https://malang.times.co.id/
Ekonomi

Tanpa Judi Online, Perekonomian Indonesia Bisa Tumbuh Lebih Cepat

Rabu, 09 Oktober 2024 - 18:48
Tanpa Judi Online, Perekonomian Indonesia Bisa Tumbuh Lebih Cepat Perangi judol lewat kampanye #Tetap Anti Judi Online yang digelar Kementrian Kominfo di CFD Kota Malang, Minggu (6/10/2024). (FOTO: Adhitya Hendra/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan tren positif, meskipun menghadapi berbagai tantangan di tahun 2023. Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), realisasi transaksi e-commerce pada tahun 2023 mencapai Rp453,75 triliun. Capaian ini mengindikasikan semakin kuatnya digitalisasi dalam sektor perdagangan. Namun, di balik peningkatan aktivitas ekonomi formal, perputaran uang dari aktivitas ilegal seperti judi online (Judol) juga terus membengkak, menjadi tantangan besar bagi perekonomian nasional.

Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan, nilai transaksi Judol di Indonesia pada tahun 2023 mencapai Rp327 triliun, atau sekitar 1,56% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang berada di kisaran Rp20.892 triliun. Jumlah ini menunjukkan lonjakan signifikan dibandingkan tahun 2022, di mana nilai transaksi Judol sebesar Rp190 triliun, atau sekitar 0,9% dari PDB.

CFD-Kota-Malang-23.jpg

Tidak hanya menyedot dana dari ekonomi formal, Judol juga menjadi ancaman bagi generasi muda. Berdasarkan data PPATK, jumlah pemain Judol di Indonesia mencapai 4 juta jiwa. Dengan rincian pemain usia 30 - 50 tahun sebesar 40%, di atas 50 tahun sebanyak 34%, usia 21 - 30 tahun 13%, usia 10 - 20 tahun sebanyak 11%, dan usia di bawah 10 tahun 2%. Penyebaran aktivitas Judol ini sangat mengkhawatirkan, karena melibatkan kelompok usia produktif dan bahkan anak-anak.

Dalam skala regional, Jawa Barat menempati urutan pertama provinsi dengan jumlah pemain Judol terbanyak. Disusul oleh DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jawa Barat dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang tercatat sebesar Rp2.625 triliun pada tahun 2023, nilai transaksi Judol disana mencapai Rp3,8 triliun, atau sekitar 0,14% pada tahun yang sama. Meskipun proporsi ini lebih kecil dibandingkan angka nasional, tetap saja menjadi sinyal adanya pergerakan dana besar di sektor ilegal yang memerlukan perhatian serius.

Secara keseluruhan, Judol menyumbang permasalahan besar bagi pengelolaan ekonomi Indonesia. Dana sebesar Rp327 triliun yang berputar dalam aktivitas Judol seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, seperti investasi, pengembangan UMKM, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tanpa pengaruh dari Judol, perekonomian Indonesia bisa tumbuh lebih cepat dan kuat, dengan sumber daya keuangan yang lebih terfokus pada sektor-sektor formal yang mendukung pertumbuhan berkelanjutan.

Anisa laras dan tim dari Universitas Bhayangkara Jakarta dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Dampak Judi Online di Indonesia menyebut, dampak ekonomi dari Judol memang sangat signifikan. Banyak individu yang mengalami penurunan kondisi ekonomi rumah tangga karena uang yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dihabiskan untuk berjudi.

"Hutang yang menumpuk dan kebangkrutan pribadi menjadi konsekuensi yang sering terjadi. Selain itu, produktivitas kerja menurun karena waktu dan energi yang dihabiskan untuk berjudi, yang pada gilirannya mempengaruhi kinerja dan stabilitas keuangan individu," ucapnya.

Dia menerangkan, teori perilaku konomi menyebut bahwa sesorang membuat keputusan ekonomi memang tidak selalu rasional. Dalam konteks judi online, keputusan untuk berjudi sering kali dipengaruhi oleh bias kognitif seperti overconfidence (kepercayaan diri berlebihan) dan gambler's fallacy (keyakinan bahwa peluang menang meningkat setelah serangkaian kekalahan). Teori ini membantu menjelaskan mengapa individu terus berjudi meskipun mengalami kerugian finansial yang signifikan.

"Bagi mereka, kekalahan dalam perjudian tidak pernah dihitung sebagai kekalahan. Tetapi dianggap sebagai "hampir menang", sehingga mereka terus memburu kemenangan yang menurut mereka pasti akan didapatkan," kata dia.

Hal itu pun diamini oleh salah seorang mantan pemain judol yang kini telah bertaubat. Sebut saja Steven, dia mengaku bahwa dulu pernah beradu nasib dengan bermain Judol. Dia blak-blakan bahwa beberapa kali dia memang pernah menang dan mendapatkan keuntungan. Namun, pada akhirnya, kekalahan yang harus dia tanggung jauh lebih besar dari kemenangan yang dia dapat.

“Awalnya menang satu dua kali, lalu setelah itu ketagihan dan kalah terus,” ujarnya.

Pria asal Kabupaten Malang Jawa Timur itu menaksir kerugian yang telah dia alami hingga puluhan juta rupiah. Tak mudah baginya untuk akhirnya bisa benar-benar keluar dari iming-iming "hampir menang" dan keuntungan instan yang ditawarkan oleh Judol. Dia bahkan sampai dibantu psikolog untuk taubat dari Judol. Hingga akhirnya kini dia betul-betul bisa jauh dari perjudian. “Jadi jangan sampai mencoba bermain judol lagi,” tegasnya.

Sementara itu, Dosen Sosiologi FISIP Universitas Brawijaya, Didid Haryadi menuturkan, Judol tidak hanya menimpa warga yang kurang secara ekonomi, namun ribuan anggota DPR dan DPRD juga pernah memainkan Judol berdasarkan data dari PPATK. Melihat hal ini, Didid menegaskan bahwa ekonomi bukan faktor utama yang mendorong orang bermain Judol.

"Siapapun, dari kelas ekonomi apapun, status sosial apapun, itu semuanya sebenarnya punya potensi untuk terjerat di kasus-kasus atau isu-isu yang membedakan,” kata dia.

Didid menyebut, Judol merupakan konsekuensi perkembangan dan kemajuan teknologi informasi, yang membentuk suatu konstruksi sosial yang baru di masyarakat. Sehingga dampaknya dapat memicu munculnya disrupsi-disrupsi sosial. Karena itu, dia menyarankan agar masyarakat lebih bijak dalam berkompromi dengan perkembangan teknologi informasi.

“Jadi poinnya sebenarnya lebih kepada respon kita terhadap perkembangan teknologi informasi itu sendiri,” pungkasnya.

Tindakan tegas pemerintah melalui pemblokiran jutaan rekening dan situs Judol, seperti yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah langkah yang sangat strategis. Namun, dengan semakin masifnya skala transaksi dan jumlah pemain, diperlukan kerja sama yang lebih erat antara berbagai lembaga pemerintah, serta penegakan hukum yang konsisten untuk mengatasi Judol di masyarakat.

Tanpa Judol, Indonesia berpotensi mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat dan inklusif, dengan memaksimalkan potensi sektor-sektor formal yang memberi manfaat nyata bagi pembangunan negara. (*)

Pewarta : Achmad Fikyansyah
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.