TIMES MALANG, YOGYAKARTA – Kedutaan Australia untuk Indonesia menggelar Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI). Pada Juni 2024. Pergelaran tersebut telah memasuki tahun ke-9, pertanda bahwa FSAI diterima masyarakat di kedua bangsa ini. Lebih jauh, pemutaran film dapat dibilang sebagai inisiasi diplomasi budaya efektif dan prospektif untuk terus dikembangkan di masa mendatang.
Selain kesempatan menonton gratis film karya cineas Indonesia dan Australia di bioskop ternama di Indonesia, Master Class Filming bersama filmmaker dari Australia juga menjadi rangkaian penting dari FSAI 2024. Dalam penyelenggaraannya, Kedutaan Australia menggandeng berbagai kampus di Indonesia.
Aktivitas diplomasi kedua negara juga dapat dirasakan melalui produksi konten-konten di media sosial. Tak hanya dipublikasikan oleh institusi-institusi resmi, konten-konten tersebut juga diproduksi perorangan seperti dpt dilihat pada beranda atau status media sosial warga di kedua negara.
Platform seperti Instagram, TikTok, X (dulu Twitter), facebook, YouTube dan Netflix memfasilitasi interaksi lintas budaya berbasis visual, yang memungkinkan masyarakat saling mengenal dan memahami budaya lain dengan lebih mudah.
Diplomasi Budaya Indonesia-Australia
Diplomasi budaya adalah bentuk soft power yang memperkuat hubungan antarnegara melalui pertukaran budaya dan interaksi sosial. Berbeda dengan diplomasi politik atau ekonomi yang menekankan negosiasi formal, diplomasi budaya bertujuan membangun saling pengertian melalui dialog antarindividu dan masyarakat.
Bagi Indonesia dan Australia, diplomasi budaya bukanlah hal baru. Sejak menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1949, kedua negara telah menjajaki berbagai kerja sama di berbagai bidang, termasuk ekonomi, militer, pertanian, pendidikan, dan kebudayaan.
Beragam program, seperti pertukaran pelajar, dialog antaragama, shortcourses, dan pameran seni, terus dilakukan. Inisiatif ini tidak hanya mempromosikan budaya masing-masing negara tetapi juga membantu mencegah kesalahpahaman yang dapat muncul di tingkat politik.
Salah satu elemen utama keberhasilan diplomasi budaya ini adalah people-to-people relationships, yaitu interaksi langsung antarwarga yang menciptakan empati, mempererat persahabatan, dan memperkaya pemahaman lintas budaya. Hubungan inilah yang menjadi fondasi penting bagi hubungan bilateral Indonesia dan Australia di berbagai bidang.
Medium Diplomasi Budaya
Konten visual seperti foto, video, dan film kini menjadi medium penting dalam menyampaikan pesan budaya. Kedutaan Besar Australia di Indonesia, misalnya, memanfaatkan media sosial untuk memperkuat hubungan bilateral melalui kampanye digital. Pada perayaan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Australia, akun Instagram @kedubesaustralia mengadakan kompetisi foto yang mengundang alumni Australia untuk berbagi momen terbaik mereka di Negeri Kanguru.
Ratusan foto yang diunggah menunjukkan keragaman pengalaman masyarakat Indonesia di Australia, dari kegiatan akademis hingga interaksi sosial. Kampanye ini tidak hanya menciptakan keterhubungan emosional, tetapi juga menyebarkan citra positif Australia kepada publik Indonesia.
Program Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies (ACICIS) juga menggunakan media sosial (@acicis_study_indonesia) untuk mendokumentasikan pengalaman mahasiswa Australia selama belajar di Indonesia. Narasi visual yang mereka unggah sangat beragam, mulai unggahan belajar di kelas, pengalaman cultural outing seperti membatik, bermain gamelan, sampai unggahan mengenakan kebaya dalam tradisi kamis pon di UGM.
Unggahan ini tidak hanya mempromosikan Indonesia sebagai negara yang ramah dan kaya budaya, tetapi juga memperkuat dialog lintas budaya di kalangan generasi muda. Bahkan, program shorcourses dan beasiswa seperti Australia Awards Scholarship kini memberikan perhatian lebih kepada content creator dan influencer karena keahlian mereka dalam membagikan pengalaman mereka dengan cara menarik dan inspiratif.
Inisiatif lain yang penting dan diminati Muslim muda adalah Australia-Indonesia Muslim Exchange Program (AIMEP), yang diselenggarakan setiap tahun di Indonesia dan Australia. Program ini mempertemukan pemimpin muda Muslim dari kedua negara untuk berbagi pengalaman, mulai dari kehidupan sebagai minoritas Muslim di Australia hingga pengalaman Muslim Australia di negara dengan mayoritas Muslim seperti Indonesia.
Selain diunggah melalui akun resmi IG AIMEP (@ausindomep), peserta Australia juga secara aktif membagikan pengalaman mereka di media sosial, seperti bertemu pemuka agama, belajar gamelan, dan menghadiri perayaan Grebeg Maulid di Masjid Kauman.
Sementara itu, peserta Indonesia memposting tentang kehidupan Muslim di Australia, keragaman budaya di negara multikultur, kunjungan ke Gereja St Patrick’s Katedral dan NSW Parlemen House, Islamic College dan wawasan baru mereka tentang kehidupan masyarakat Australia. Melalui media sosial, AIMEP berhasil menyampaikan pesan toleransi dan keberagaman kepada audiens yang lebih luas.
Selain AIMEP, diplomasi budaya juga hadir melalui seni visual, seperti yang terlihat dalam FSAI dan kompetisi film pendek ReelOZ-Ind. Kompetisi ini mempertemukan sineas muda dari Indonesia dan Australia untuk menyampaikan narasi lintas budaya melalui film dokumenter, fiksi, dan animasi. Film-film pemenang tidak hanya ditayangkan di Australia, tetapi juga di berbagai kota di Indonesia, membuka ruang dialog tentang isu-isu yang dihadapi oleh generasi muda kedua negara.
Program ini memperlihatkan bagaimana seni visual dapat menjadi alat yang efektif dalam membangun hubungan antarnegara, menjadikan film sebagai bukti nyata soft power yang melibatkan generasi muda dalam diplomasi budaya.
Tantangan dan Peluang Media Visual dalam Diplomasi Budaya
Kemajuan teknologi, seperti kamera ponsel yang semakin canggih dan aplikasi pengeditan, telah membuka peluang besar bagi siapa saja untuk menjadi "diplomat budaya". Media sosial menjadi alat yang strategis untuk menyampaikan narasi budaya secara global melalui visual storytelling. Foto, video, dan film memungkinkan cara yang lebih menarik dan personal untuk memperkenalkan nilai budaya, membangun koneksi emosional, dan memperkaya dialog lintas negara.
Namun, diplomasi berbasis media visual juga memiliki tantangan. Salah satunya adalah etika, seperti manipulasi visual, penggunaan filter berlebihan, hingga konten berbasis kecerdasan buatan (AI) yang dapat mengurangi keaslian pesan budaya.
Selain itu, sifat konsumsi konten digital yang serba instan membuat banyak audiens hanya melihat sekilas tanpa menggali makna yang lebih mendalam. Tantangan ini menuntut kreator budaya untuk menghadirkan konten yang tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga menyampaikan pesan yang bermakna.
Meski begitu, peluang untuk memperkuat diplomasi budaya tetap sangat besar. Media sosial memungkinkan siapa saja-baik fotografer profesional, sineas, maupun masyarakat umum-untuk membagikan narasi visual lintas budaya secara luas. Dengan cara ini, visual storytelling menjadi alat efektif untuk memperkenalkan budaya Indonesia kepada dunia sekaligus membangun persepsi positif tentang hubungan antarbangsa.
Tanpa disadari, banyak dari kita telah menjadi bagian dari diplomasi budaya ini. Melalui foto, video, atau cerita yang kita bagikan-baik tentang festival budaya, pemandangan alam, maupun tradisi lokal-kita ikut memperkuat hubungan antarnegara. Dengan memanfaatkan peluang ini secara kreatif, kita tidak hanya mempererat persahabatan dengan Australia, tetapi juga menciptakan jembatan budaya yang lebih luas di era global yang terkoneksi.
***
*) Oleh : Elis Zuliati Anis, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Ahmad Dahlan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |