https://malang.times.co.id/
Opini

Ketika Hukum Tunduk kepada Kepentingan Oligarki

Senin, 03 Februari 2025 - 17:00
Ketika Hukum Tunduk kepada Kepentingan Oligarki Anshori, Dosen Fakultas Hukum Universitas Billfath Lamongan.

TIMES MALANG, LAMONGAN – Dalam demokrasi ideal, supremasi hukum seharusnya menjadi kekuatan netral yang melindungi keadilan, hak asasi manusia, dan kesetaraan. Namun, di banyak negara modern, sistem hukum sering kali tunduk pada kepentingan segelintir elite-sebuah oligarki. 

Ketika hukum hanya menjadi alat bagi kaum berkuasa, ia berhenti melayani kepentingan bersama dan malah mengkonsolidasikan kekayaan, kekuasaan, dan pengaruh dalam kelompok tertentu. 

Pembahasan ini mencoba eksplorasi mekanisme yang digunakan oleh kekuatan oligarki untuk memanipulasi institusi hukum, konsekuensi dari manipulasi tersebut, serta solusi untuk mengembalikan integritas hukum.

Hukum dapat dijadikan alat untuk melayani kepentingan oligarki melalui beberapa cara. Salah satu metode yang paling umum adalah melalui penguasaan legislatif. 

Di banyak negara, para pembuat undang-undang sangat dipengaruhi oleh lobi korporasi dan individu kaya yang mendanai kampanye politik. Ketergantungan finansial ini menyebabkan perundang-undangan sering kali mencerminkan kepentingan elite daripada kebutuhan mayoritas. 

Undang-undang terkait perpajakan, hak tenaga kerja, dan regulasi lingkungan sering menguntungkan korporasi besar, memungkinkan mereka memaksimalkan keuntungan sambil membebankan biaya eksternal kepada masyarakat.

Cara lain yang digunakan oligarki untuk mengendalikan sistem hukum adalah melalui manipulasi peradilan. Pengadilan, yang seharusnya menjadi penegak keadilan yang tidak memihak, sering kali dikompromikan ketika hakim diangkat berdasarkan loyalitas politik daripada berdasarkan kompetensi. 

Dalam beberapa kasus, keputusan peradilan dipengaruhi oleh suap langsung, sementara dalam kasus lain, hakim menghadapi tekanan halus dari tokoh berpengaruh yang dapat menentukan karier mereka.

Selain itu, cabang eksekutif pemerintahan dapat berperan dalam merusak supremasi hukum dengan menegakkan hukum secara selektif untuk menargetkan lawan politik sambil melindungi sekutu mereka. 

Penegakan hukum yang selektif menciptakan lingkungan di mana konsekuensi hukum lebih bergantung pada posisi politik seseorang daripada pada prinsip keadilan dan kesetaraan.

Konsekuensi Penundukan Hukum

Ketika hukum digunakan untuk melayani kepentingan oligarki, hal ini mengarah pada ketimpangan sosial dan ekonomi yang meluas. Kaum elite dapat melindungi kekayaan dan kekuasaan mereka melalui regulasi yang menguntungkan, celah perpajakan, dan praktik bisnis monopolistik. 

Sementara itu, populasi umum harus menanggung dampak kebijakan yang tidak adil, termasuk perpajakan regresif, kurangnya perlindungan tenaga kerja, dan perusakan lingkungan.

Lebih jauh lagi, erosi integritas hukum menumbuhkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi pemerintahan. Ketika warga negara melihat sistem hukum sebagai bias, mereka kehilangan kepercayaan terhadap demokrasi dan supremasi hukum. 

Kekecewaan ini dapat menyebabkan peningkatan apatisme politik atau, dalam kasus ekstrem, kerusuhan sipil dan gerakan perlawanan. Sistem yang lebih mengutamakan elite dibandingkan rakyat memperburuk perpecahan sosial dan dapat mengancam stabilitas nasional.

Selain itu, ketika institusi hukum dikompromikan, korupsi semakin berkembang. Jika individu berkuasa dan korporasi dapat menghindari konsekuensi hukum, mereka tidak memiliki insentif untuk mematuhi standar etika atau hukum. Ini mendorong budaya impunitas, di mana elite ekonomi dan politik bertindak tanpa takut akan akuntabilitas.

Sejarah dan contoh kontemporer menunjukkan bagaimana pengaruh oligarki mendistorsi hukum. Di banyak negara berkembang, hukum tentang kepemilikan tanah dan sumber daya alam disusun untuk menguntungkan kaum elite sambil meminggirkan komunitas adat. 

Korporasi yang memiliki koneksi dengan pemerintah sering diberikan hak eksklusif untuk mengeksploitasi sumber daya, sementara penduduk lokal digusur tanpa kompensasi yang layak.

Di dunia korporasi, perusahaan multinasional memengaruhi kerangka hukum untuk memastikan kondisi operasi yang menguntungkan mereka. Perjanjian perdagangan dan hukum kekayaan intelektual sering kali dirancang untuk melindungi perusahaan besar dengan mengorbankan bisnis kecil dan konsumen. Konsolidasi kekuatan ekonomi ini semakin memperkuat kontrol oligarki atas sistem hukum dan politik.

Bahkan di negara demokrasi mapan, kaum elite finansial memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan dan hukum. Pengaruh lobi korporasi dalam proses legislatif memastikan bahwa undang-undang terkait keuangan, perpajakan, dan perlindungan konsumen sering menguntungkan bisnis besar dibandingkan individu warga negara. 

Krisis keuangan 2008, misalnya, mengungkap bagaimana deregulasi-yang didorong oleh lobi industri perbankan-memungkinkan praktik keuangan berisiko yang akhirnya menyebabkan kehancuran ekonomi. 

Meskipun memiliki peran dalam krisis, banyak institusi keuangan justru menerima bailout pemerintah sementara warga biasa mengalami pemutusan hubungan kerja dan kehilangan rumah.

Untuk melawan pengaruh oligarki terhadap hukum, diperlukan reformasi sistemik. Salah satu langkah penting adalah meningkatkan transparansi dalam pendanaan politik. 

Regulasi ketat terhadap pembiayaan kampanye dan lobi dapat mengurangi pengaruh uang dalam politik, memastikan bahwa pejabat terpilih lebih memprioritaskan kepentingan publik daripada tuntutan elite.

Kemandirian peradilan juga harus diperkuat. Ini memerlukan sistem pengangkatan hakim yang transparan dan berbasis kompetensi, serta mekanisme untuk memastikan akuntabilitas hakim tanpa campur tangan politik. 

Memperkuat independensi lembaga antikorupsi dan memastikan mereka memiliki kewenangan untuk menyelidiki serta menuntut tokoh berpengaruh juga dapat membantu mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem hukum.

Selain itu, memperkuat masyarakat sipil dan media sangat penting dalam mengawasi elite. Jurnalisme investigatif, organisasi pemantau hukum, dan gerakan akar rumput memainkan peran penting dalam mengungkap manipulasi hukum dan mengadvokasi perubahan. 

Publik yang terinformasi dengan baik dapat memberikan tekanan terhadap institusi pemerintahan agar menegakkan prinsip keadilan dan kesetaraan.

Ketika hukum tunduk pada kepentingan oligarki, demokrasi sendiri berada dalam bahaya. Penyimpangan institusi hukum demi kepentingan elite menghasilkan ketidakadilan ekonomi, ketidakpercayaan politik, dan korupsi yang merajalela. 

Namun, melalui peningkatan transparansi, independensi peradilan, dan keterlibatan aktif masyarakat sipil, masyarakat dapat berupaya merebut kembali supremasi hukum sebagai mekanisme keadilan, bukan sebagai alat bagi kaum berkuasa. 

Mengembalikan integritas hukum bukan hanya masalah tata kelola itu adalah kunci bagi stabilitas sosial dan pelestarian ideal demokrasi.

***

*) Oleh : Anshori, Dosen Fakultas Hukum Universitas Billfath Lamongan.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.