https://malang.times.co.id/
Kopi TIMES

Perubahan Iklim dan Pembangunan Kota

Kamis, 12 Desember 2024 - 19:56
Perubahan Iklim dan Pembangunan Kota Dr. Apriyan D Rakhmat, M.Env, Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau, Pekanbaru

TIMES MALANG, RIAU – Perubahan iklim (climate change) telah menjadi satu isu krusial dan menarik sejak lebih dari dua dekade belakangan. Fenomena ini telah menyebar dan mempengaruhi banyak sendi-sendi kehidupan manusia secara global, dari pelosok pedesaan hingga wilayah perkotaan, di negara maju maupun negara berkembang. 

Semuanya telah terkena dampak dari perubahan iklim, tidak bisa mengelak dan menghindarinya, uka ataupun tidak suka. Bahkan gejala ini akan semakin meningkat lagi di masa yang akan datang. Dan fenomena ini juga seolah tidak bisa dihentikan. Hanya bisa dilakukan memperlambat prosesnya saja agar melandai. Yang dapat dilakukan umat manusia adalah dengan melakukan langkah mitigasi (pencegahan) dan adaptasi (penyesuaian) akibat dari perubahan iklim. 

Secara umum dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global (global warming) adalah curah hujan yang semakin tinggi dan durasi yang panjang dan tidak menentu, musim kemarau  ekstrim dengan kekeringan yang lama, naiknya permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara, mengganasnya ombak di lautan, badai dan taufan yang semakin kerap terjadi, abrasi air laut yang semakin intens, serta berbagai bencana alam seperti tsunami, gunung meletus, tanah longsor yang semakin sering terjadi.

Termasuk yang terjadi di daerah perkotaan, dengan semakin seringnya kota-kota di dunia, termasuk di Tanah Air yang mengalami banjir ketika musim hujan. Serta kekeringan yang panjang dan ekstrim di kala musim kemarau. Dan bagi kota-kota yang berada di kawasan pesisir, ditambah lagi dengan isu penaikan permukaan air laut yang akan berimbas dengan tenggelamnya beberapa kawasan di daerah perkotaan di masa yang akan datang, seperti isu akan hilangnya beberapa kawasan di Jakarta pada tahun 2050 misalnya.

Kini, semakin banyak daftar kota di dunia yang mengalami banjir akibat tingginya curah hujan dan durasi yang lebih lama. Bahkan beberapa bulan lalu dunia maya dihebohkan dengan banjir besar yang terjadi di gurun pasir, kota Dubai, Uni Emirat Arab. Begitu juga kota-kota di Eropah dan China yang semakin dihebohkan dengan kejadian banjir. 

Beberapa hari lalu saya ke Malaysia, dan peristiwa banjir menjadi berita utama (headline) surat kabar di negara jiran tersebut, dimana beberapa negeri di Malaysia seperti Kelantan, Trengganu dan Kedah yang mengalami banjir. Memang ketiga negeri ini sering menjadi langganan banjir di musim hujan atau musim tengkujuh sebagai istilah di sana. 

Namun banjir yang terjadi di akhir tahun 2024 ini adalah yang terparah dengan semakin banyaknya penduduk yang harus mengungsi dari rumah serta wilayah banjir yang semakin meluas dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Jika kita melihat fenomena kota-kota di Tanah Air, juga memperlihatkan gejala yang hampir sama dengan semakin seringnya kota-kota  mengalami banjir dengan durasi yang semakin panjang. Jakarta dapat dijadikan sebagai contoh sebagai kota yang menjadi langganan banjir di musim hujan sepanjang tahun, siapapun gubernurnya. 

Begitu juga kota Bandung, Bogor, Yokyakarta, Surabaya, Medan, Makasar, Manado, dan kota-kota besar dan kecil lainnya di Tanah Air. Begitu juga Kota Pekanbaru, yang kini semakin meluas dan menyebar titik-titik genangan banjir ketika musim hujan. 

Untuk Indonesia, selain karena faktor global berupa climate change, diperparah lagi dengan keadaan lokal yang semakin memperburuk situasi, dengan kualitas dranase yang masih di bawah standar, ruang terbuka hijau (RTH) yang masih minim, sampah yang menumpuk dan tersumbat di dalam dranase ketika hujan turun, dan diperparah dengan masih rendahnya tingkat kesadaran dan kepedulian lingkungan warga kota yang membuang sampah sembarangan dan kota yang tidak ramah penggunaan energi. 

Sehubungan itu, setiap kota di Tanah Air, sudah semestinya mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah banjir perkotaan, dengan melakukan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi yang mantap. Sehingga fenomena banjir secara bertahap dapat diturunkan jumlah titik-titik banjir dengan pendekatan teknis berupa peningkatan kualitas drainase, penambahan RTH yang memadai. 

Pembuatan biofori, dan pendekatan non-teknis dengan memperkenalkan peraturan dan perundangan serta melalui pendidikan lingkungan yang terprogram bagi warga kota di dalam menghadapi perubahan iklim dan bencana lingkungan seperti banjir kota yang semakin menghantui warga masyarakat. 

Perubahan iklim jangan dijadikan sebagai kambing hitam banjir kota. Justru ini adalah tantangan bagi stakeholder pembangunan kota untuk mencari sistem dan teknologi baru untuk mengatasi dan mencari solusinya. Secara global dikenal dengan pendekatan mitigasi dan adaptasi, yang tentunya perlu diturunkan lagi dengan berbagai langkah konkret dan nyata serta membumi. Gerakan kota memanen air (Gemar), adalah salah satu usaha yang perlu mendapatkan apresiasi dan perlu untuk ditiru bagi kota-kota di Tanah Air. 

Memanen air hujan bukan sekedar menampung dan menangkap air hujan, namun lebih luas lagi bagaimana untuk daapt memanfaatkan air hujan secara produktif, walaupun secara ekologis gerakan ini akan berdampak positif di dalam mencegah banjir di musim hujan dan mengatasi kekurangan air di musim kemarau serta dapat mencegah bencana longsor. Dan jika gerakan ini dilakukan secara masif oleh warga kota akan dapat secara signifikan meningkatkan kualitas kehidupan di masa yang akan datang.  

Dampaknya tidak hanya  terhadap wilayah perkotaan, tapi juga merambah ke wilayah pedesaan dan pedalaman. Diantaranya adalah dengan semakin seringnya gagal panen di sektor pertanian, akibat cuaca yang fluktuatif dan curah hujan serta panas yang ekstrim, yang mengakibatkan banyak tanaman palawija yang tidak bisa bertahan hidup dengan perubahan tersebut, sehingga mati dan layu sebelum panen

Termasuk budidaya padi yang kini semakin mengkhawatirkan karena perubahan iklim dengan berubahnya pola hujan dan musim kemarau dengan intensitas yang semakin tinggi. Selain itu, berbagai penyakit baru  juga diprediksi akan muncul, terutama kanker kulit dan yang sejenisnya akibat peningkatan suhu bumi dan permukaan air laut. (*)

***

*) Oleh : Dr. Apriyan D Rakhmat, M.Env
Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota 
Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau, Pekanbaru.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.