TIMES MALANG, YOGYAKARTA – Menilik kebiasaan kita menonton televisi baik itu saat di waktu luang atau hanya sekedar menghilangkan kebosanan tanpa kita sadari membuat kita terbiasa terpapar akan berbagai banyak hal yang bersifat sebagai hiburan.
Seiring berkembangnya teknologi di sekitar kita, perlahan-lahan televisi mulai ditinggalkan dan banyak diantara kita yang mulai beralih ke media lain untuk mencari hiburan.
Sosial media menjadi angin segar bagi para generasi zaman ini yang memang lahir sebagai digital native dimana sebagian besar dari kaum muda ini lahir di tengah-tengah perkembangan pesat teknologi. Hal ini kemudian menjadi sesuatu yang mudah terintegrasi dengan kehidupan kita sehari-hari.
Platform sosial media seperti Facebook, Instagram, Youtube, Tiktok hingga X (Twitter) ini kemudian menjadi suatu yang adiktif bagi beberapa penggunanya. Sosial media menjadi pengganti hiburan yang dulu biasa kita dapatkan dari televisi.
Sosial Media Voyeurism
Voyeurism merujuk pada kebiasaan atau praktik di mana seseorang menikmati mengamati kehidupan pribadi orang lain tanpa sepengetahuan atau dengan persetujuan mereka.
Dalam konteks modern, voyeurism culture sering dikaitkan dengan penggunaan media dan teknologi, di mana orang dapat dengan mudah mengakses dan melihat konten pribadi orang lain melalui televisi, internet, dan terutama sosial media.
Jika dahulu kita mengamati kehidupan selebriti melalui televisi, sekarang kita dapat melakukannya secara langsung dan real-time melalui sosial media.
Tidak hanya selebriti, tetapi juga teman, keluarga, dan bahkan orang asing. Dengan fitur-fitur seperti Stories, Live Streaming, dan Feed, kita dapat dengan mudah melihat kehidupan orang lain setiap saat.
Budaya voyeurism ini juga didorong oleh budaya Amerika yang cenderung memamerkan gaya hidup mewah dan glamor. Influencer Amerika, dengan jutaan pengikut mereka, sering kali membagikan momen-momen kehidupan mereka yang tampak sempurna.
Ini menciptakan ilusi bahwa kehidupan mereka selalu menyenangkan dan tanpa masalah, yang kemudian diidolakan oleh generasi muda di seluruh dunia.
Konsekuensi dari Budaya Voyeurism
Semakin banyak orang yang merasa nyaman membagikan detail kehidupan pribadi mereka secara online semakin besar kesempatan penyalahgunaan informasi oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab seperti digunakan untuk pinjaman online, pelanggaran privasi, deepfake, dan banyak hal lainnya.
Tekanan Sosial
Generasi muda sering merasa tertekan untuk menunjukkan kehidupan yang sempurna seperti yang mereka lihat di sosial media. Mereka merasa perlu untuk selalu tampil baik dan melakukan hal-hal menarik agar tidak kalah dengan teman-teman mereka.
Hal ini yang lantas menjadi beberapa sebab generasi muda memiliki insecurities yang bisa mengganggu kesehatan mental. Budaya konsumerisme juga melekat erat dengan tekanan sosial dari pengaruh sosial media.
Distorsi Realitas
Sosial media seringkali hanya menampilkan sisi baik dari kehidupan seseorang. Ini bisa menciptakan distorsi realitas, dimana generasi muda mungkin merasa bahwa kehidupan mereka tidak sebaik orang lain karena mereka hanya melihat sisi positif dari kehidupan orang lain.
Karena hal-hal tersebut, generasi muda perlu diajarkan untuk memahami dan menyaring informasi yang mereka lihat di sosial media. Dorongan kepada generasi muda untuk lebih banyak berinteraksi di dunia nyata daripada hanya melalui layanan sosial media.
Aktivitas seperti olahraga, seni, dan kegiatan sosial dapat membantu mereka mengembangkan hubungan yang lebih sehat dan bermakna.
Budaya sosial media voyeurism telah menjadi bagian dari kehidupan generasi muda saat ini, dipengaruhi oleh budaya Amerika yang sangat dominan. Meskipun fenomena ini membawa beberapa dampak negatif.
Dengan edukasi yang tepat dan penggunaan sosial media yang bijak, generasi muda dapat mengatasi tantangan ini dan menikmati manfaat positif dari teknologi digital. Cara ini, sosial media dapat menjadi alat yang memperkaya kehidupan kita, bukan sebaliknya. (*)
***
*) Oleh : Yusrina Dinar Prihatika, Dosen Sastra Inggris FSBK Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |