https://malang.times.co.id/
Opini

Ancaman Peta Jalan Pekerja

Jumat, 02 Mei 2025 - 13:56
Ancaman Peta Jalan Pekerja Zumrotun Nafisah, Ketua Umum KOPRI PKC PMII Jawa Timur

TIMES MALANG, SURABAYA – Hari Buruh 2025 hadir di tengah tantangan baru yang lebih kompleks dari sekadar eksploitasi. Gelombang otomatisasi dan disrupsi teknologi bukan hanya momentum seremoni tahunan, tetapi alarm keras pergeseran mendasar dunia kerja. 

Transformasi teknologi melalui otomatisasi dan kecerdasan buatan telah menggeser lanskap ketenagkerjaan secara radikal. Jika sebelumnya Hari Buruh identik dengan mobilisasi serikat dan tuntutan upah layak, kini ia menjadi cermin atas ketidakpastian masa depan manusia dalam dunia kerja. 

Laporan Future of Jobs 2023 dari World Economic Forum (WEF) menjadi penanda penting: 23% pekerjaan diprediksi akan berubah dalam lima tahun ke depan. Meski ada potensi terciptanya 69 juta pekerjaan baru secara global, sebanyak 83 juta pekerjaan lama justru akan lenyap—menciptakan defisit bersih sekitar 14 juta pekerjaan (WEF, 2023). 

Fenomena ini diperkuat di tingkat nasional: laporan McKinsey & Company mengungkap sekitar 16% jam kerja di Indonesia berpotensi tergantikan otomatisasi pada 2030. Jika tidak diantisipasi dengan kebijakan transisi yang adaptif, jutaan pekerja berisiko kehilangan mata pencaharian. 

Namun, ancaman ini juga membawa peluang. McKinsey memproyeksikan bahwa teknologi otomatisasi justru berpotensi menciptakan 4–23 juta pekerjaan baru di Indonesia, termasuk 10 juta jenis pekerjaan yang belum pernah ada sebelumnya (McKinsey Global Institute, 2023). 

Ini memperlihatkan bahwa otomatisasi bukan musuh mutlak, melainkan sebuah transisi yang harus dikelola dengan cermat. Kuncinya: reskilling membekali tenaga kerja dengan keterampilan yang tidak tergantikan oleh mesin—kreativitas, pemikiran kritis, empati, dan kemampuan problem solving.

Di balik disrupsi kerja, terdapat ancaman tersembunyi dampak sektor fiskal. Hingga Oktober 2024, penerimaan PPh 21 mencapai Rp206,99 triliun—sekitar 13,6% dari total penerimaan pajak nasional (DJP, 2024). Ketika mesin mengambil alih pekerja manusia, basis penerimaan ini berpotensi menyusut secara signifikan. 

Bill Gates pernah mengusulkan wacana pajak robot (robot tax): “Kalau robot menggantikan pekerjaan manusia, seharusnya pajak robot juga sama.” (Gates, 2017). Meski Uni Eropa sempat menolak gagasan tersebut demi menjaga inovasi, Korea Selatan telah memotong insentif pajak untuk investasi robotik, secara de facto menjadi langkah awal mengenalkan "pajak robot".

Indonesia harus belajar dari langkah tersebut. Jika tidak ada langkah fiskal yang adaptif, negara akan menghadapi fenomena kekosongan penerimaan yang membahayakan akibat perubahan struktur kerja (tax vacuum). Maka, pertanyaan kuncinya: apakah Indonesia memiliki strategi transisi yang cukup matang?

Sayangnya, hingga kini belum ada peta jalan (roadmap) nasional yang komprehensif terkait reskilling tenaga kerja ataupun proteksi sosial bagi pekerja terdampak. Rencana Tenaga Kerja Nasional (RTKN) 2020–2024 terbukti belum responsif terhadap tantangan revolusi industri 4.0. 

Indonesia membutuhkan RTKN Alternatif 2025–2030 dengan aspek kunci: program reskilling besar-besaran minimal 10 juta pekerja, koordinasi lintas kementerian, serta pelibatan sektor swasta dalam penyerapan dan pelatihan tenaga kerja. Kurikulum pelatihannya harus meliputi literasi digital, kecerdasan buatan, otomatisasi industri, hingga penguatan soft skills.

Di samping itu, perlu ada sistem data terpadu seperti Labour Forecasting & Skills Observatory untuk memantau kebutuhan pasar kerja, efektivitas pelatihan, dan prediksi keterampilan masa depan. 

Di sisi perlindungan sosial, perlu dipertimbangkan pembentukan skema baru seperti Jaminan Kehilangan Kerja Akibat Otomatisasi (JKKAO) dan uji coba Universal Basic Income (UBI) di sentra industri padat karya seperti Bekasi, Gresik, dan Semarang. 

Inisiatif ini dapat menjaga stabilitas sosial bagi pekerja yang terdampak, sambil memastikan keberlanjutan di tengah pergeseran pasar kerja.

Tantangan struktural ini tidak bisa diabaikan. Pasar tenaga kerja indonesia masih menyisakan diskriminasi persyaratan seperti: penampilan menarik, tinggi badan, dan batas usia yang sempit menjadi penghalang bagi SDM berpengalaman untuk tetap produktif di era digital. Oleh karena itu, reformasi pasar kerja harus mencakup penyederhanaan rekrutmen berbasis kompetensi dan inklusif. 

Sementara dunia usaha harus aktif dalam upskilling internal melalui pelatihan berbasis digital. Di saat yang sama, serikat pekerja harus berperan lebih dari sekadar protes; mereka perlu menjadi mitra kritis dalam dialog kebijakan ketenagakerjaan.

Otomatisasi adalah keniscayaan. Tetapi arah dan dampaknya ditentukan oleh kemampuan negara dalam menyusun strategi transisi. Hari Buruh 2025 mestinya tidak hanya menjadi nostalgia perjuangan buruh masa lalu, tetapi refleksi masa depan tenaga kerja manusia di tengah bayang-bayang revolusi mesin. 

Tanpa itu, Hari Butuh akan kehilangan relevansi: bukan hanya karena pekerjaan hilang, tapi karena peran manusia dikesampingkan dalam sistem kerja yang kita ciptakan sendiri. (*)

***

*) Oleh : Zumrotun Nafisah, Ketua Umum KOPRI PKC PMII Jawa Timur.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.