TIMES MALANG, MALANG – Seniman asal Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan yang besar di Malang bernama Muhammad Zeian (25) mengekpresikan keresahannya soal Tragedi Kanjuruhan lewat karya seni yang diberi nama 'Penduso Table Game'.
Pria lulusan Seni Rupa Universitas Negeri Malang (UM) itu menggambarkan bagaimana kelamnya peristiwa Tragedi Kanjuruhan tersebut melalui seni yang disebut instalasi.
Ada sejumlah komponen yang ia gunakan, mulai dari table game soccer, akrilik untuk membuat keranda atau penduso, lampu sebagai pengganti simbol asap gas air mata, dan juga cutting stiker.
Zeian bercerita, ia pertama kali mempunyai ide untuk membuat karya seni tersebut setelah melihat video gabungan detik-detik tragedi kelam Kanjuruhan Malang.
"Setelah lihat video-video itu dan mengetahui banyak korban meninggal, munculah pengen buat itu (karya seni). Aku lihat sketch lama, terus ada yang berhubungan dengan keranda dan aku eksekusi desain visualnya," ujar Zeian, Selasa (20/12/2022).
Tepat ditanggal 21 Oktober 2022 lalu sketsa visual tersebut berhasil ia ciptakan. Setelah sketsa ia buat dan ia posting di media sosial, ternyata banyak yang memberi tanggapan positif.
Kemudian, ia mulai mengeksekusi karya visualnya menjadi karya seni nyata setelah ia mendapat tawaran untuk pameran bertemakan 'Toys' di Malang Creative Center (MCC).
"Saya kerjakan mulai akhir November. Sekitar dua Minggu saya kerjakan pelan-pelan," katanya.
Dalam maknanya, karya seni 'Penduso Table Game' ini, kata Zeian lebih kepada mempertanyakan kenapa bisa terjadi tragedi kelam yang menewaskan 135 jiwa ini.
Padahal, sepak bola menurut Zeian merupakan hiburan keluarga yang harusnya bisa dinikmati setiap waktu.
"Table game itu bukan untuk interaktif. Jadi saya maknai, siapa yang memainkan atau siapa sih aktornya ini (dalam Tragedi Kanjuruhan)," ungkapnya.
Keranda atau biasa dikenal sebagai penduso oleh orang Jawa, Zeian gambarkan bagaimana keranda itu adalah Stadion Kanjuruhan dengan latar biru sebagai lokasi matinya saudara-saudara Aremania dan Aremanita.
"Aku lihat kan arsitektur Stadion Kanjuruhan itu berlatar biru. Jadi penggambaran Stadion dalam penduso (keranda) itu. Saya lebih objektif ke tragedinya," bebernya.
Dalam karyanya tersebut, Zeian hanya memaknakan klub yang bertanding dan aparat keamanan dalam miniatur yang ada di dalam table game soccer tersebut.
Zeian mengecat miniatur orang di table game soccer dengan warna biru dan hijau sebagai simbol klub yang bermain saat itu. Serta warna hitam yang disimbolkannya sebagai aparat keamanan yang berjaga.
"Pemain di game itu saya simbolkan di kejadian. Saya cat warna biru, hijau dan hitam. Ya sebagai representasi kejadian lah," ucapnya.
Namun, Zeian tak mau menyimbolkan terlalu banyak lambang atau logo-logo Arema dalam karyanya itu. Ia pun tentu memiliki alasan.
Zeian beralasan bahwa objektifitas dalam Tragedi Kanjuruhan ini adalah tentang kemanusiaan. Ia tak mau menonjolkan suatu klub, perusahaan, orang beratribut ataupun instansi tertentu dalam karyanya.
"Ini kayak politik identitas. Saya gambarkan dengan makna, ayolah taruh semua simbol dan lambang kalian dan kita disini berjuang dan berbicara tentang kemanusiaan," tuturnya.
Dengan karya ikonik ini, Zeian ingin memberikan sentilan melalui seni untuk kelanjutan proses Tragedi Kanjuruhan yang hingga kini masih belum menemukan titik terang.
Meski ia sudah tak pernah menonton bola sejak di bangku SMK, atas dasar kemanusiaan, ia mempersembahkan karya ini untuk kepedulian dan perjuangan keadilan korban maupun keluarga korban Tragedi Kanjuruhan.
"Karyaku ini men-trigger empati orang-orang lah. Kalau bisa bareng-bareng taruh atribut, terus ayo diusut yang jelas dan transparan," ujarnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Seniman Malang Bicara Tragedi Kanjuruhan Lewat 'Penduso Table Game'
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |