antarwilayah yang masih compang-camping.
Sekarang kita lihat perjalanan data tentang ketenagakerjaan di Propinsi Bengkulu tahun sebelumnya yang dirilis oleh BPS. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Bengkulu menunjukkan tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat TPT sebesar 3,11 persen pada Agustus 2024, turun dari 3,42 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, di balik angka tersebut, terdapat tantangan struktural yang signifikan, terutama terkait pengangguran di kalangan pemuda.
Pada Februari 2024, jumlah angkatan kerja di Bengkulu mencapai 1.116.138 orang, dengan 1.080.744 di antaranya bekerja. Meskipun terjadi penurunan jumlah penduduk yang bekerja dibandingkan tahun sebelumnya, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami peningkatan persentase pekerja sebesar 1,88 persen poin. Sebaliknya, sektor perdagangan besar dan eceran mengalami penurunan sebesar 3,15 persen poin.
Sebagian besar pekerja di Bengkulu masih berada di sektor informal. Pada Februari 2024, sebanyak 697.181 orang atau 64,51 persen bekerja pada kegiatan informal.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun TPT menurun, kualitas pekerjaan yang tersedia masih menjadi perhatian, terutama bagi pemuda yang mencari pekerjaan formal dengan stabilitas dan perlindungan yang lebih baik.
Pengangguran di kalangan pemuda menjadi isu utama. Banyak lulusan SMA dan perguruan tinggi menghadapi kesulitan dalam memasuki pasar kerja formal. Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Bengkulu, Syarifuddin, mengungkapkan bahwa banyak pengangguran berasal dari tamatan kampus negeri maupun swasta, dengan pekerjaan yang tidak sesuai harapan mereka.
Fenomena "skill mismatch" atau ketidaksesuaian antara keahlian lulusan dengan kebutuhan pasar kerja menjadi salah satu penyebab utama pengangguran pemuda. Banyak pencari kerja berharap mendapatkan pekerjaan di sektor formal, sementara lowongan yang tersedia lebih banyak di sektor informal atau di luar bidang keahlian mereka.
Pemerintah daerah telah mengupayakan berbagai program untuk mengatasi pengangguran, termasuk pelatihan keterampilan berbasis Balai Latihan Kerja (BLK) dan kerja sama dengan Balai Latihan Industri. Namun, anggaran yang tersedia masih terbatas, dan program-program tersebut belum menjangkau seluruh wilayah secara merata.
Inisiatif seperti "Bengcoolpreneur" yang bertujuan mendorong wirausaha muda juga belum masif menjangkau pelosok kabupaten. Selain itu, keterbatasan infrastruktur dan konektivitas antarwilayah menghambat pertumbuhan sektor jasa dan perdagangan, yang seharusnya dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja muda.
Dengan perekonomian global yang masih dibayangi oleh ketidakpastian dan digitalisasi yang mempercepat otomatisasi, tantangan pengangguran di Bengkulu tidak bisa ditangani dengan pendekatan konvensional.
Diperlukan lompatan kebijakan, inovasi dalam investasi daerah, dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berbasis digital agar para pemuda tidak hanya menjadi pencari kerja, tetapi juga pencipta lapangan kerja.
Tanpa langkah-langkah strategis dan kolaboratif, pengangguran pemuda di Bengkulu akan tetap menjadi masalah struktural yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
***
*) Oleh : Muhibbullah Azfa Manik, Dosen Program Studi Teknik Industri, Universitas Bung Hatta.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |