TIMES MALANG, YOGYAKARTA – Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 telah memberikan suatu penegasan bahwa Indonesia adalah negara hukum, yang artinya hukum berperan sebagai pedoman tertinggi yang memastikan terciptanya keadilan, perlindungan, dan kesetaraan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Dalam realitasnya, muncul adagium "Jika diam mereka tenggelam, jika bersuara mereka berkuasa". Adagium tersebut menggambarkan fenomena "No Viral No Justice," di mana perhatian terhadap suatu perkara hukum baru timbul setelah memperoleh sorotan luas melalui media sosial.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana viralitas dapat mempengaruhi penegakan hukum. Salah satu contoh adalah Kasus Gregorius Ronald Tannur, di mana putusan Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby yang membebaskan terdakwa memicu kecurigaan publik, dengan terungkapnya rekayasa dalam pengambilan putusan yang semakin memperburuk persepsi terhadap sistem peradilan. Oleh karena itu, seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, media sosial kini memainkan peran ganda dalam penegakan hukum.
Di satu sisi, media sosial berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran publik dan mendorong partisipasi masyarakat. Namun di sisi lain, media sosial juga berpotensi menciptakan tekanan yang dapat memengaruhi independensi aparat penegak hukum, sehingga semakin menegaskan perlunya reformasi dalam pendekatan penegakan hukum di Indonesia.
Reformasi Hukum di Era Digital
Teknologi sebagai salah satu aspek penting dalam sistem hukum Indonesia perlu mendapatkan perhatian, khususnya terkait peran hukum siber (cyber law) dalam mengatur dan melindungi aktivitas di dunia maya. Anthon F. Susanto, menyatakan bahwa kemunculan cyberspace atau cybercommunity telah menimbulkan perubahan signifikan terhadap tatanan sosial secara cepat, yang mencakup pergeseran platform, transformasi struktur masyarakat, serta dinamika perputaran pengetahuan.
Fenomena “No Viral No Justice” adalah dampak nyata dari perubahan tatanan sosial yang dipengaruhi oleh perkembangan cyberspace dan teknologi digital. Konsep ini tidak hanya mencerminkan ironi yang melekat dalam istilah yang sering digunakan oleh masyarakat digital (netizen), serta menunjukkan pengaruh teknologi yang tidak hanya memengaruhi kinerja aparat penegak hukum, tetapi juga membentuk dinamika sosial masyarakat secara lebih luas.
Terkadang, sebagian netizen beranggapan bahwa proses hukum harus sejalan dengan ekspektasi publik yang sering kali dipicu oleh viralitas di media sosial. Hal ini menciptakan tekanan pada aparat penegak hukum untuk segera bertindak, yang pada gilirannya dapat memengaruhi independensi dan objektivitas dalam penegakan hukum.
Tekanan ini, meskipun mencerminkan partisipasi aktif masyarakat, juga menimbulkan risiko terhadap proses peradilan yang adil dan bebas dari pengaruh eksternal. Oleh karena itu, penting untuk menyeimbangkan informasi yang telah viral di media dengan informasi yang valid dan objektif, agar tidak terjadi distorsi dalam penegakan hukum.
Kebebasan berpendapat adalah hak asasi setiap individu yang dijamin oleh konstitusi. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan media sosial, kebebasan ini harus dijalankan dengan tetap memperhatikan tanggung jawab hukum.
Penyebaran informasi yang tidak sesuai dengan fakta dapat menimbulkan keresahan atau ketidakadilan dalam sistem hukum. Tidak jarang terjadi penyebaran informasi yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan, yang dapat berpotensi melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Masa Depan Teknologi dalam Penegakan Hukum di Indonesia
Masa depan teknologi dalam pembangunan sistem hukum Indonesia berarti melihatnya dalam kerangka teoritis dan teknis. Sebelum pesatnya perkembangan teknologi, istilah "netizen" belum dikenal.
Namun, dengan kemajuan teknologi, istilah tersebut mulai diakui, seiring dengan munculnya fenomena "No Viral No Justice," yang menggambarkan pengaruh media sosial terhadap penegakan hukum serta dinamika publik terkait keadilan dan transparansi.
Pembangunan sistem hukum Indonesia memasuki babak baru, terutama dengan adaptasi yang terjadi selama pandemi Covid-19. Ketika proses penegakan hukum dilaksanakan secara daring melalui platform seperti Zoom, hal ini menjadi respons terhadap keterbatasan fisik dan untuk menjaga kelangsungan proses hukum dalam situasi darurat.
Sebagai contoh, Mahkamah Konstitusi telah memanfaatkan teknologi dengan menyiarkan proses persidangan melalui saluran resmi YouTube. Langkah ini memungkinkan masyarakat untuk menyaksikan jalannya persidangan secara langsung dan memastikan transparansi, akuntabilitas, serta keadilan dalam sistem hukum Indonesia.
Meskipun teknologi telah berkembang pesat, peradilan umum masih mengedepankan prinsip "sidang terbuka untuk umum" yang mengutamakan kehadiran fisik bagi masyarakat yang ingin menyaksikan jalannya persidangan.
Oleh karena itu, proses persidangan sebaiknya tidak hanya mengutamakan kehadiran fisik, tetapi juga disiarkan melalui platform digital, seperti YouTube resmi peradilan umum. Dengan demikian, transparansi dan aksesibilitas dapat lebih efektif tercapai, dan prinsip keterbukaan dalam sistem hukum dapat dipertahankan.
Bentuk dan arah pembangunan sistem hukum Indonesia seharusnya difokuskan pada peningkatan transparansi dan keterbukaan. Hal ini penting agar informasi yang disampaikan dapat bersifat seimbang, akurat, dan sesuai dengan fakta yang ada.
Selain itu, sangat penting untuk memastikan bahwa proses hukum dapat dipantau secara terbuka oleh publik, guna menjamin akuntabilitas, mencegah terjadinya ketidakadilan, serta memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap integritas dan efektivitas sistem hukum yang berlaku.
***
*) Oleh : Agun Pradika, Mahasiswa Magister Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |