https://malang.times.co.id/
Pendidikan

Prof. I Nyoman Nurjana: RUU KUHAP Harus Diselesaikan Sebelum RUU Kejaksaan

Kamis, 13 Februari 2025 - 16:52
Prof. I Nyoman Nurjana: RUU KUHAP Harus Diselesaikan Sebelum RUU Kejaksaan Guru Besar FH UB saat menjadi pemateri dalam Seminar Nasional yang membahas RUU KUHAP yang digelar oleh FH Unisma Malang, Kamis (13/2/2025). (FOTO: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB), Prof. Dr. I Nyoman Nurjana, S.H., M.H., menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum pemerintah membahas RUU Kejaksaan. Jika kedua rancangan undang-undang tersebut dibahas bersamaan, dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih kewenangan dan konflik norma dalam sistem peradilan pidana.

Hal tersebut disampaikan Prof. Nyoman dalam Seminar Nasional "Dilema Tumpang Tindih Kewenangan Polisi dan Jaksa: Urgensi Revisi Rancangan KUHAP dan Rancangan UU Kejaksaan dalam Bingkai Sistem Peradilan Pidana" yang diadakan di Universitas Islam Malang (Unisma) pada Kamis (13/2/2025).

Prof. Nyoman menegaskan bahwa RUU KUHAP merupakan lex generalis dari sistem penegakan hukum pidana di Indonesia. Oleh karena itu, seharusnya pembahasannya dituntaskan terlebih dahulu sebelum membahas aturan yang lebih spesifik seperti RUU Kejaksaan.

"Rancangan KUHAP yang sedang dibahas itu merupakan lex generalis dari sistem penegakan hukum kita, sistem peradilan pidana terpadu. Dan karena di dalamnya ada aktor-aktor penegak hukum pada tahapan-tahapan itu dan itu menjadi satu kesatuan sistem yang tidak boleh dipisahkan," ujar Prof. Nyoman.

Ia juga menyoroti bahwa penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim sudah memiliki aturan khusus yang mengatur kewenangannya masing-masing. Sehingga, KUHAP harus diselesaikan terlebih dahulu sebagai payung hukum utama sebelum aturan yang lebih spesifik seperti RUU Kejaksaan dibahas lebih lanjut.

"Penegak hukum di pra-penyidikan polisi, kemudian penuntutan jaksa sampai pemerintahan sedang mengalir itu juga punya undang-undang sendiri yang mengatur sendiri dan itu yang disebut lex spesialisnya. Oleh karena itu, KUHAP-nya harus selesai dulu," jelasnya.

Prof. Nyoman juga mengingatkan bahwa pembahasan RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan secara bersamaan berpotensi menimbulkan overlapping kewenangan dan konflik norma dalam sistem peradilan pidana.

"Jika kita baca normanya juga ada nuansa-nuansa intervensi, overlapping, dan ini yang harus dihindari. Karena kita berbicara mengenai hukum sebagai satu sistem. Dan sebagai sistem norma yang harus dihindari adanya inkonsistensi, konflik norma, overlapping dalam pengaturan pemerintahan," tegasnya.

Menurutnya, yang banyak disoroti dalam pembahasan RUU KUHAP saat ini adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan kewenangan polisi dan jaksa. Padahal, ada banyak pasal lain yang juga perlu dibahas lebih dalam agar aturan yang dibuat benar-benar mencerminkan sistem hukum yang ideal.

"Yang disoroti lebih banyak pada pengaturan mengenai kewenangan penegak hukum, khususnya polisi dan jaksa. Padahal ada lagi pasal-pasal yang lain yang sebenarnya urgen untuk dibahas, tapi belum banyak disentuh. Itu perlu menjadi perhatian juga ke depan," kata Prof. Nyoman.

Selain itu, Prof. Nyoman juga menyoroti konsep hakim pemeriksa pendahuluan yang menjadi bagian dari revisi KUHAP. Menurutnya, hakim pemeriksa pendahuluan akan menjadi bagian penting dalam sistem check and balance dalam sistem peradilan pidana.

"Itu yang menjadi kontrol sebenarnya dalam proses perapenuntutan dan penuntutan. Karena hakim pemeriksa pendahuluan itu punya kewenangan untuk menyatakan layak atau tidak untuk dilanjutkan ke pemeriksaan di sidang pengadilan. Check and balance-nya di sana," jelasnya.

Dengan adanya hakim pemeriksa pendahuluan, kontrol terhadap proses penyidikan dan penuntutan tidak hanya bergantung pada jaksa, tetapi juga pada pengawasan dari hakim. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dalam proses peradilan pidana.

Prof. Nyoman juga menekankan bahwa pembentukan undang-undang harus mengacu pada prinsip-prinsip yang ada dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ada dua asas utama yang harus diperhatikan, yaitu asas pembentukan peraturan yang benar dan asas muatan materi.

"Membentuk satu undang-undang ada rujukannya. Itu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ada dua asas penting yang harus dirujuk. Yang pertama asas pembentukan peraturan perundang-undangnya, lembaga yang membentuknya ini harus benar," jelasnya.

Selain itu, ia menegaskan bahwa masih ada waktu bagi akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat untuk memberikan masukan terhadap pembahasan RUU KUHAP agar aturan yang dihasilkan benar-benar memperkuat sistem hukum di Indonesia.

"Akademisi, kemudian praktisi hukum, advokat, sampai mahasiswa, teman-teman dari NGO yang memberi perhatian pada kehidupan hukum di Indonesia, masih ada waktu untuk memberikan masukan-masukan," pungkasnya. (*)

Pewarta : Achmad Fikyansyah
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.