TIMES MALANG, MALANG – TikTok Shop Resmi ditutup Pemerintah sejak Rabu (4/10/2023) kemarin sore. Hal ini dilakukan, lantaran ada sejumlah regulasi yang belum dipenuhi, sehingga dilakukan penutupan.
Bukan hanya itu, belakangan ini TikTok Shop juga membuat sejumlah pedagang pakaian offline resah karena merasa kalah saing.
Hal ini juga dirasakan oleh para pedagang Pasar Besar Malang yang menilai hadirnya TikTok Shop membuat dagangannya sepi.
Bahkan, suasana di Pasar Besar Malang yang biasanya ramai pembeli, kini bak mati suri.
Salah satu pedagang pasar besar Malang, Hanifa juga pernah mengunggah video di media sosial yang memperlihatkan suasana sepi terjadi di Pasar Besar Malang, khususnya lokasi tempat ia berjualan pakaian.
"Ya sejak itu, sekarang dapat omzet kecil banget. Turunnya 80 persen lebih dari biasanya. Apalagi kan saya grosir," ujar Hanifa, Kamis (5/10/2023).
Dengan resminya TikTok Shop ditutup, Hanifa memiliki harapan besar untuk bisa bangkit kembali. Namun, ia mendesak agar pemerintah tak sekedar menutup tapi juga harus membuat regulasi aturan yang memberikan dampak baik terhadap pedagang online maupun offline.
"Harapan besar semoga ada perubahan. Tapi jangan asal tutup, harus diatur. Pemerintah harus mengatur agar sama rata, biar online enak, offline enak," ungkapnya.
Hanifa menjelaskan, pemerintah harus mampu mengatur tentang jual beli online dan offline secara merata. Sebab, selama ini yang dikeluhkan pedagang offline, yakni harga barang di online lebih murah dibandingkan offline.
"Subsidi kan biasanya dapat dari e-commerce, nah kita ini gimana yang offline. Terus dari atas langsung ke bawah, kita yang ada ditengah bisa hilang nanti. Terus soal murah itu pemerintah harus tahu dan bisa menelusuri kok bisa di online jualnya dibawah harga pasaran, nasib kita gimana di offline yang harganya gak sebanding meski punya kualitas barang," jelasnya.
Untuk saat ini, atas ditutupnya TikTok Shop Hanifa mengaku belum terpengaruh. Namun, ia berharap pemerintah bisa segera membereskan persoalan ini demi keberlanjutan pedagang dan UMKM.
"Gak terlalu pengaruh sekarang. Jadi bukan perkara tutup, tapi harus ada perubahan," tegasnya.
Sementara, pedagang lainnya bernama Jamaludin menyebut bahwa merasa bahwa masih ada harapan untuknya bangkit setelah TikTok Shop ditutup.
"Saat ini penjualan masih sepi. Meski begitu, harapan besar kita pedagang untuk bangkit kembali," tuturnya.
Ia menjabarkan, bagaimana jual-beli e-commerce memang benar-benar membuat pedagang offline serasa mati suri.
Mulai dari harga yang dibanding-bandingkan hingga tak adanya pembeli yang datang kepadanya akibat e-commerce.
"TikTok harga murah dan gratis ongkir (ongkos kirim). Saya harga grosir satu baju saja hanya untung Rp5 ribu masih dibanding-bandingkan," bebernya.
"Apalagi kita dengar harga mereka murah, karena produk China disetok ke sini. Ini harus diurus sama pemerintah," tandasnya.
Sebagai informasi, penutupan TikTok Shop oleh pemerintah pusat ini bermula dari para pedagang di Pasar.
Kemudian, pemerintah pusat melakukan penelusuran dan hasilnya bahwa transaksi jual-beli (e-commerce) di platform TikTok terindikasi predatory pricing atau menjual produk cross border dengan harga di bawah rata-rata modal.
Selain itu, TikTok Shop juga dianggap melanggar aturan pemerintah Indonesia karena berperan ganda sebagai e-commerce dan juga platform sosial media.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: TikTok Shop Resmi Ditutup, Pedagang Pasar Besar: Belum Pengaruh, Tapi Kita Punya Harapan Bangkit
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Imadudin Muhammad |