https://malang.times.co.id/
Opini

Krisis Karakter Murid

Kamis, 06 Februari 2025 - 17:44
Krisis Karakter Murid TB. Kusai Murroh, S.Pd., S.H., M.H. Akademisi dan Penasehat Hukum LPPH-BPPKB Banten.

TIMES MALANG, BANTEN – Beberapa hari ini media sosial diramaikan oleh tindakan beberapa murid yang memukuli seorang guru di ruang kelas. Dalam video tersebut tampak seorang guru di mana tangan kanan dan kirinya dipegangi oleh dua murid. Sementara satu orang murid lain terlihat melayangkan pukulan ke arah wajah guru secara berulang kali. 

Tentu saja kejadian tersebut sangat menyedihkan dan menambah potret buram wajah pendidikan kita. Pendidikan yang sejatinya menjadi tempat mencetak generasi bangsa yang berakhlak mulia justru jauh dari apa yang kita harapkan. Ini sangat jelas menunjukkan bahwa tidak sedikit para siswa yang mengalami kemerosotan moral. 

Sepertinya sistem pendidikan kita memang lebih fokus pada peningkatan prestasi akademik ketimbang aspek karakter sehingga yang terjadi banyak pelajar yang semakin rentan terhadap pengaruh negatif kemajuan teknologi digital. 

Di tengah krisis karakter yang menimpa generasi muda, maka satu-satunya cara yang dapat ditempuh adalah penguatan pendidikan karakter. Ini penting dilakukan agar generasi muda tidak mudah terpengaruholeh hal-hal negatif yang ditimbulkan oleh globalisasi dan kemajuan teknologi. 

Pendidikan karakter adalah suatu sistem berupa penanaman nilai karakter terhadap peserta didik yang meliputi kemauan dan tindakan dalam mengimplementasikan nilai, budi pekerti, karakter, serta akhlak yang baik ke dalam diri peserta didik yang bertujuan untuk membentuk kepribadian yang baik pada peserta didik seperti jujur, menghormati orang lain, maupun berperilaku baik dalam kehidupan sehari-hari (Rabi Yati, 2022). 

Penguatan Pendidikan Karakter

Masa depan suatu bangsa  sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh keadaan generasi mudanya.oleh karenanya keberadaan anak sebagai generasi muda yang tengah tumbuh dan berkembang merupakan keniscayaan mendapatkan jaminan dan perlindungan dari Negara. Human Rights Reference  menyatakan anak sebagai Kelompok Rentan, disamping orang lanjut usia, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang cacat. 

Dalam perspektif hukum, UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilana Anak. Bahwa Anak yang yang melakukan kejahatan disebut ABH (anak yang berhadapan dengan hukukm) merupakan korban dari lingkungan dan sistem pendidikan yang ada di masyarakat, maka harus ada upaya untuk mengembalikan lagi (restore) anak kedalam sistem masyarakat agar anak bisa menjadi manusia yang beradab Kelak. 

Sistem upaya ini dalam perspektif hukum dikenal dengan istilah penegakan hukum restoratif, yang dilakukan melalui mekanisme diversi dan Prinsip kepentingan terbaik untuk anak. Sehingga dalam UU ini mengatur secara limitatif usia anak yang dapat diminta pertanggungjawaban pidana,usia anak yang dapat ditahan, dan juga bentuk-bentuk hukuman yang dapat diberikan kepada anak.

Secara umum perkembangan teknologi digital yang semakin canggih akan semakin memudahkan generasi muda untuk mengakses hal-hal yang negatif, apalagi minimnya pengawasan dari orang tua mereka dikarenakan orang tua mereka terlalu sibuk bekerja sehingga lupa mengontrol anaknya. 

Krisis karakter pelajar sudah semakin tampak di tengah kita. Tawuran pelajar, pengeroyokan guru, penggunaan obat-obatan terlarang, seks bebas, balapan liar, pencurian, dan hilangnya rasa hormat kepada yang lebih tua adalah sederet bukti miskinnya karakter generasi muda saat ini. 

Kondisi ini perlu menjadi perhatian bersama agar kemerosotan moral tersebut tidak semakin parah. Dalam konteks inilah, penguatan pendidikan karakter perlu terus diupayakan. Pendidikan karakter merupakan fondasi penting dalam membentuk individu yang memiliki akhlakul karimah.

Di sini, Negra, Masyarakat disamping orang tua memiliki peran strategis dalam membentuk karakter anak. Penanaman karakter ini sangat penting, bahkan lebih penting dari kemampuan akademik. Setinggi apa pun ilmu yang dimiliki tak akan mendatangkan manfaat bila tak didasari dengan karakter yang baik. 

Negara dan masyarakat dan orang tua memiliki tanggung jawab dalam menciptakan lingkungan Anak yang Baik yang bersama-sama dengan Guru juga memiliki tanggung jawab dalam mencetak generasi muda yang cerdas sekaligus berakhlak mulia. Artinya, guru tidak hanya mendorong para siswa agar berprestasi secara akademik, tetapi juga perlu menanamkan nilai-nilai akhlak kepada diri mereka. 

Penanaman karakter bisa melalui kegiatan ekstrakurikuler yang berfokus pada pengembangan kepemimpinan, meningkatkan keterampilan dan memiliki karakter luhur seperti kejujuran, tanggung jawab, dan saling menghormati.

Upaya kerja sama antara orang tua dan pihak sekolah ini perlu terus dibangun sebagai langkah untuk memperkuat pendidikan karakter para siswa. Hal lain yang dapat dilakukan adalah kampanye positif terkait nilai-nilai moral kepada generasi muda melalui media sosial. 

Jika upaya ini dapat dilakukan terus-menerus, maka saya optimis kejadian pengeroyakan siswa terhadap gurunya tidak akan terulang lagi. 

***

*) Oleh : TB. Kusai Murroh, S.Pd., S.H., M.H.
Akademisi dan Penasehat Hukum LPPH-BPPKB Banten.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.