https://malang.times.co.id/
Opini

Tarif Respirokal Amerika Serikat: Menang Strategi, Rugi Sistem

Sabtu, 12 April 2025 - 11:18
Tarif Respirokal Amerika Serikat: Menang Strategi, Rugi Sistem Abdullah Fakih Hilmi AH, S.AP., Akademisi dan Wirausahawan

TIMES MALANG, JAKARTA – Penerapan tarif respirokal oleh Amerika Serikat kembali menjadi sorotan dalam diskursus perdagangan global. Di bawah sejumlah pemerintahan, terutama sejak era Presiden Donald Trump hingga administrasi Biden, wacana “fair trade” telah mengalami pergeseran dari pendekatan multilateralisme ke arah bilateralisme agresif, salah satunya melalui kebijakan tarif respirokal. 

Dalam konteks ini, AS mengadopsi prinsip “equal treatment” dengan mengenakan tarif serupa terhadap negara-negara yang menerapkan bea masuk tinggi atas produk AS.

Kebijakan ini secara politis digambarkan sebagai langkah untuk menegakkan keadilan dan melindungi pekerja domestik. Namun, secara ekonomi dan diplomatik, tarif respirokal bukan tanpa implikasi serius. 

Ia menghadirkan dilema strategis dalam tatanan perdagangan internasional yang telah dibangun di atas asas liberalisasi dan kerja sama.

Asal Muasal dan Rasionalitas Tarif Respirokal

Tarif respirokal bukanlah konsep baru dalam ekonomi politik internasional. Sejak lama, negara-negara menggunakan tarif sebagai instrumen untuk menyeimbangkan ketimpangan neraca perdagangan. 

Namun, kebijakan ini menjadi kontroversial ketika digunakan sebagai alat tekanan sepihak dalam sistem yang seharusnya diatur oleh World Trade Organization (WTO).

Amerika Serikat, dengan dalih proteksi terhadap industri dalam negeri, sering mengklaim bahwa negara-negara mitra seperti China, Meksiko, atau bahkan sekutu tradisional seperti Uni Eropa, telah menikmati surplus perdagangan yang besar tanpa memberi akses pasar yang adil terhadap produk-produk AS. 

Di titik inilah tarif respirokal hadir sebagai respons langsung-bahkan bisa disebut sebagai bentuk sanksi ekonomi.

Dampak terhadap Perdagangan Global

Penerapan tarif respirokal pada dasarnya menyalakan alarm perang dagang. Dalam teori perdagangan internasional klasik, setiap negara akan mendapatkan keuntungan jika fokus pada keunggulan komparatif. 

Jika semua negara mulai menetapkan tarif berdasarkan prinsip “mata dibalas mata”, maka sistem perdagangan bebas akan terdistorsi. Harga barang naik, efisiensi ekonomi menurun, dan konsumen global dirugikan.

Di tingkat global, kebijakan ini dapat memicu efek domino berupa balasan tarif dari negara mitra. Hal ini terjadi pada perang dagang AS–Tiongkok pada 2018–2019, di mana kedua negara saling menaikkan tarif, menekan ekspor-impor, memperlambat pertumbuhan ekonomi global, dan menciptakan ketidakpastian investasi.

Konsistensi dan Ketahanan Ekonomi Domestik

Di dalam negeri, tarif respirokal sering mendapat dukungan dari sektor manufaktur dan serikat pekerja. Namun, dampaknya tidak selalu positif secara merata. 

Banyak pelaku usaha, terutama sektor yang sangat bergantung pada bahan baku impor, justru mengalami peningkatan biaya produksi. Petani AS, misalnya, menjadi korban dalam perang tarif dengan Tiongkok ketika ekspor kedelai mereka dibatasi.

Di sisi lain, retaliasi dari negara lain bisa menggerus posisi daya saing global produk-produk unggulan AS. Ini menjadi ironi ketika kebijakan proteksionis justru memperlemah sektor yang ingin dilindungi.

Dimensi Politik dan Tantangan Tata Kelola Perdagangan

Tarif respirokal juga mencerminkan dimensi politik domestik yang kental. Ia seringkali dijadikan alat kampanye politik untuk menunjukkan “kemenangan” atas negara lain, meski secara struktural belum tentu memberikan dampak ekonomi jangka panjang. 

Lebih dari itu, kebijakan ini menunjukkan kemunduran komitmen AS terhadap sistem perdagangan multilateral dan tata kelola global yang berbasis konsensus.

Bagi negara-negara berkembang, kebijakan tarif semacam ini menjadi ancaman. Bukan hanya karena kehilangan pasar, tetapi juga karena mereka tidak memiliki kekuatan respirokal yang setara. 

Artinya, prinsip kesetaraan dalam perdagangan global menjadi semu, ketika negara kuat dapat dengan mudah menerapkan “keadilan versi mereka sendiri”.

Reformasi WTO dan Diplomasi Ekonomi

Alih-alih menerapkan tarif respirokal secara sepihak, AS seharusnya mendorong reformasi sistem perdagangan multilateral. WTO memang mengalami stagnasi dalam beberapa dekade terakhir.

Namun solusi jangka panjang bukan dalam bentuk balas dendam tarif, melainkan penguatan mekanisme resolusi sengketa perdagangan, transparansi tarif, serta kerjasama yang inklusif.

Kebijakan perdagangan tidak bisa hanya dinilai dari sisi proteksi sesaat. Ia harus dilihat dalam bingkai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, adil, dan dapat menciptakan stabilitas jangka panjang.

Tarif respirokal adalah cermin dari kegelisahan AS atas ketidakseimbangan perdagangan global. Namun dalam praktiknya, pendekatan ini lebih menyerupai pedang bermata dua. 

Ia bisa menyelesaikan masalah jangka pendek, tetapi berpotensi merusak fondasi sistem perdagangan global yang telah dibangun dengan susah payah.

Amerika Serikat perlu mengambil peran sebagai pemimpin yang bertanggung jawab dalam ekonomi global, bukan sebagai negara adidaya yang menerapkan hukum dagang berdasarkan ukuran sendiri. 

Jika tidak, kita akan menyaksikan runtuhnya tatanan perdagangan yang selama ini menopang pertumbuhan ekonomi dunia.

***

*) Oleh : Abdullah Fakih Hilmi AH, S.AP., Akademisi dan Wirausahawan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.