TIMES MALANG, MALANG – Skema efisiensi anggaran seperti diminta pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2025, hingga kini masih jadi tanda tanya.
Dalam keterangannya, Kepala Bappeda Kabupaten Malang, Tomie Herawanto menyampaikan, efisiensi anggaran di lingkup Pemkab Malang nantinya mencapai 50 persen.
"Sasaran efisiensi anggaran diberlakukan pada belanja perjalanan dinas yang sebesar 50 persen. Totalnya, perkiraan bisa sampai Rp 60 sampai 70 miliar," terang Tomie, Rabu (12/2/2025).
Kemudian belanja-belanja pendukung kegiatan yang lain, baik pengadaan ATK dan macam-macam, termasuk di dalamnya untuk makan minuman.
Terkait penyesuaian anggaran yang akan mengalami efisiensi ini, pihaknya sedang berproses.
"Kami sudah meminta ke setiap OPD pengguna anggaran, untuk mendetilkan berapa belanja perjalanan dinas yang bisa diefisiensi. Besok Jumat (14/2/2025) harapannya sudah terekap semua, kemudian kita evaluasi," jelas Tomie.
Pada saat yang sama, setelah dilakukan efisiensi anggaran dari poin-poin apa saja, menurutnya masih belum diketahui anggaran hasil efisiensi itu akan bisa digunakan untuk apa.
Selain itu, lanjut Tomie, pihaknya juga belum mengetahui hal detil yang dikatakan dalam efisiensi belanja seremoni ataupun kegiatan lain, mencakup apa saja.
"Hasil efisiensi tadi itu apakah digunakan untuk program pusat tertentu. Sebut saja misal makan bergizi gratis (MBG), belum diarahkan. Terus, kalau itu untuk MBG, apakah itu langsung diambil pusat atau di transfer ke daerah untuk dikelola daerah. Belum ada juknisnya," imbuhnya.
Untuk sementara, setelah selesai dilakukan efisiensi 50 persen anggaran perjalanan dinas, menurutnya dananya akan ditempatkan dulu dalam APBD Kabupaten Malang sebagai anggaran Belanja Tidak Tetap (BTT).
Sedangkan, untuk gaji ASN ke-13 dan 14, Tomie memastikan sementara ini tetap aman atau tidak ada kewajiban untuk dilakukan penyesuaian maupun pemangkasan karena efisiensi.
Terkait dampak efisiensi pemotongan anggaran perjalanan dinas, menurutnya sejumlah kegiatan teknis akan terpengaruh. Seperti kegiatan teknis yang melibatkan petugas UPT, maupun pengawasan, seperti di OPD pengawas pengairan atau pendapatan daerah (Bapenda).
Pada sisi belanja kegiatan infrastruktur, kata Tomie, dipastikan efsiensi sudah diambil pusat.
Sebaliknya, ketika nantinya ternyata kebutuhan infrastruktur masih mendesak dan memang dibutuhkan anggaran, belum bisa dipastikan adakah kemungkinan efisiensi juga akan bisa sigeser untuk kebutuhan tersebut.
"Kalau itu memang diberikan kewenangan untuk menggeser, akan kita lakukan ke infrastruktur. Tetapi kalau tidak diberikan kewenangan itu, dan diambil sepenuhnya pusat, ya apapun nanti berarti akan terdampak dari sisi untuk belanja," demikian Tomie Herawanto. (*)
Pewarta | : Khoirul Amin |
Editor | : Imadudin Muhammad |