TIMES MALANG, MALANG – Bagi para penggemar thrifting, Pasar Loak Comboran di Malang sudah menjadi destinasi favorit untuk berburu pakaian bekas berkualitas dengan harga terjangkau.
Pasar ini menawarkan berbagai pilihan pakaian, mulai dari jaket, jeans, hingga topi. Salah satu pedagang yang dikenal di sana adalah Wagino, yang telah menekuni usaha thrifting sejak krisis moneter tahun 1997.
Wagino bercerita bahwa ia memulai usahanya sebagai penjual pakaian bekas di pinggir jalan, namun seiring waktu ia berhasil menyewa kios kecil di sekitar area luar pasar. "Saya sudah berjualan pakaian thrifting sejak krisis moneter. Awalnya jualan di pinggir jalan, tapi sekarang sudah bisa sewa tempat di sini," ujarnya sembari mengenang awal perjuangannya.
Kios Wagino yang terlihat ramai dikunjungi pelanggan di Pasar Comboran. Malang. (FOTO: Ryandhika Farhansyah/TIMES Indonesia)
Sebagian besar stok pakaian yang dijual Wagino merupakan barang impor dari Korea dan Jepang. Meskipun ia tidak terlibat langsung dalam proses impor, Wagino mendapatkan barangnya dari seorang bos yang mengatur pasokan.
"Jadi stok pakaian ini impor, kebanyakan dari Korea dan Jepang. Untuk proses impornya, saya kurang tahu karena saya hanya terima barang dari bos. Saya ini bakul kecil, jadi kalau ada barang datang, saya dikasih informasi," jelasnya, Kamis (12/09/2024).
Dalam memilih stok, Wagino kini lebih selektif dan tidak lagi membeli dalam jumlah besar seperti dulu.
"Kalau dulu saya beli kwintalan, sekarang udah mahal. Satu kwintal bisa sampai 7,5 juta, tapi isinya acak dan kualitasnya juga acak. Jadi sekarang saya ambil stok pakai sistem sortir. Misalnya, kalau stok jaket di kios saya mulai habis, saya tanya ke bos harga per bijinya berapa. Kalau jaket per bijinya 90 ribu, biasanya saya ambil 60 biji. Jeans Levis, per biji 100 ribu, saya ambil 50 biji. Untuk celana pendek sport, biasanya saya ambil 100 biji dengan harga per biji 55 ribu," paparnya.
Proses sortir yang dilakukan Wagino bukan hanya untuk mengurangi risiko barang cacat, seperti robek atau sablon yang mengelupas, tapi juga untuk memastikan bahwa barang yang ia jual tetap berkualitas.
Setelah barang datang, Wagino selalu memastikan barang-barangnya tampil rapi sebelum dipajang. "Biasanya setelah stok pakaian datang, saya setrika dulu lalu saya display biar enak dipandang orang," tambahnya.
Selain pakaian, Wagino juga menjual topi dengan harga terjangkau, mulai dari 35 ribu hingga 65 ribu rupiah. Topi-topi ini bahkan sering diburu oleh pedagang lain yang ingin menjualnya kembali. "Topi di saya itu sering laku karena harganya murah. Bahkan pedagang topi juga sering beli di sini buat dijual lagi," katanya.
Keberuntungan kadang berpihak pada Wagino ketika ia mendapatkan pakaian dari merek-merek ternama seperti The North Face (TNF), Dickies, dan Carhartt.
"Kalau lagi untung, bisa dapat barang branded seperti TNF, Dickies, Carhartt. Biasanya saya jual mulai dari 250 ribu. Itu sudah murah untuk kualitasnya," katanya.
Meski barang bermerek kadang hadir di kiosnya, Wagino tetap berusaha memberikan harga yang wajar dan sering kali melayani tawar-menawar dari pembeli.
"Walau untungnya cuma puluhan ribu, yang penting bisa buat makan sehari-hari sudah cukup," tambahnya dengan senyum ramah.
Dengan pengalaman bekerja selama empat tahun di pabrik garmen, Wagino memiliki keahlian dalam membedakan antara barang asli (ori) dan barang palsu (KW).
"Saya dulu pernah kerja di pabrik garmen, jadi kalau membedakan brand ori sama KW itu sudah mudah. Biasanya saya lihat dari kerapian jahitan, bahan yang digunakan, bordir logonya, dan tag pakaian. Kalau barang branded tapi kualitasnya nggak sesuai, nggak saya ambil," ujarnya tegas.
Wagino membuka kiosnya setiap hari, mulai pukul 08.00 hingga 15.00. Ia juga menjelaskan bahwa hari Minggu biasanya adalah hari yang paling ramai karena banyak orang libur dan mengunjungi pasar. "Hari Minggu pagi itu paling rame karena banyak orang libur dan mampir ke sini," tambahnya.
Sementara itu, Mochammad Akbar Rohman, seorang mahasiswa Universitas Terbuka, juga berbagi pengalamannya saat berburu barang thrifting di Pasar Comboran. Ia datang ke pasar ini dengan tujuan membeli jaket gunung untuk kegiatan outdoor.
"Saya lebih memilih beli jaket gunung thrifting karena harganya jauh lebih murah daripada beli baru. Di sini, sering kali barangnya masih sangat bagus dan fungsional," jelas Akbar.
Akbar juga memberikan beberapa tips untuk merawat jaket gunung agar lapisan waterproof-nya tidak cepat rusak.
"Cara merawat jaket gunung yang paling penting adalah jangan mencucinya dengan mesin cuci atau menggunakan deterjen keras. Cukup rendam dengan air dingin dan gunakan sikat lembut untuk membersihkan noda. Jangan dijemur di bawah matahari langsung, cukup di tempat teduh. Dengan perawatan seperti ini, jaket akan tetap awet dan tahan lama," jelasnya.
Pasar Loak Comboran tetap menjadi pilihan utama bagi para pecinta thrifting di Malang. Dengan keberadaan pedagang seperti Wagino yang berpengalaman dan jujur, serta kisah-kisah menarik dari para pembeli seperti Akbar, pasar ini tidak hanya menjadi tempat belanja, tetapi juga menawarkan pengalaman thrifting yang kaya akan cerita dan keunikan.
Para pengunjung bisa menemukan barang-barang berkualitas dengan harga yang terjangkau, menjadikan Pasar Comboran sebagai destinasi thrifting yang layak dikunjungi. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Pasar Loak Comboran Malang, Surga Thrifting Pakaian Bekas Berkualitas
Pewarta | : Rayhan Hafizh Ananda (MBKM) |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |