TIMES MALANG, MALANG – Di tengah derasnya arus digitalisasi ekonomi dan budaya konsumtif yang semakin tinggi, masyarakat dihadapkan pada tantangan baru dalam menjaga keseimbangan finansial dan kesehatan mental. Menjawab fenomena ini, Magister Sains Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya menggelar Kuliah Umum bertajuk "You Only Need One (Yono): Kesehatan Mental Di Era Ekonomi Digitall", pada Rabu (19/2/2025).
Kuliah Umum ini menghadirkan dua pemateri terkemuka, yaitu dr. Gamal Albinsaid, M.Biomed, seorang anggota DPR RI sekaligus inovator kesehatan dan social entrepreneur, serta Cleoputri Yusainy, Ph.D, dosen S2 Psikologi dan peneliti Mindfulness. Keduanya membahas secara mendalam mengenai filosofi YONO (You Only Need One) sebagai solusi menghadapi gaya hidup konsumtif yang didorong oleh kemudahan teknologi finansial.
Dekan FISIP UB, Prof. Anang Sujoko, mengungkapkan bahwa perubahan budaya akibat digitalisasi telah membawa dampak besar dalam kehidupan sosial dan psikologis masyarakat.
"Ada fenomena di mana berbagai fasilitas digital membuat segala sesuatu terasa lebih mudah. Dari sekadar berekspresi di media sosial hingga kemudahan dalam berbelanja online dengan berbagai metode pembayaran instan seperti paylater dan kartu kredit," ujarnya.
Namun, kemudahan ini juga memiliki sisi negatif yang sering diabaikan. Banyak individu terjebak dalam pola konsumsi yang tidak sehat, membeli barang yang tidak dibutuhkan hanya karena adanya ikut-ikutan atau sistem cicilan yang terasa ringan di awal.
"Akibatnya, banyak orang yang akhirnya berbelanja di luar kemampuan mereka dan berakhir dengan utang yang semakin menumpuk. Hal ini tidak hanya berdampak pada keuangan pribadi tetapi juga kesehatan mental," tambah Prof. Anang.
Ia juga menyoroti dampak psikologis dari ketergantungan pada transaksi digital yang tidak terkendali. Dia menyebut saat ini ada fenomena di mana seseorang mengalami tekanan mental akibat utang yang menumpuk.
"Kasus-kasus seperti bunuh diri, tindak kriminal seperti mencuri atau bahkan membunuh teman sendiri karena tekanan finansial, semakin sering terjadi akibat ketidakmampuan mengelola keuangan," tegasnya.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, konsep YONO (You Only Need One) diperkenalkan sebagai pendekatan untuk mengelola keuangan dan gaya hidup dengan lebih bijak. Ketua panitia yang juga Ketua Program Magister Sains Psikologi UB, Dr. Sumi Lestari S.Psi., M.Si, menjelaskan bahwa YONO adalah filosofi yang lahir sebagai respons terhadap tren YOLO (You Only Live Once).
"YOLO mendorong gaya hidup hedonistik, di mana seseorang cenderung mengutamakan kesenangan sesaat tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. Efeknya, banyak orang terjebak dalam impulsive buying atau belanja kompulsif hanya untuk memenuhi dorongan sesaat, bukan karena kebutuhan," jelas Dr. Sumi.
Dengan prinsip YONO, individu diajak untuk lebih selektif dalam berbelanja dan mengutamakan kualitas daripada kuantitas. "Daripada membeli banyak barang murah yang cepat rusak, lebih baik membeli satu barang yang berkualitas tinggi dan bisa bertahan lama. Dengan begitu, kita tidak hanya menghemat uang, tetapi juga menghindari perilaku konsumtif yang berlebihan," tambahnya.
Lebih lanjut, YONO juga mengajarkan kesadaran dalam membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Menurutnya, saat ini kebanyakan orang membeli sesuatu bukan karena benar-benar butuh, tetapi karena FOMO (Fear of Missing Out).
"Promo besar-besaran, iklan yang menarik, dan kemudahan akses transaksi sering kali membuat kita sulit mengontrol diri. Padahal, jika kita bisa lebih sadar terhadap pola konsumsi kita, maka akan lebih mudah untuk menghindari jebakan utang dan tekanan mental akibat beban finansial," terang Dr. Sumi.
Dengan adanya diskusi ini, diharapkan lebih banyak masyarakat yang mulai memahami pentingnya membedakan antara keinginan dan kebutuhan, serta mampu memanfaatkan teknologi finansial secara lebih bijak. Filosofi YONO tidak hanya sekadar gaya hidup, tetapi juga merupakan solusi nyata dalam menjaga kesehatan mental dan keseimbangan finansial di era ekonomi digital. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Imadudin Muhammad |