TIMES MALANG, MALANG – Pergadaian di Kota Malang kini tak hanya dikenal sebagai tempat untuk mendapatkan pinjaman uang, tetapi juga dimanfaatkan oleh para mahasiswa maupun masyarakat umum sebagai alternatif penitipan barang berharga.
Banyak mahasiswa perantauan yang menggadaikan barangnya ketika hendak libur panjang, kemudian mengambilnya kembali ketika sudah kembali ke Malang. Amankah hal tersebut?
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang, Biger Adzanna Maghribi menilai bahwa fenomena ini adalah sebuah kreatifitas dan inisiatif yang dibuat untuk mengamankan barang berharga yang mereka miliki, ketika hendak ditinggal dalam kurun waktu yang cukup lama.
Menurutnya, sah saja hal ini dilakukan. Namun, Biger mengingatkan pentingnya memastikan legalitas pegadaian yang digunakan agar terhindar dari risiko yang merugikan.
"Kalau untuk sekadar menitipkan barang dan menebusnya kembali, ini memang bisa dibilang aman, asal lembaganya jelas dan diawasi. Tapi, soal aman atau tidak, serta apakah dianjurkan atau tidak, itu tergantung risiko yang siap diambil oleh masing-masing nasabah," terangnya.
Biger juga mengingatkan bahwa di Malang banyak sekali pegadaian yang bukan bagian dari PT Pegadaian maupun lembaga resmi lainnya. Pegadaian ilegal ini tidak diawasi oleh OJK, sehingga risiko yang ditanggung nasabah akan jauh lebih besar.
Ia menegaskan, jika terjadi kerusakan barang atau sengketa dengan pihak pegadaian, nasabah yang memilih pegadaian ilegal tidak akan mendapatkan perlindungan hukum. Oleh sebab itu, sangat penting untuk memastikan lembaga tersebut terdaftar dan diawasi oleh OJK.
"Kalau barang rusak atau ada perselisihan dengan pegadaian ilegal, OJK tidak bisa membantu. Beda cerita kalau pegadaian itu resmi, kami bisa memfasilitasi penyelesaian sengketa antara nasabah dan pihak pegadaian," jelasnya.
Untuk memastikan lembaga tersebut legal dan diawasi, masyarakat dapat memanfaatkan layanan OJK yang mudah diakses, salah satunya dengan mengirim pesan WhatsApp ke nomor 081-157-157-157.
"Sangat mudah, tinggal cek saja. Jangan sampai sembarangan gadaikan barang ke tempat yang tidak jelas," tegasnya.
Fenomena mahasiswa yang memanfaatkan pegadaian untuk menitipkan barang menunjukkan kreativitas sekaligus kebutuhan praktis dalam mengelola keuangan. Namun, Biger mengingatkan bahwa langkah ini perlu dilakukan dengan hati-hati.
"Mahasiswa harus paham bahwa pegadaian ini bukan sekadar tempat penitipan barang. Ada biaya yang harus dibayarkan, dan kalau barang sampai rusak atau hilang di pegadaian ilegal, tidak ada jaminan penyelesaian. Jadi, bijaklah dalam memilih lembaga pegadaian," katanya.
Meski demikian, pegadaian resmi yang diawasi OJK tetap menjadi alternatif yang relatif aman dibandingkan dengan lembaga tidak resmi. Selain itu, peraturan yang jelas dan pengawasan dari OJK memberikan perlindungan lebih baik kepada nasabah jika terjadi masalah.
Biger berharap mahasiswa maupun masyarakat umum bisa lebih memahami pentingnya memilih lembaga keuangan yang legal. Jangan sampai kebutuhan jangka pendek menjadi masalah besar karena kurangnya informasi atau keteledoran. Dengan langkah yang tepat, skema ini bisa menjadi solusi kreatif yang tetap aman dan bermanfaat. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Imadudin Muhammad |